"Bagaimana jika kau menyentuh dada dan perutku yang seksi ini? Itu lebih menyenangkan daripada memegang tanganku," goda Rex berseringai nakal.

Litzi memalingkan wajahnya, "Apaan-apaan sih? Jangan bicara yang aneh-aneh."

"Mau coba?" tanya Rex mendekatkan wajahnya ke wajah Litzi. Litzi memundurkan tubuhnya dan menggeleng.

"Kenapa kau memalingkan wajahmu dariku? Percuma, aku masih bisa lihat pipimu yang merona. Manis, aku jadi gemas," Rex memajukan tubuhnya.

Litzi ingin memundurkan tubuhnya, tetapi dia sudah ada di ujung sofa. Entah mengapa bokongnya terasa berat untuk beranjak dari tempat itu. Litzi memejamkan mata ketika wajah Rex semakin mendekat ke arahnya. Rex mencubit kedua pipi Litzi yang sedikit chubby dengan gemas.

Oh ternyata. Aku pikir dia akan menciumku. Ah, Litzi! Ada apa denganmu? Sungguh! Aku malu pada diriku sendiri, batin Litzi.

Rex mengantar Litzi ke ranjang tidurnya, menyuruh gadis itu untuk istirahat. Setelah Litzi berbaring di kasurnya, Rex melenggang pergi.

"Eh, tunggu!" panggil Litzi.

Rex menghentikan langkah kakinya lalu menoleh, "Ya? Ada apa, Litzi?"

"Saputangannya? Kemana kau kan membawanya?" tanya Litzi.

"Kau akan menerimanya dalam keadaan bersih," kata Rex lalu melenggang pergi.

"Hey, tunggu! Apa maksudmu?"

Rex tidak menggubrisnya. Litzi menghela nafas pelan, membiarkan pria tampan itu pergi. Rex segera kembali dengan membawakan makan siang untuk Litzi. Litzi sudah bilang untuk tidak perlu melakukan itu, ia bisa turun ke ruang makan, namun Rex memaksanya. Selain Litzi harus beradaptasi dengan lingkungan barunya, ia juga dituntut untuk terbiasa dengan seorang Rexford Mackenzie.

Meski Rex sudah pergi, aroma maskulinnya masih tertinggal di kamar itu. Pasti farfum yang dimilikinya sangat mahal dan khusus untuknya, pikir Litzi saat itu. Sebab baru kali ini Litzi menghirup aroma maskulin yang terkesan berbeda, memabukan hingga menghipnotisnya. Sebenarnya bukan hanya Litzi, siapapun yang menghirupnya. Terlebih wanita yang mencium aroma tubuhnya yang maskulin itu, jiwa mereka seakan berada di dunia fantasi. Farfum yang dikenakan Rex memang beda dari yang lain, dibuat khusus untuknya dan hanya diproduksi satu-satunya di dunia dengan merk berkelas. Siapapun yang mengetahui harga farfum itu, pasti akan tercengang.

Mata Litzi menangkap sebuah jas yang tergeletak di lantai, ia menggelengkan kepalanya heran dengan Rex yang membiarkan jas yang dijahit khusus itu tergeletak dilantai. Gadis remaja itu beranjak dan mengambilnya.

"Keberadaan jas ini, semakin menyebabkan aroma maskulinnya menyeruak disini," gumam Litzi.

Awalnya Litzi hanya iseng menghirup aroma jas itu. Namun aroma itu menusuk jiwanya hingga ia memejamkan mata dan memuaskan diri untuk menghirup aroma maskulin khas itu pada jas milik trillionaire itu. Tanpa Litzi sadari, seutas senyum terukir diwajahnya.

Rex sudah berada di ruang mesin cuci, ia berniat mencuci saputangan kotor itu. Seorang pelayan meminta Tuannya itu untuk memberikan pekerjaan itu padanya, namun Rex bersikeras menolak. Pelayan wanita itu tidak bisa berbuat apa-apa lagi, ia hanya diam memperhatikan Tuannya yang lihai membersihkan saputangan kotor itu. Meskipun Rex orang terkaya sedunia, ia tak jauh dari pekerjaan yang mungkin dimata orang kaya lainnya adalah tugas pelayan.

Meskipun Rex punya 20 lebih pelayan di mansion-nya, terkadang ia melakukan pekerjaan yang seharusnya dilakukan oleh mereka. Terkadang Rex memasak makanan untuknya sendiri, padahal ia punya 2 koki handal di mansion-nya. Terkadang juga Rex berbagi makanan buatannya dengan kedua kokinya dan pelayan lainnya. Terkadang Rex juga mencuci bajunya sendiri jika ia tidak sibuk dengan urusan lain. Terkadang Rex juga mencuci mobil sport-nya sendiri, tanpa bantuan pelayan bahkan menolak bantuan pelayan. Jika kolam renang terdapat dedaunan-dedaunan, ia tak enggan membersihkannya sendiri.

DIRTY BABY [Rexford Mackenzie]Where stories live. Discover now