13. I always think about it

1.3K 149 6
                                    

Pemakaman Ayah berjalan lancar, bahkan Ibu sudah tak terlihat sedih lagi, ia berusaha tersenyum walau aku tahu senyum itu sedikit dipaksakan, aku dan Abby? tentu saja kita menangis.

Sejak sebelum pemakaman hingga selesai, aku sedikit menjaga jarak dari Harry, bukan niatku benar - benar ingin menjauh darinya, namun perkataanya membuatku sangat terkejut, apa maksudnya Harry berkata jika aku harus jadi kekasihnya?

Yeah, kalau niatnya dari awal seperti itu, kenapa dia tidak mencoba cara romantis? aku belum pernah merasakan keromantisan dari lelaki, aku malu mengakui itu. Jika saja ia menyatakannya dengan cara romantiskan aku jadi punya satu sejarah dihidupku, yaitu. Sudah merasakan keromantisan dari seorang pria.

Aku merentangkan tanganku keatas, dan mulai beraktivitas membantu Ibu membereskan rumah, karena tamu sedari tadi terus berdatangan. Harry? aku tidak tahu dimana makhluk keriting itu berada, biarkan sajalah, mungkin dia sedang menjelma menjadi seekor kelinci. Aku bahkan tak percaya jika William mennyuruhnya untuk mengatakan aku harus jadi kekasih anaknya, itu pasti hanya akalannya, dia ingin mempermainkan aku.

"Carol..." suara yang tak asing lagi ditelingaku, jadi aku tidak terkejut, aku membalikkan tubuhku dan ternyata dia membawa Ayah dan Ibu tercintanya.

"Hi, William, Anne" kataku ramah, namun agak sedikit canggung, aku tak membalas sapaan si keriting menjengkelkan itu,  akan sangat memakan waktu.  "Carol, tenyata kau anak dari Bruce? aku... aku sangat tak menyangka, bahkan aku tak menyadari jika margamu sama dengannya, aku sangat berbela sungkawa, dia adalah sahabat sejatiku, Carol" mataku membulat sempurna, darimana dia tahu?!

ia memelukku erat "aku mengetahuinya dari Harry, Harry bilang jika Ayahmu meninggal, lalu sejak aku sampai dan melihat - lihat foto yang terpajang di dinding, aku terkejut, ternyata kau anak dari sahabatku" Aku tak tahu harus berkata apa lagi. Ku tatap Harry agar menghentikan pelukan Ayahnya ini, Harry memutar bola matanya dan menarik William menjauh dariku.

"Aku ingin bertemu Ibumu, Carol" aku menghembuskan nafas berat, sulit dipungkiri, Ayah Harry menangis, William menangis. Bagaimana pertemanan Ayah dan William dulu?

"Ada didalam, perlu kuantar?" tanyaku pelan "tak perlu..." "aku turut berduka cita sayang," Anne memelukku sebentar lalu tersenyum kecut dan menyusul William.

Kini, tinggal aku dan Harry. Aku berlaga sedang tidak ada siapapun, aku menghiraukan dirinya "kau terus mendiami Aku Carol, lupakanlah ucapanku semalam" katanya kesal, aku menatapnya dengan menaikkan kedua alisku dan bibir yang aku majukan.

"Aku memang sedang tidak ingin melihat wajahmu" kataku jujur, wajahnya berubah drastis lalu ia mengusap wajahnya kasar "baiklah, dengar Carol . kau harus tahu, jika sekarang Alexa sudah tidak berhubungan lagi dengan kekasihnya itu..." aku memutar bola mataku.

"terus apa urusannya denganku? kau ingin kembali lagi padanya? oh... silahkan" saat aku selesai mengatakan itu batinku terus merutukinya "bukan itu... Tapi, aku benci, ia kembali mengejarku." ergh! pria ini! menghadapi medusa saja tidak bisa.

"Ya, jangan kau dekati balik, apa susahnya?" kataku acuh dan mulai menyapu kembali lantai "aku serius Carol," dia pikir aku tak serius dengan ucapanku? apa perlu aku potong hidungnya itu? "kau pikir aku tidak serius? aku juga serius sialan! kenapa kau selalu memancing emosiku? kau tahu Ayahku baru saja meninggal dan kau sekarang bertindak menjengkelkan!" geramku melempar sapu kearahnya.

"hey... hey... kenapa kau jadi ketus seperti itu? Aku bahkan sama sekali tidak memancing emosimu"

"tidak, karena kau tidak merasa" aku memutar mataku kesal "Car---"

"SHUT UP!" gertakku "jangan menggertakku Carol! aku tak suka digertak!" ia menatapku tajam dengan alis yang saling bertautan, oh dia ingin mencoba gulat denganku? Tangannya ia simpan dipinggulnya, ia berjalan mendekat kearahku. aku juga kembali memelototinya.

"Kau ingin mencoba gulat denganku?" ancamku padanya, namun dia tetap menatapku dengan rahang yang mengeras, oh gawat, dia benar - benar marah. help me! i'm scared.

