Terpana Asmara

49 7 0
                                    

Kembang yang mekar selalu menggoda siapa saja untuk memetiknya. Sama halnya seperti Arum yang menjadi salah satu perempuan idaman di komunitas.

Tak tanggung-tanggung. Dia disukai oleh pendiri komunitas yang sejak bertemu sudah menaruh hati. Tapi, kondisi komunitas waktu itu masih dalam keadaan sulit. Halib dan Putra menjadi musuh dalam selimut. Sedangkan Cahyani mengundurkan diri karena tidak kuat berpisah dari Halib dan Putra.

Itu sebabnya, Roy, pendiri komunitas itu mendiamkan cinta demi menyelamatkan eksistensi komunitas. Namun, kini semua sudah aman. Komunitas sudah berjalan seperti yang diinginkan. Meskipun relawan belum berhasil menciptakan orang tuli yang berprestasi.

"Arum. Sebenarnya aku sudah ingin bicara serius sama kamu. Tapi aku belum menemukan waktu yang tepat. Mungkin ini waktunya aku bicara serius padamu. Bolehkah aku ngomong sesuatu sama kamu, Arum?" Roy mulai menyusun kata-kata pada Arum. Mereka hanya berdua di komunitas.

"Maukah kamu menjadi......" sambug Roy yang sudah mulai mendapat respon dari Arum.

"Aduh di mana ya?" tiba-tiba Halib masuk ruangan mencari handphone-nya yang ketinggalan lagi.

Roy duduk berdua di taman belakang sekretariat komunitas. Suara Halib terdengar kencang di telinga mereka berdua. Sedangkan kalimat Roy belum lengkap disampaikan pada Arum. Masih menggantung yang tak punya keputusan. Jelas Halib sangat mengganggu.

Roy menyambangi Halib, "Ada apa, Halib?"

"Handphone aku ketinggalan ini. Untung belum kau kunci ini ruangan."

"Ihh tumben kali kalian berdua belum pulang. Ada apa ini?" Halib menyambung bicaranya ketika Arum masuk ke ruangan.

"Nggak. Ini kita juga mau pulang, kok. Tadi masih ada urusan sebentar. Iya, nggak Arum?" Arum mengangguk.

Mereka bertiga pulang menuju tempat tinggal masing-masing. Rencana Roy pun gagal 100 persen menembak Arum menjadi pacarnya.

Sampai di rumah. Roy masih menyimpan kesal sama Halib yang mengganggu acaranya. Padahal, tinggal satu kata lagi yang belum terucap pada Arum. Kata pamungkas untuk melumpuhkan pertahanan pemilik hati.

"Di awal juga sudah gagal. Mana mungkin selanjutnya akan berhasil melumpuhkan hatinya," gerutu Roy sambil menarik selimut yang mulai pesimis.

Satu kata yang tertunda menciptakan sejuta angan baru.

Ikuti terus, ya. Terima kasih

Malang Menyisakan CintaWhere stories live. Discover now