25. Sekali Ini Saja

9.5K 736 43
                                    

Sebelumnya, makasih buat nanonanon yang udah emosi di part sebelumnya. Pembaca setia *eeaa apa bgt* dari cerita pertamaku yang gakpernah absen vote dan membanjiri ceritaku dengan komen-komen yang gak selow wkwk. Tengkyuuu.

Berhubung aku on di hp, dedicate nya nanti yaaa pas aku on pc wkwk

***

Bukan hal mengejutkan apabila Senja tidak ada kabar. Sebelumnya juga dia pernah seperti itu dan berujung dengan sikap yang berubah, setidaknya itu yang dipikirkan Jingga. Jingga tidak mengerti lagi sebenarnya apa yang Senja mau, kalau memang tidak cinta, untuk apa diterima? Itu hanya berujung menyesakkan dada.

Jingga tersenyum getir saat mengingat kejadian malam itu, ah tidak tau mengapa hatinya dipenuhi gelenyar asing yang ber-euforia. Apa Senja marah pada Jingga karena ciuman itu? Tetapi mengapa Senja terlihat salah tingkah?

Kalau memang begitu, Jingga merutuki dirinya sendiri yang tidak bisa menahan segala macam godaan pada saat itu.

Kini otak Jingga dipenuhi persepsi-persepsi yang membuatnya pusing sendiri. Senja terlalu rumit untuk ditebak, bagai sebuah rubik persegi yang sulit untuk dipecahkan.

Jingga menatap buku cetak di mejanya dengan malas, sejak Bu Gina menyuruh untuk mengerjakan soal buku cetak sebanyak 5 bab, memang guru itu tidak bisa melihat Jingga senang sedikit saja.

"Ga, udah tau belum?" Bisik Didi dengan hati-hati agar tidak terdengar Bu Gina di depan yang sibuk dengan bukunya sendiri.

Jingga yang sedang duduk bersama Didi, mendekatkan kepalanya pada Didi, lalu menaikkan sebelah alisnya, ia ingin tau apa yang di maksud Didi.

"Si Gaea kecelakaan... "

Jingga mengatupkan mulutnya, mungkin itu alasan Senja tidak ada kabar sejak kemarin.

"Lo tau darimana?"

Didi melihat Bu Gina sejenak, hanya untuk memastikan kondisi sedang terkendali. "Tadi bokapnya dateng ke sekolah. Katanya, si Senja juga masuk ke rumah sakit. Gue sempet bingung kenapa mereka sakitnya barengan." Tutur Didi dengan sangat pelan.

Tenggorokan Jingga serasa tercekat mendengar pernyataan Didi. "Se-Senja?"

Didi mengangguk hebat. "Iya, Ga. Gue aja tadi nguping. Kalo nggak nguping, gue nggak bakal ta--"

"Renaldi!" Terdengar suara menggelegar milik Bu Gina. "Kalau kalian mau ngobrol, silahkan keluar." Bentak Bu Gina dengan tatapan membunuh, membuat Didi dan Jingga menciut.

Mereka langsung berpura-pura membolak balikkan buku cetak itu dengan sibuk, seolah mencari jawaban soal-soal tersebut.

Dalam hati, Jingga khawatir. Perasaan resah, takut dan gemetar menjadi satu. Membuat seluruh tubuh Jingga lemas seketika.

***

"Bang, lo udah tau belum? Senja masuk rumah sakit."

"Iya, bang. Katanya sih di Rumah Sakit Harapan Bangsa."

"Kurang tau gue ruang berapa."

Sejak mendengar kalimat-kalimat tersebut dari adiknya pada jam istirahat tadi, Jingga buru-buru menuju rumah sakit yang diberitahukan Shania. Jingga tidak meminta ijin pada siapapun, karena dia terlalu kalut untuk di cegah saat ini.

Dan kini, Jingga sedang berada di rumah sakit tersebut, dimana ia sudah bertanya pada pusat informasi dimana Senja di rawat. Setelah wanita berpakaian serba putih itu memberitahu Jingga ruang delima 117, Jingga langsung menuju ruangan itu dengan tergesa-gesa.

Senja Dan JinggaWhere stories live. Discover now