"Semalam teriakanmu cukup keras. Kau membuatku begitu cemas dan takut," ucap Rex.

Litzi menunduk sesaat lalu kembali menatap Rex, raut wajah pria itu serius sekali. Litzi memperingati dirinya sendiri untuk tidak percaya dengan kata-kata manis ataupun ucapan dari orang yang baru dikenalnya. Gadis itu mencari-cari sebuah kebohongan, setidaknya candaan di kedua mata Rex, namun ia tak menemukannya. Hanya keseriusan.

"Kau mencari sesuatu?" tanya Rex, "Jangan berpikir buruk tentangku," tambahnya.

Litzi lantas tercekat, ia lupa bila pria di depannya memiliki kepekaan yang tidak dimengerti. Apa yang Rex tebak, yang Rex ucap, selalu tepat persis dipikirannya.

"Pasti dalam hati kau bertanya tentang kepekaanku," kata Rex.

"Apa kau punya kemampuan membaca pikiran orang lain, Mr. Rex?" tanya Litzi.

Rex tersenyum, "Tepat sekali."

"Jadi benar?" Litzi cukup terkejut.

Rex tertawa pelan, "Bukan. Bukan itu maksudku. Ya tepat sekali, dugaanku benar jika kau memang memikirkan hal itu."

"Bicaramu berbelit-belit," ketus Litzi.

"Lebih dari itu," balas Rex dengan tersenyum miring, "Pikiranmu akan berputar-putar karena ketidak pengertianmu mengenai diriku," tambahnya.

"Kau memang sulit dimengerti," timpal Litzi, mengungkapkan apa yang menjadi beban pikirannya.

Tiba-tiba saja Rex mendekat ke arah wajahnya. Perasaan Litzi sudah tidak enak saja, tubuhnya serasa beku, ia sendiri merasa aneh. Yang bisa ia lakukan adalah memejamkan mata. Ia merasakan deru nafas yang lembut di leher kirinya.

"Perlahan-lahan. Ikuti saja alurnya. Kau.. pasti akan mengerti," bisik Rex.

Teka-teki lagi? ucap Litzi dalam hati.

Litzi membuka matanya saat Rex kembali menjauh. Ia pikir Rex akan menciumnya, tapi dugaannya salah. Pikiran nakal Litzi muncul semenjak pria itu mendekat padanya, ditambah penampilannya yang bertelanjang dada.

"Banyak yang berpikir aku memiliki kemampuan membaca pikiran orang-orang disekitarku. Namun sebenarnya itu tidak benar. Inilah kejeniusanku, Tuhan memberiku kepekaan yang kuat," papar Rex.

Litzi mengernyit, "Tetapi bagaimana mungkin? Tebakanmu selalu tepat."

Rex tersenyum, "Aku bisa menebak dengan melihat raut wajah dan nada bicara seseorang."

"Tapi dia bisa saja tidak mengaku sesuai apa yang kau tebak," balas Litzi.

Rex tersenyum miring, "Selama ini tebakanku tidak pernah meleset, sedikit pun. Dia bisa mengelak, memanipulasiku, tapi sesungguhnya itu cuma sia-sia. Jika itu hal yang sepele, aku abaikan. Tapi jika itu hal yang penting atau berat, aku akan.. ber.tin.dak."

Litzi membatin, Kenapa aku merasa dia menyindirku ya?

Tatapan Rex berubah tajam.

"Jangan pernah meremehkanku," desis Rex.

Litzi meneguk salivanya.

"Jangan pernah memanipulasiku," desis Rex lagi.

Litzi terdiam.

"Itu bisa jadi boomerang untuk dirimu sendiri," desis Rex yang ketiga kalinya.

Litzi tercekat. Pria itu beranjak, namun tiba-tiba saja ia menerjang tubuh Litzi. Jarak keduanya hanya beberapa sentimeter saja, mereka bisa saling merasakan deru nafas yang menyapu wajah keduanya. Jantung Litzi berpacu cepat, tak karuan. Ia merasakan kedua tangannya tercekal kuat, Rex mencekal kedua tangannya.

DIRTY BABY [Rexford Mackenzie]Where stories live. Discover now