Kunjungan Halib

90 7 0
                                    

"Kamu pernah lihat bangunan megah yang kosong, nggak? Seperti itulah saat aku ini. Aku butuh dia dan kamu. Jika itu pun tak dapat kamu penuhi. Maka aku akan pergi sendiri. Nggak perlu lagi kita bersama. Mungkin kata kita, sudah ditelan waktu," ujar Cahyani yang datang menghampiri Roy.

Roy masih diam, Cahyani kembali menyambung, "Setiap aku bersama kamu, maka ada seribu alasan aku harus tetap tinggal menemani. Hidupmu terlalu berarti bagiku. Tapi dia juga butuh kamu. Cobalah untuk bangkit melihat hatinya. Lebih penting menyelamatkan kata kita atau ini? Tolong, selamatkan dia yang terluka."

Roy mencari alasan untuk menanggapi perbincangan dengan Cahyani. Tak lama kemudian, Roy melempar pertanyaan yang dulu pernah ditanyakan kepada Cahyani.

"Apa kamu masih ingat tentang Helen yang kuceritakan dulu, Cahyani?"

Helen Keller, perempuan yang selalu diingat dan menjadi sejarah penting. Dia merupakan perempuan yang luar biasa karena dengan keterbatasannya mampu meraih kejayaan seperti manusia normal. Helen merupakan seorang penulis Amerika, aktivis politik, dan juga dosen.

Dia seorang tunanetra dan tunarungu pertama yang mendapatkan gelar sarjana seni. Kisah tentang guru Helen, Annie Sullivan, berhasil menerobos isolasi yang dikarenakan kekurangan bahasa Helen hingga membuat Keller mampu berkembang dan berkomunikasi.

Helen Keller melakukan banyak perjalanan, dan sangat menentang perang. Dia berkampanye untuk hak pilih perempuan, hak-hak pekerja, dan sosialisme, dan kasus progresif lainnya. Pada tahun 1920, ia membantu mendirikan American Civil Liberties Union (ACLU). Helen dan Sullivan melakukan perjalanan ke lebih dari 39 negara dan membuat beberapa perjalanan ke Jepang dan menjadi favorit masyarakat di sana.

Tak hanya itu, Helen  juga mengumpulkan dana untuk orang-orang buta dan tuli. Ia mendirikan American Foundation for the Blind dan American Foundation for the Overseas Blind. Ia menulis artikel serta buku-buku terkenal, di antaranya The World I Live In dan The Story of My Life, yang menjadi literatur klasik di Amerika dan diterjemahkan ke dalam 50 bahasa.

Helen bertemu setiap Presiden AS, mulai dari Grover Cleveland sampai Lyndon B. Johnson. Helen juga berteman dengan banyak tokoh-tokoh terkenal, seperti Alexander Graham Bell, Charlie Chaplin dan Mark Twain. Ia pernah menjadi pemenang dari Honorary University Degrees Women's Hall of Fame, The Presidential Medal of Freedom, The Lions Humanitarian Award, bahkan kisah hidupnya meraih 2 piala Oscar.

"Aku mengingatnya. Tapi itu nggak mungkin bisa ciptakan, Roy. Mimpi kamu terlalu besar."

"Aku percaya bisa membuktikannya kepada siapapun, Cahyani."

"Oke. Mulai sekarang aku keluar dari komunitas ini. Ini bukan duniaku. Komunitas ini membuat persahabatan kita hancur. Halib dan Putra sudah memilih jalannya sendiri. Itu semua karena komunitas ini, Roy."

"Tapi, Cahyani. Kamu dibutuhkan teman-teman tuli. Mereka butuh kita menjadi pendampingnya."

Sejak itu, Cahyani juga sudah meninggalkan komunitas. Hanya Roy sendiri yang berjuang menciptakan penerus Helen. Gairah untuk membesarkan komunitas dalam membantu penyandang tuli kini di ujung tanduk. Antara bertahan dan hancur. Antara ada dan lenyap.

