Wisata Ekstrem

48 5 0
                                    

Kota masih sepi. Pagi buta kembali menghampiri. Dering telepon Cahyani sudah menggema di atas meja kamarnya. Mata Cahyani masih tertutup rapat dengan beratnya. Tapi deringan telepon itu berkali-kali berbunyi. Sungguh mengganggu tidur pulasnya Cahyani.

Dengan berat hati, Cahyani mengambil handphone miliknya. Otomatis dia akan bangun lebih pagi dari biasanya. Mata yang masih mengantuk masih berat untuk dibuka. Tapi berisik handphone miliknya sudah tak terkendali.

"Halo! Ada apa, Halib? Kok pagi-pagi sekali telepon?"

"Aku rindu kau, Cahyani."

"Aduh, Halib. Aku masih ngantuk sekali ini. Aku tidur lagi, ya. Bye..."

Cahyani menekan tombol off handphone miliknya. Jelas sambungan telepon pagi-pagi itu pun terhenti.  Cahyani kembali loncat ke atas ranjang yang empuk. Menarik selimut ke seluruh badannya. Ketika mata Cahyani mulai dipejamkan lagi. Dering telepon Cahyani kembali berbunyi dan mengganggu telinganya.

Dengan kesal Cahyani mengangkat, "Nanti aku telepon balik, ya. Aku masih ngantuk berat ini."

"Coba kau lihat jam dulu. Sudah jam berapa ini? Aku mau mengajak kau jalan-jalan ke tempat wisata di Batu."

Cahyani melirik jam yang ditempel di dinding kamar mewahnya, "Waduh, sudah jam 4.30 WIB."

"Makanya aku suruh kau bangun. Aku nanti akan ke rumah kau." Kini giliran Halib yang mematikan telepon.

***

"Selamat pagi, Cahyani." Halib menyelonong masuk ke pekarangan rumah Cahyani. Halib melihat Cahyani sedang menyiram bunga. Dia mendekati Cahyani.

"Kau belum siap-siap, Cahyani?"

"Siap-siap apa?"

"Kita akan jalan-jalan hari ini  Cahyani. Tadi kan aku sudah bilang sama kau."

"Waduh. Aku lupa, Halib. Kalau begitu aku siap-siap dulu," Cahyani masuk kamar bersiap-siap.

Halib menunggu di ruang tamu. Sambil melihat televisi yang masih menyala. Minuman manis dibuat Cahyani khusus untuk halib. Tidak seperti sebelumnya, Cahyani malah memarahi dan mengusir Halib dari rumahnya.

Cahyani keluar dari kamar dengan wangi. Dia menyambangi Halib yang masih duduk manis di ruang tamu. Dia melipatkan kaki dengan santai melihat televisi sambil menikmati minuman.

"Ayo! Jadi berangkat nggak?"

"Iya jadilah, Cahyani. Aku kan sudah menunggu kau lima tahun ini."

"Ah belun setengah jam pun, kok. Itu aja protes."

Mereka berdua kembali rekreasi menyisir wisata Kota Batu. Ini kali ketiga mereka berduaan. Tak ada gangguan dari siapapun. Tentu tidak ada yang tahu juga. Mereka rekreasi selalu diam-diam alias backstreet.

Setengah jam berkendara berdua. Mereka pun sampai di jantung kota. Wisatawan memenuhi tempat wisata favoritnya di sana. Mereka melihat dan mencoba berbagai permainan ekstrem. Ada yang teriak karena ketakutan. Ada juga yang ketagihan memutar di atas bianglala.

Anak kecil yang lucu berlarian menuju kelinci mungil di taman wisata. Ada yang memeluk. Ada juga yang mengejar ke sana ke mari. Tingkahnya lucu sekali. Bikin semua wisatawan gemas.

"Kita naik itu juga, yuk!" Cahyani menunjuk pendulum yang sedang berputar di udara 360°.

"Kau mengajak aku mati itu. Aku tidak mau naik. Kau lihat putaran di atas sana. Itu bisa buat aku muntah 360 kali." Cahyani ketawa melihat ekspresi Halib yang takut naik pendulum.

"Nggak masalah. Ayo naik!" Cahyani menariknya.

Halib melepaskan tangannya dari tarikan Cahyani, "Kau saja sendiri yang naik. Aku tidak mau."

"Kalau itu aku mau naik," Halib menunjuk rolle coaster yang tidak berjalan.

Cahyani menurut. Mereka berdua menuju rolle coaster yang mulai didatangi wisatawan. Halib memilih tempat duduk di kursi paling depan berdua sama Cahyani. Cahyani duduk di samping sambil menggoda Halib karena tidak berani naik pendulum.

Rolle coaster mulai dioperasikan. Berjalan pelan-pelan. Dalam hitungan detik, kecepatan rolle coaster pun berubah drastis. Melaju kencang mengikuti rel yang berputar dan naik turun.

"Tolong. Tolong aku Cahyani," Halib ketakutan di atas rolle coaster . Dia memang belum pernah mencoba rolle coaster yang sedang berjalan memutar dengan kecepatan tinggi.

"Tolong. Tolong. Tolong. Lakadabra. Lakadabra. Lakadabra," teriak sambil membaca mantra.

Cahyani ketawa terbahak-bahak melihat Halib. Pipi Cahyani merah karena ketawa. Kejadian yang lucu dialami Halib. Sekitar 2 menit berlangsung berputar kencang di atas rel. Akhirnya roalcoaster itu pun berjalan pelan. Bertanda akan berhenti. Tapi Cahyani masih memegang perutnya menahan tawa.

"Mau naik lagi?" Cahyani mengajak Halib.

"Tidak mau. Permainan macam apa ini. Bikin aku mati saja."

"Rolle coaster ini yang mengajarkanku bagaimana artinya berjuang."

Vote dan komen, ya. Thaks

Malang Menyisakan CintaWhere stories live. Discover now