-

Suara mesin motor Devan berhenti ketika Fariska akan turun dari motornya.

"Kenapa berhentinya disini terus sih? Rumah lo kan masih disana," dengan dagunya,Devan menunjuk jalanan yang di depannya.

Fariska terkekeh, "Suka – suka gue dong,oh iya. Thanks ya untuk hari ini,gue duluan ya," ia tersenyum lali melambaikan tangan kanannya sebentar kemudian dengan cepat berjalan ke arah rumahnya.

Devan terkekeh menatap tingkah Fariska yang labil itu. Ia menyalakan motornya lagi kemudian memutarkan motornya. Tepat saat ia akan menarik gasnya,matanya menangkap hal yang tak diduganya. Ia melihat Fariz melaju ke arah rumah Fariska,namun hal yang disyukurinya adalah Fariz tidak melihatnya. Ia memutar kepalanya menatap kepergian Fariz dan Tiid.. Fariz mengklakson Fariska yang sedang berjalan.

"Belagu banget pake motor doang! Awas lo ya!" Teriak Fariska yang masih bisa di dengar Devan. Setelah itu Fariska berlari mengejar Fariz yang sudah mendahuluinya.

Devan lagi – lagi terkekeh karena Fariska, "Dasar toa."

Tapi pikirannya kemudian mengingat Fariz yang dikejar Fariska.

Apa tujuan mereka sama? Ah..mungkin mereka tetanggaan. Terus nama mereka mirp gitu,Fariz Fariska. Pantes mereka sedeket itu.

Simpul Devan tak mau ribet.

-

Micell melemparkan tubuhnya sendiri ke atas ranjang berseprai biru dengan gambar doraemon itu. Rasa dingin yang didapatnya tak membuat dirinya merasa sejuk sepulang sekolah. Pipinya memanas sampai berwarna kemerahan layaknya kepiting rebus. Ia memegang kedua pipinya lalu berteriak sekencang mungkin.

Tangan Micell memegang dada kirinya,disanalah jantungnya berada.

"Gila,jantung gue habis marathon kali ya?" ujarnya pada diri sendiri.

"Jadi haus gue," ia duduk di ranjang dan tiga detik kemudian ia bangkit dan berjalan ke meja yang ada di sudut ruangan,disana,terdapat kulkas kecil.

Micell membuka kulkas itu dan mengambil botol air mineral lalu dengan cepat membukanya. Dengan beberapa tegukan saja,air itu tinggal setengah botol.

"Lah,gue haus banget atau apa sih?" Tanyanya sendiri sambil menatap botol itu digenggamannya.

Micell berjalan ke arah meja belajar dan mengambil setangkai bunga dari Fariz tadi. Ia menarik kursi dan duduk sambil terus menatap bunga itu. Botol air mineralnya ditaruh di meja belajarnya bersama setangkai bunga peach itu yang sudah ia masukkan ke dalamnya.

Senyumnya mengembang, "Gue gamau bunga dari lo layu gitu aja."

Suara ketukan pintu kamarnya terdengar tiga kali,membuat Micell mengerucutkan bibirnya.

"Gue masuk ya," Ujar seseorang di balik pintu.

Orang itu mencoba membuka pintu kamar Micell,namun tak bisa. "Anjay..tumben lo kunci. Gue mau masuk curut,buka!" teriak orang itu lagi.

Micell terkekeh pelan lalu ia bangkit membuka pintu untuk sang abang tercintanya ini.

Baru saja Micell membukakan pintunya,abangnya itu langsung masuk ke kamarnya dan merebahkan tubuhnya di atas ranjang Micell. Dan helaan nafas panjang terdengar sampai ketelinga Micell.

"Bang Niko gue yang ganteng,katanya sih ya,gue agak meragukan akan hal itu. Ngapain lo ke kamar gue?" tanya Micell sambil berjalan ke arah meja belajarnya,

"Gue emang ganteng keles,"gerutu Niko yang tak terima. Ya,Niko memang ganteng,dan kegantengannya itu yang membuat dia membuat jurang dan masuk ke dalam jurang itu tanpa tahu bagaimana caranya keluar.

MY TWINМесто, где живут истории. Откройте их для себя