Tinggal Arum sendiri yang menjadi andalan Roy. Segala masalah yang dihadapai komunitas telah bertumpu padanya. Roy hanya bisa menceritakan pada Meilisa Arum.

Padahal, penyandang tunarungu semakin berdatangan ke komunitas. Para orang tua dan keluarga penyandang tunarungu mulai menaruh kepercayaan besar. Setiap hari puluhan orang tuli yang dititipkan ke komunitas untuk belajar.

Awalny, banyak penyandang tunarungu yang putus asa dengan kondisi tanpa suaranya. Ruang komunikasi hanya sebatas keluarga. Sehingga kejenuhan dan stress semakin besar dialami mereka. Tak sedikit dari jumlah mereka yang ingin mengakhiri hidup.

Karena dunia tanpa suara itu benar-benar sunyi. Lingkungan sekitar tak semua mengerti dan bisa memahami. Karena fisiknya tak tak cidera sedikit pun. Hanya saja bermasalah dengan alat tangkap suara dan bicaranya.

Begitu juga dengan Siti Nur Lathifah. Perempuan tuli pertama yang bergabung dengan komunitas besutan Roy dan Cahyani. Sehari-hari dia mulai berkomunikasi dan menemukan lingkungan yang menyenangkan baginya. Tempat di mana dia bisa mendapat arti hidup yang sebenarnya.

***

Halib bersama Putra tahu kalau Cahyani mengundurkan diri menjadi pengurus komunitas. Kebahagiaan meraka telah memuncak. Tinggal selangkah lagi untuk menjatuhkan Roy dari komunitas. Separuh dari rencananya sudah berhasil diperjuangkan.

Halib mendatangi Cahyani di rumahnya.

"Silahkan masuk, Halib. Kok sendiri saja. Kemana Putra?" Cahyani memberi minuman sama Halib.

"Dia tidak tau kalau aku mau ke rumah kau ini. Aku mau cerita saja sama kau."

"Cerita apa? Mau nyuruh aku keluar dari komunitas? Aku sudah nggak bisa meneruskan cita-cita Roy lagi," Cahyani memberitahu. Padahal Halib sudah mengetahuinya.

"Yang benar kau keluar?" Halib pura-pura kaget.

"Hmm...." jawabnya singkat sambil menganggukkan kepala.

Pemandangan sedih menghiasi muka Cahyani. Entah apa yang ada dalam pikirannya saat itu.

"Akhirnya kau keluar juga, Cahyani. Aku sudah peringatkan biar kau tinggalkan komunitas itu. Kuliah saja kau yang baik dulu. Nanti kita lulus sama-sama. Kan keren itu."

"Cita-cita Roy itu mulia sekali. Tapi gara-gara itu kalian memusuhinya. Kalian tidak menganggapnya lagi sebagai sahabat. Kalian menjauhinya. Dan, itu berlaku bagi aku juga."

"Sejak kita saling mengenal. Hanya fase ini yang terburuk. Tau kan kalau kita berempat bukan lagi sebagai teman biasa. Detak jantungku sudah bagian dari getaran jantungmu. Luka hatiku bagian dari luka hatimu juga. Perjunganku bagian dari perjuangan kita. Dulu kita sudah saling melengkapi," sambung Cahyani yang membuat Halib tak bisa berbicara.

"Kau ini bicara macam apa ini?" geleng-geleng kepala kebingungan mau menjawab apa.

"Jika aku tau seperti ini akhirnya. Maka aku tidak akan pernah mau menenal nama Halib Simajuntak, Roy Agam dan Putra Gede. Kalian itu egois. Hanya memikirkan diri sendiri. Bukankah arti persahabatan itu saling mendukung? Bukan saling menjatuhkan."

"Kuliah berapa SKS kau kasih aku ini? Cahyani, aku sama Putra itu sayang sama kalian. Peduli lebih dari apapun yang kau bilang itu."

"Seperti itu namanya sayang? Peduli? Kalian sakit, Halib. Sakit jiwa."

Vote dan komen ya, guys! Terima kasih.

Malang Menyisakan CintaWhere stories live. Discover now