12

509 21 1
                                    

Vannesa Pov

" Maav bu , didepan ada tamu untuk ibu..beliau mengatakan jika beliau adalah calon suami ibu. "

Degg..

Jantung ku rasanya berdegup dengan cepat disaat Siska, receptionist ku datang menghampiri ku diruang pengerjaan gaun ku.

Aku tahu siapa tamu yang dimaksud olehnya. Dan bisa bisanya dia mengaku aku adalah calon suami ku. Berani sekali dia. Pikirku.

Aku yang sedang mengerjakan gaun pengantin pelanggan ku yang akan melakukan fitting dua minggu lagi. Bersama dengan para staff ku tentu saja aku menyelesaikannya agar lebih mudah dan cepat selesai.

Dan disaat aku sedang berkutat dengan payet untuk gaun yang ku kerjakan ini, Siska datang membawa informasi yang membuat ku kehilangan focus pada gaun ku.

Ohhh.. Holy Damn it.

Aku benci saat dia datang dan mengacaukan konsentrasi ku..

Tanpa menghiraukan apa yang dikatakan Siska, aku langsung meninggalkan gaun yang sedang ku kerjakan begitu saja dan melewatinya tanpa berbicara bahkan melihat ke arah Siska.

Dengan air muka yang ku tunjukkan, mungkin Siska dapat menebak apa yang sedang ada dalam pikiran ku saat ini.

Tanpa ku duga saat tiba diruang tamu butik, aku dikejutkan dengan percakapan sengit antara Vina dan Ben, pria yang mengaku sebagai calon suami ku.

Ohh God , apa yang salah dengan ku hari ini..kesalku dalam hati.

Ben yang melihat kehadiran ku pun langsung berdiri dan menghampiri ku dengan senyum yang mampu menaklukkan para wanita diluar sana. Dan itu tak berlaku pada ku.

Disaat yang sama pula ku lihat Vina ikut berdiri, dan yang membuat ku tak kalah terkejut adalah raut wajahnya yang berkesan menuntut sebuah penjelasan.

" Heii beb.." sapanya padaku sambil mencium sebelah pipi ku. Dan aku hanya memutar mata ku jengah dengan tingkahnya.

" Bisakah kau tidak mencium ku sembarang tempat ? " ketusku.

" Bisa , berarti kau tidak lagi menolak ku mencium mu donk ? "

Aku tak menjawab , malah berjalan menjauh darinya dan menghampiri Vina.

" Kau kenapa biarkan dia tetap disini sih?? " bisikku dengan nada datar.

" Ku rasa aku butuh beberapa penjelasan nanti setelah kau berurusan dengan pria datar sepertinya. " kata Vina sinis melirik ku dan Ben.

" Kembalilah keruangan mu Vina, setelah ini aku akan menemui mu. " ucapku datar dan hanya itu yang mampu ku ucapkan saat ini padanya.

Vina menatapku sengit dan melewati ku begitu saja.

Aku menundukkan kepala ku menatap lantai, menutupi rasa kesal yang sudah ku tahan sejak tadi. Hingga aku merasakan tangan besar Ben mengacak rambutku pelan. Tapi dengan cepat aku menepis tangannya dengan kasar.

" Jangan mengacak rambut ku !! aku bukan anak kecil. " teriakku. Dan Ben hanya  terkekeh melihatku meneriakinya.

Aku pun menatapnya dengan pandangan datar yang mungkin tidak bisa diartikannya. Dengan cepat aku menarik tangan kekar Ben untuk masuk ke ruangan ku. Tapi sebelumnya aku menghentikan langkahku sejenak dan melepaskan cengkraman tangan ku dari tangan Ben dan berjalan menuju receptionist.

" Katakan aku tidak ada jika ada yang mencari ku lagi ! " ucapku dingin kepada Siska dan Vivi yang sedang berdiri canggung dibalik meja kebesarannya itu.

" I-iyaa bu.  " jawab mereka bersama dan sedikit tergagap. Karena kali ini lah mereka melihat dan mendengar intonasi ku yang datar.

Ku lihat sekilas Ben menatap ku ngeri, ya mungkin seperti itu pikirku. Karena aku yakin baru saat ini dia mengetahui sisi datar ku.

Wedding DressTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang