Drop Out

39 5 0
                                    

Perguruan tinggi yang dicintai adalah, perguruan yang selalu memberi arti. Bukan hanya sebatas memberi materi perkuliahan.

==============---============

Hari ini. Roy, Halib, Cahyani, dan Putra dipanggil kampus tempat kuliahnya secara resmi. Padahal, sebelumnya Arum telah memberitahu bahwa mereka akan di-drop out (DO). Mereka dipecat secara tidak hormat karena imbas kasus korupsi di komunitas.

"Aku tak peduli lagi tentang kuliah. Mau dipecat kek, mau nggak kek. Terserah," kata Putra yang sudah tak peduli sama urusan kuliah. Roy mengajak ketiga sahabatnya memenuhi undangan resmi kampus.

Sahut Cahyani yang masih duduk di jok belakang sepeda motor Halib, "Kalau pun kita dipecat. Setidaknya kita mendapat surat resmi kampus untuk transfer ke kampus lain."

"Kalau aku sih, YES. Apa pun kata kampus," ucap Roy.

"Kalian tahu apa yang aku butuhkan saat ini?" tanya Putra dengan misterius.

Cahyani, Halib, dan Roy ikut berpikir untuk menjawab pertanyaan Putra yang tak penting. Padahal, mereka diundang ke kampus belum tahu dalam rangka apa? Putra sudah lebih dulu menilai di awal.

"Iya tahu lah, lay. Kau itu kan sedang butuh yang di belakang aku ini, kan?" jawab Halib dengan menunjuk Cahyani di belakangnya. Cahyani pun ikut malu dan menyubit Halib. Roy tertawa terpingkal-pingkal.

Putra kemudian menjawab tegas, "Yang aku butuhkan saat ini adalah, kaum difabel tuli di kenal dunia. Mereka harus melampuai orang normal."

"Jika Helen Keller bisa bangkit dan sukses.

"Helen Keller telah membuktikan, bahwa keterbatasan mental dan fisik bukan halangan meraih sukses.  Tapi suatu perjuangan dan proses yang harus dilewati. Aku butuh kaum difabel tuli bimbingan kita sukses seperti Helen keller," sambungnya.

***

Mereka berempat berangkat menuju kampus. Sudah lama mereka tak menginjakkan kaki di kampus tempat mereka pertama kali dipertemukan. Tempat di mana mereka saling sapa. Tempat yang mengajarkan arti persahabatan. Dan, tempat di mana mereka belajar berkorban.

Tak disangka. Dr. Andini yang awalnya hanya sebatas dosen biasa kini telah menjadi bagian dari orang penting di sana. Surat panggilan resmi itu ternyata dilayangkan atas suruhannya.

"Sedih sekali nasib kalian. Empat bersahabat yang tersandung kasus. Kasus itu ternyata tidak hanya menghancurkan nama baik kalian. Tapi juga masa depan kalin," Dr. Andini mengawali. Mereka duduk berlima di ruangan khusus Dr. Andini.

"Kami yang memilih. Maka kami juga yang harus mengamini resikonya. Selama kami bisa membuat orang lain tersenyum. Maka kami akan terus melakukan resiko apa pun," ujar Putra yang tak sabaran.

"Apakah kami tidak bisa kuliah lagi di sini, bu?" tanya Cahyani lembut.

"Iya. Jelas tidak bisa."

"Ayo, kita pulang. Tidak perlu lagi kita kuliah. Ujung-ujungnya kita tidak bisa membantu orang yang membutuhkan," Putra menarik tangan Cahyani. Roy dan Halib masih duduk di sofa ruangan dosen Dr. Andini.

Dr. Andini hanya tersenyum melihat Putra yang cepat naik pitam. Tak ada rasa takut dan canggung lagi kepada Dr. Andini. Tapi Dr. Andini hanya memahami sifat anak muda yang masih labil. Dia paham apa yang sedang dipikirkan Putra.

Roy dan Halib tak mau menjawab. Mereka berdua menunduk melihat ke bawah. Mereka berdua juga sudah siap untuk menerima pemecatan secara resmi dari kampus.

"Kenapa kami tidak boleh kuliah di sini lagi, bu? Kami sudah bebas dari tuduhan itu," Cahyani meyakinkan.

"Saya sudah katakan. Tidak boleh kuliah di sini."

Cahyani bersikeras, "Kenapa, bu? Kenapa? Kami butuh alasan."

"Karena ini adalah ruangan saya. Bukan untuk perkuliahan."

"Jadi kita nggak dipecat, bu?" Roy melongo dari tundukannya. Halib juga meluruskan pandangannya.

"Siapa yang akan memecat kalian?"

"Jadi yang di media itu?" tanya Cahyani.

"Itu hanya rencana. Kalau kalian terbukti memiliki kasus. Maka pihak kampus tidak bisa membela kalian."

"Terima kasih, bu. Akhirnya aku bisa sarnana juga nanti dari kampus ini. Terus aku melamar Cahyani ini," ucap Halib yang kebablasan.

Cahyani merengek, "Heh, mulutmu!"

"Jadi kapan kalian bisa menyelesaikan skripsi kalian?"

"Secepatnya, bu," dijawab bersama.  Mereka ternyum bahagia. Akhirnya mereka lolos dari semua jeratan kasus.

"Eh, ada Roy," sapa rektor yang kebetulan lewat di depan Roy. Kemudian dia diajak rektor menuju kantornya.

"Teman-teman kamu yang lain di mana?"

"Ada di ruangan dosen Dr. Andini, pak. Apa perlu saya panggilkan?"

"Tidak usah kamu," rektor kemudian memanggil asistennya untuk memanggil Cahyani, Halib dan Putra. Tak lama, mereka pun tiba di ruangan rektor. Ruangan yang tak pernah di masuki mereka.

"Komunitas kalian bagus sekali. Bapak bangga melihat kalian di sana menjadi volunteer. Memang tidak mudah menjadi volunteer. Banyak omongan sana sini. Tapi penghasilan tidak ada."

"Benar, pak. Kami sudah membuktikannya hingga harus bermukim di ruang tahanan polisi," Roy menambahi.

"Jadi begini, Roy. Kampus punya dana untuk pengabdian kepada masyarakat. Rencana bapak, akan saya serahkan pada kalian untuk kepentingan kaum difabel tuli. Nilainya memang tidak besar, hanya Rp 10 miliar. Nanti akan dimonev oleh dosen-dosen dari kampus ini. Mereka akan membimbing kaum disabilitas yang ada di sini. Bagaimana menurut kalian?"

"Terima kasih sebelumnya, pak. Kami tidak bermaksud menolak atau pun merima tawaran bapak. Tapi kami ingin mengatakan, bahwa yang paling penting untuk menyamakan derajat kaum disabilitas tuli adalah, memberikan kemampuan dan jiwa relawan yang tulus. Itu sudah lebih dari cukup untuk menjadikan mereka manusia yang berguna dan bermanfaat," Cahyani menjawab dengan sempurna pertanyaan rektor.

"Oke. Saya akan mengarahkan dosen dan mahasiswa untuk pro aktif membina kaum disabilitas. Dana pembinaan ini tolong kalian terima. Ini akan sangat berarti untuk pengembangan fasilitas komunitas," rektor memberi cek kepada mereka yang ada di ruangan itu.

"Mata hati memang tak bisa melihat. Tapi bisa merasa dengan teliti dan jeli. Persis seperti aku mencintai kamu," kata Putra pada Cahyani sambil berjalan dari ruangan rektor.

Vote dan komen, ya. Thanks

Malang Menyisakan CintaWhere stories live. Discover now