"Ayo, kita gulat diranjang" aku membelalakkan mataku dan ia menyeringai nakal "apa maksudmu?!" aku tak sengaja memukul kepalanya dengan gagang sapu dan ia mengaduh kesakitan, aku terkejut dan kemudian berlari "ah sialan kau Carol!" ia mengejarku, dan aku bersembunyi dibalik pintu kamarku, benar - benar dakocan itu.

"ah aku tahu dimana kau, karena aku menciumnya" aku menggigit bibir bawahku agar tidak bersuara, dan menutup mataku "Kena kau!" ia menarikku sehingga aku menabrak tubuhnya, ia lalu menutup pintu kamar. "Harry!" geramku.

"ayo kita gulat" dasar gila! ia mendorongku ke ranjang dan segera menindih pahaku "Tenang saja Carol," tenang - tenang bagaimana aku bisa tenang jika ia menyeringai menakutkan seperti itu?

"Ahh Carol" ia menyondongkan tubuhnya ke atasku "Ish, Harry apaan sih kau ini? Kau ingin buat aku ketakutan lalu menangis? IYA KAN?" Aku mencubit pipinya dan ia segera menarik tubuhnya menjauh dariku dan berbaring dipinggirku "Kenapa kau mencubitku?! aku tahu aku lucu, tapi jangan sebegitunya" aku tertawa karena ucapannya "seriously? wajah tua sepertimu kau bilang lucu? astaga! Kau butuh kaca Harry Styles" Aku memutar bola mataku.

"Iya iya terserah. umph, Carol..." panggilnya dan aku menoleh kearahnya "what?"
"uhmm... ini lho..."
"apa?" tanyaku dengan suara yang tak sabaran "itu mph..."

"Harry! apasih?" Kenapa dia selalu membuatku jengkel "Bolehkah aku menciummu?" mataku terbelalak, aku menatap mata hijaunya lama, apa - apaan dia ini? kalau ingin mencium kenapa harus bilang - bilang. oh, tentu saja aku terkejut, bagaimana yaa? Harry pernah membuatku menangis waktu itu, dan aku tak mau ia melakukannya lagi "Uhmph..."

"jangan banyak berpikir Carol Chane"

"Kenapa kau ingin menciumku?" Kataku dengan menaikan sebelah alisku, ia terlihat gugup namun ia pandai menutupinya, aku memutar bola mataku dan langsung mencium bibirnya dan melepaskannya lagi namun ia menahan kepalaku, dan memperdalam ciuman kami.

Aku memejamkan mataku, ia merubah posisinya menjadi diatasku dan mulai mengulum bibirku dengan dalam,ia menggigit bibir bawahku dan menariknya membuatku mengerang.

Lidahnya langsung menelusup masuk kedalam mulutku, ciuman kami berubah menjadi agresif, aku menjalankan tanganku untuk mengelus pipinya lalu menarik rambutnya, ciumannya berpindah kerahangku dan menggigitnya membuatku mendesah kecil.

Entah apa yang merasuki diriku saat ini, aku benar - benar menikmatinya tak seperti waktu itu. Tangannya menelusup masuk menyingkap pakaianku dan meremas dadaku "ahh..." Ia menurunkan ciumannya dan menggigit telingaku, demi apapun dia membuatku gila!

"Harrs...hhh" Aku terus mendesah, aku merasakan sesuatu mengeras menusuk pangkal pahaku dan aku mengetahui betul apa itu. Ia menghisap leherku dan terus meremas dadaku kasal, sialnya aku tak memakai bra. jadi ini  mempermudahnya untuk melakukan apa yang dia inginkan, Matanya menggelap saat melihat payudaraku ia segera melahapnya dan desahan demi desahan keluar dari mulutku, ia menyeringai puas dan hampir menggigit putingku.
"Shit!" aku mengumpat.

Ia benar ingin membuatku gila "Ya ampun! my eyes!" Aku membelalakkan mataku dan segera
mendorong tubuh Harry, ia menggeram kesal. Buat apa Abby datang ke kamarku.

"ada apa?"tanyaku padanya "kau dan Harry dipanggil oleh Mom" Aku segera membenarkan pakaianku dan berjalan kearah Abby kemudian berbisik padanya "jangan mengadukan hal yang baru saja kau lihat pada siapapun" Gertakku, lalu menarik tangan Harry.

"Adikmu menyebalkan sama seperti dirimu" cibir Harry dan aku melototinya "aku berkata jujur lho" Aku menarik rambutnya membuatnya mengumpat kasar lagi. "Terserah kau Styles"

"Hey kau jug--"

"SHUT UP!" aku menginjak kakinya dan berlari mendahuluinya.

"Carol, Harry kemarilah" Aku dan Harry segera bergambung dengan mereka "Ada apa?" Tanyaku, aku terkejut saat tiba - tiba saja tangan Harry merangkul bahuku, aku menatapnya tajam tanda jika aku tidak suka "Jadi, kurasa ..."

15+ votes
next

Sweet Creature [Harry Styles]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang