Cemburu Buta

39 5 0
                                    

Terlalu jauh perjalan yang dilewati. Hingga batas pun terhempas dilalui. Kini semua telah menyisakan bekas yang tak terhapuskan.

Pikiran semakin tak karuan antara cinta dan perjuangan. Cinta yang tumbuh di antara sahabat. Perjuangan untuk menyamakan derajat kaum disabilitas.

Semua sudah berjalan setengah jalan. Tak punya kesempatan untuk mundur. Semua harus dilalui dengan segala kerendahan hati. Gagal dan sukses sudah menanti.

Siang itu, Cahyani pergi ke kampus. Tak ada janjian dengan siapa pun. Dia duduk di kantin tempat biasa nongkrong bersama teman-temannya. Saat itu dia masih menunggu jam perkuliahan. Karena terlalu cepat datang. Akhirnya dia memutuskan untuk menunggu di kantin.

Baru mau menyeduh minuman dingin yang dipesannya. Tiba-tiba Halib datang dan langsung duduk di samping Cahyani.

"Kau di sini ternyata. Pasti kau menunggu aku, kan?"

"Aku nunggu waktu jam kuliah. Bukan nunggu kamu," Cahyani meninggalkan kantin karena diganggu Halib. Belum selangkah Cahyani berjalan. Halib kemudian menarik tangannya dan mengajak duduk lagi.

Cahyani menepis tangan Halib yang masih memegang erat tangannya. Halib tidak melepaskan. Meskipun tepisan itu lumayan menghabiskan tenaga untuh menahan. Halib menarik tangan Cahyani dengan lembut.

"Aku juga kuliah, kok. Nanti sama-sama aja kita masuk kelasnya."

Cahyani menurut karena tak bisa melepaskan tangannya dari pegangan Halib. Dia kembali duduk di tempat semula. Tapi wajahnya tidak seceria biasanya. Sudah berbeda. Seperti ada jarak yang berusaha memisahkan.

Halib berusaha merayu Cahyani. Tapi tetap saja gagal. Respon negatif dan kata yang tidak mengenakkan yang didengarnya. Halib tetap saja menggoda tanpa putus asa. Dia sungguh berjuang mati-matian untuk mendapatkan hati sahabatnya ini untuk menjadi miliknya seutuhnya.

Perjuangannya sungguh besar. Tapi hasil dari perjuangan belum ada tanda-tandanya. Sukses atau gagal sudah pasti didapatkannya. Bukan hal mudah baginya untuk menaklukkan hati Cahyani. Karena ditembak oleh dua sahabat pria sekaligus.

"Halib, nggak usah lagi mengejar cintaku. Nanti kamu akan sakit hati. Kita bersahabat saja seperti biasa."

"Tidak ada di kamusku kata sakit hati. Yang ada aku akan selalu mencintai dengan setulus hatiku."

"Kacamata model apa yang kaukenakan sehingga aku begitu istimewa di matamu? Bukankah aku juga manusia biasa yang memiliki kelebihan dan kekurangan? Bergerak majulah untuk menemukan yang lebih baik dariku. Aku percaya kamu bisa tanpaku."

Waktu kuliah pun tiba. Mereka masih berdebat masalah cinta. Antara hati yang terluka dengan hati yang memaksa cinta. Teman-teman sekelasnya bergegas menuju kelas. Mulut Halib masih berusaha meyakinkan hati Cahyani.

Tak biasanya. Putra lewat di depan kantin menuju kelas. Dia melihat dengan samar Halib dan Cahyani sedang asyik bedua. Jalannya kemudian terhenti menyaksikan mereka berdua. Meyakinkan bahwa yang dilihatnya adalah Halib dan Cahyani.

Benar saja. Yang dilihatnya adalah seorang gadis idamannya sedang asyik bersama sahabatnya sendiri. Dua sahabat yang sedang nongkrong asyik tanpa diketahui sebelumnya. Dia kini langsung menuju kelas dengan hati yang terluka melewati meja dua sahabat.

Tak menoleh lagi. Jalannya lurus seperti robot yang berjalan lurus tanpa mengenal berhenti. Sedangkan Halib melihat Putra sejak awal. Tapi dia semakin duduk berdekatan dengan Cahyani. Dia berusaha membuat Putra cemburu. Supaya tidak mengganggu Cahyani lagi.

"Kalau kau sempurna. Berarti aku sedang tidak bersama Cahyani. Tapi sedang bersama malaikat. Aku sekarang bersama bidadari yang dikirim Tuhan untukku."

"Apa yang harus kulakukan supaya kamu tidak menyukaiku lagi?" tanya Cahyani dengan pertanyaan yang menyudutkan.

"Aku masuk kelas dulu," Cahyani langsung pergi. Kemudian diikuti Halib sampai duduk bersebelahan di dalam kelas.

Putra duduk di kursi tengah. Sedangkan Roy duduk di kursi paling depan sendiri. Entah kapan Roy sudah ada di dalam kelas. Tak ada yang tahu kapan datangnya. Tiba-tiba dia sudah duduk manis mengikuti perkuliahan.

Formasi lengkap dari empat bersahabat itu. Tapi tak seperti biasanya yang selalu duduk berempat. Putra memang sedang cemburu pada Halib. Tapi Roy tidak ada masalah. Hanya saja dia sedang fokus mengikuti perkulihan.

Sejam berlalu. Kuliah pun usai. Mahasiswa pun berangsur bubar. Putra langsung menuju tempat parkir. Tapi dicegah sama Roy.

"Putra mau kemana? Ayo kita cerita tetang kelanjutan Ifa dulu!"

"Aku mau pulang," dijawab singkat di depan Halib dan Cahyani. Roy tidak mengerti masalah apa yang sedang menimpa Putra. Tak biasnya dia bersikap cuek seperti itu. Sejak bergabung di komunitas dia tak pernah bersikap seperti itu.

Putra langsung pulang. Tapi Roy bersama Halib dan Cahyani membahas tentang kelanjutan pendidikan Ifa. Karena tidak lama lagi dia akan menyelesaikan sekolah menengah atas di SLB. Mereka berencana segera menarik Ifa ke komunitas untuk belajar.

Vote dan komen, ya. Terima kasih

Malang Menyisakan CintaWhere stories live. Discover now