"Kharel, hubungan Rex dan Litzi itu spesial tidak ya?" tanya Elroy.

Kharel mengangkat kedua bahunya, "Entah! Kenapa kau berpikir begitu?"

"Aku lihat, Rex begitu perhatian padanya. Apa karena dia serius dengan keputusannya untuk mengurus Litzi?"

"Jika dia tidak serius, gadis itu takkan mungkin ada disini. Lagipula, dia sangat perhatian pada gadis itu. Biasanya dia jarang di mansion, tapi semenjak gadis itu ada disini, dia lebih sering pulang awal dan betah di sini. Tiap waktu, dia mengurus gadis itu."

"Romantis sekali," Elroy tampak menerawang, "Jika dia wanita, dia cocok jadi Ibu. Ibu yang penuh perhatian. Seperti Mommy kita," tambahnya.

"Jika Rex diposisi sebagai kekasih gadis itu, wanita mana yang tidak menjerit? Bahkan ku pikir-pikir, Rex lebih romantis dibandingkan aku."

"Kau romantis, tapi sayang... cuma modal dusta!" Elroy meledek adiknya itu.

Kharel melempar kakaknya itu dengan botol farfumnya, Elroy tertawa karena berhasil melesat.

"Sekarang kau bebas mengataiku. Tapi lihat suatu saat nanti!" kata Kharel menantang Elroy.

Elroy tertawa, "Bicara saja itu hal yang mudah! Semua orang juga bisa! Buktikan kata-katamu, jangan cuma bilang, lihat suatu saat nanti! Tapi hasilnya... nol! Payah!"

"Serius! Tunggu hari itu tiba! Aku kan di nobatkan menjadi pria paling setia di bumi ini!" Kharel menyanjung dirinya sendiri.

Elroy mengangkat satu alisnya, "Yakin bisa mengalahkan posisi Daddy? Kau tahu kan kisah cintanya itu langka di dunia ini, di luar angan-angan."

"Tapi itu nyata kan? Misalkan itu cuma cerita atau fiktif belaka, takdir Tuhan siapa yang tahu?"

Elroy mengangguk dan kembali ke topik Litzi dan Rex. "Jadi?" tanyanya.

"Tidak tahu. Aku sudah pernah bertanya pada Rex, tapi dia malah menjawab... apa urusanmu? Begitu," jawab Kharel lalu mematut diri di cermin.

Elroy mendengus, "Misterius. Menurutmu, Laiv?"

Tak ada satu patah kata pun terlontar dari mulut Laiv. Elroy dan Kharel mengernyit menatap Laiv. Tampaknya Laiv sedang melamun di dekat jendela, dia berdiri di sana dan cool dengan tuxedo yang ia pakai.

Litzi berada di walk in closet bersama puteri Mackenzie, Allcia. Gadis remaja itu tampak memandangi kedua gaun yang modelnya sama namun berbeda warna. Yang satu putih dan satunya lagi hitam. Kedua gaun itu dibelikan oleh Rex ketika ia dan si tampan itu jalan-jalan sore. Saat itu Litzi memilih gaun putih, namun Rex malah membeli warna hitam juga.

"Kenapa? Aku bebas menggunakan uangku secara cuma-cuma bila itu untukmu."

Litzi mendesah, ia ingat ucapan pria itu. Meski dengan tampang dan nada angkuh yang dibuat-buat. Sungguh, lemari penuh dengan pakaian baru. Namun lagi-lagi Rex menambahnya. Seakan-akan isi lemari itu adalah koleksi. Sepatu pun dari berbagai jenis punya ruangan tersendiri di walk in closet, sebab disana penuh dengan puluhan sepatu bermerk. Dan itu, suatu keberuntungan lagi untuk Litzi. Sebenarnya Litzi tidak mau di perlakukan dengan cara yang berlebihan, tapi kalian tahu kan bagaimana Rex? Seandainya Litzi tahu sesuatu apa di balik sikap dan perilakunya kepada dirinya itu.

"Jadi Litzi, kau pilih yang mana?" tanya Allcia.

"Menurutmu bagus yang mana?" Litzi bertanya balik.

"Kenapa aku? Ayo, pilih sendiri! Pilih dia atau aku?" kata Allcia, "Eh! Aku jadi ingat iklan di televisi Indonesia," tambahnya dengan tertawa pelan.

DIRTY BABY [Rexford Mackenzie]Where stories live. Discover now