29. Senja dan Cerita Yang Telah Usai

Ξεκινήστε από την αρχή
                                    

"SHIT!" Satu hal yang ingin Jingga lakukan saat ini, melukai dirinya sendiri. "Gimana gue bisa nggak tau... dan kenapa Senja nggak pernah cerita apapun ke gue selama ini." Suaranya melemah.

"Senja itu hebat, Ga. Dia sembunyiin semua rasa sakit yang dia rasain. Lo sering nanya kabar Senja lewat gue yang seringkali gue nggak jawab, kan? Dia sering nggak masuk itu karena penyakitnya lagi kambuh." Gaea tersenyum pahit pada Jingga. "Dan lo tau siapa penyebab Senja menginggal? Itu gue, Ga. Kakaknya Sendiri."

Jingga bungkam seribu bahasa dengan ekspresi herannya. Bukannya ia enggan menjawab, hanya saja ia sedang menunggu kelanjutan cerita Gaea. Jingga tidak pecaya bahwa Gaea adalah penyebab kematian Senja.

"Sebelumnya gue mau cerita, Ga. Pertama kali gue ketemu lo, gue udah suka sama lo, ya meskipun masih suka ala-ala fangirl yang nggak mungkin kesampaian. Tapi setelah kejadian di perpustakaan waktu itu, gue makin jatuh, Ga. Jatuh cinta sama lo. Lo tau, jatuh cinta itu buat semua orang buta akan segalanya. Sampe waktu itu lo anterin gue ke rumah karena nggak ada yang jemput, disitu gue yakin, kalo lo juga suka sama gue. Soal insiden kakak kelas populer yang ada di kantin itu, dimana lo manggil gue, gue pikir lo emang tertarik sama gue."

"Tunggu, lo suka sama gue? Astaga, jangan kira gue baik itu karena punya alasan spesial. Kalo ada siapapun lagi ada diposisi lo waktu nggak ada yang jemput itu, gue pasti anterin. Gue paling nggak suka ngebiarin cewek sendirian dalam kondisi rawan kejahatan."

"Gue nggak tau, Ga. Perasaan gue ngalir gitu aja. Sampai suatu saat, gue liat lo jemput Senja, gue tau lo suka Senja. Saat itu juga... gue ngerasa mati, Ga. Gue marah, gue cemburu, gue benci sama adik gue sendiri. Lagi-lagi dia ngerebut orang yang gue sayang. Dan kalian jadian, nggak perlu gue jelasin gimana sakitnya.

"Malam itu, gue bentak Senja. Gue keluarin semua unek-unek yang mengganjal di hati gue. Dan ternyata itu berefek pada hubungan kalian, lo berdua putus. Itu karena gue, Ga. Gue bingung sampai sekarang, gue ini kakak macam apa?" Gaea memberi jeda, tak terasa air mata meluruh ke pipinya. Jika ada kata yang lebih dari menyesal, Gaea akan memilihnya.

Jingga tidak marah mengetahuinya, marah untuk apa? Semua sudah berlalu, bukan?

"Malam itu tiba, Ga. Saat lo ulang tahun dan kalian balikan. Satu-satunya orang yang ingin menangis waktu kalian bahagia itu gue, Ga. Gue merasa harus lari dari sana, dan ya... gue lari kemanapun yang bisa gue jangkau. Sampai gue ngerasa lutut gue nggak kuat lari lagi, dan hati gue bener-bener hancur nggak kebentuk. Saat itu juga, gue nggak sadar kalo gue ada ditengah jalan raya dan tepat ada mobil yang menghantam gue. Setelah itu gue nggak inget apa-apa lagi.

"Sampai gue bangun disuatu pagi, Papa kasih surat dari Senja, dan saat itu juga dunia gue bener-bener runtuh, Ga. Gue belum sempat jadi kakak yang baik buat Senja." Suara Gaea mengecil, dan saat itu juga ia menangis tersedu-sedu dengan wajah yang ditutupi telapak tangan.

"Senja donorin hatinya buat gue, Ga. Kenapa bukan gue aja yang mati? Kenapa bukan gue yang sakit? Kenapa, Ga?"

Jingga tidak menyangka rangkaian kejadiannya serumit itu, dimana ternyata dirinya lah yang berperan besar dalam rasa sakit Senja. Jingga mengusap wajahnya frustasi. "Seperti yang tadi lo bilang, orang mudah sayang sama Senja di awal pertemuan. Tuhan juga sama, dia sayang Senja, dan ternyata kasih sayang Tuhan lebih besar daripada kasih sayang gue."

"Gue iri sama pohon, Gaea. Kenapa? Meskipun berjuta daunnya jatuh dihempas angin, dia nggak pernah membenci daun maupun angin. Dia tetap berdiri tegak walau sendirian." Jingga menghela napas panjang yang lebih terdengar pasrah.

"Senja emang pergi, tapi setidaknya di puisi gue dia abadi." Jingga tersenyum pada Gaea, tangannya menggenggam kuat buku harian milik Senja.

***

Senja Dan JinggaΌπου ζουν οι ιστορίες. Ανακάλυψε τώρα