14. Hancur Berkeping

10.5K 685 4
                                    

Gaea meninju gulingnya berkali-kali. Ia kesal dengan semuanya, dengan Papanya, dengan Senja, dan dengan Jingga. Papanya yang selalu mengkhawatirkan Senja, Papanya yang akan dengan suka relanya menjual rumah mewah ini hanya demi kesehatan Senja. Tetapi, apa Papanya pernah mengkhawatirkan dirinya seperti beliau mengkhawatirkan Senja? Rasanya tidak mungkin.

Dan Jingga yang menyebalkan, mengapa ia harus bertanya tentang Senja setiap waktu dan tiada hentinya? Asal Jingga tau, telinganya panas dan kepalanya hampir pecah karena mendengar pertanyaan Jingga yang datang berbondong. Alhasil, ia menjawab pertanyaan Jingga dengan seadanya. Ia sengaja tidak memberitahu Jingga tentang kesehatan Senja, jika Jingga sampai tau, Jingga akan sama seperti Papanya. Dan Gaea benci itu!

Memang apa istimewanya Senja? Bahkan ia merasa dirinya mirip Senja, dan mengapa Jingga sangat tergila-gila dengan Senja? Sebelum ada Senja, Jingga sangat perhatian padanya, tidak tanggung-tanggung Jingga mengantarnya hingga rumah karena tidak tega membiarkan seorang gadis menunggu di halte sekolah sendirian. Dan ketika Senja datang, ia tersadar bahwa kegelapan selalu datang setelah senja. Memang benar, kehidupan Gaea tidak seperti sebelumnya, Gaea kehilangan Jingga. Ralat, Gaea kehilangan orang yang ia sayangi untuk yang ketiga kalinya. Mengapa Senja selalu jadi benalu dalam hidupnya?

Yang lebih menyakitkan, ia mengetahui bahwa Senja dan Jingga berpacaran sejak beberapa hari yang lalu. Itu malah membuat perasaan Gaea semakin terguncang. Jika ia di beri permintaan, ia meminta pada Tuhan untuk menghilangkan Senja dari hidupnya.

Senja memang adiknya, namun bagi Gaea, Senja adalah perebut kebahagiaan kakaknya sendiri. Menyakitkan, bukan?

Gaea terus melampiaskan kekesalannya pada gulingnya yang sedaritadi sudah ia tinju dengan sedemikian rupa. Tiba-tiba saja ia mendengar seseorang mengetuk pintu kamarnya, Gaea yang semula terlihat berantakan, ia merapihkan penampilannya terlebih dahulu lalu berteriak, "Masuk." Menyuruh siapapun yang mengetuk pintunya untuk masuk.

Alih-alih kekesalan yang tadinya memuncak, kini semakin bergejolak ketika melihat Senja yang baru saja masuk ke kamarnya. Ternyata Senja yang tadi mengetuk pintunya.

Senja membawa sebuah bingkisan berlabel toko kue terkenal. Itu adalah strawberry cheese cake kesukaan Gaea yang sengaja Senja belikan saat ia ingin membelikan kue untuk Jingga, tetapi kue untuk Jingga sudah ia buang karena terlanjur patah hati. "Ini buat Kak Dita." Ia menaruh bingkisan itu di nakas dekat tempat tidur Gaea. Gaea menatapnya dingin.

Gaea merampas bingkisan itu, lalu membuangnya ke tempat sampah yang ada di kamarnya. Senja terkejut. "Kenapa di buang, Kak? Kakak nggak suka?" Raut wajah Senja terlihat seperti ingin menangis.

Gaea mendekatinya, "buat apa pura-pura baik sama gue? Kalo mau hancurin hidup gue, sekalian aja, nggak usah tanggung-tanggung." Pekik Gaea, seraya melempar tatapan dingin.

Senja bingung atas apa yang di katakan oleh kakaknya. Bukan seperti itu, bukan ia berpura-pura baik. Hanya saja Senja ingin kakaknya tidak bersikap dingin seperti ini, ia ingin sesekali memeluk kakaknya, ia ingin seperti kakak beradik pada umumnya. "A-aku nggak pura-pura baik, Kak. Kalau kakak nggak suka kuenya, aku bisa beli yang lebih enak dan lebih banyak lagi buat Kak Dita." Senja merasa matanya mulai memanas.

Gaea mendecih. "Mau sebanyak apapun lo kasih kue buat gue, nggak bisa buat perasaan gue utuh."

Senja mengernyitkan dahinya. "Maksud kakak?"

Gaea mengepalkan tangannya. "Gue udah pernah bilang, 'kan, lo udah ambil semua hak gue? Iya, lo ambil kasih sayang Papa, lo ambil Mama sampai gue jadi anak piatu, dan sekarang lo ambil Jingga." Gaea berbicara sembari menunjuk wajah Senja. Sedangkan Senja, tidak percaya apakah benar orang yang di depannya ini adalah kakaknya? "Sebelum ada lo, sebelum lo masuk ke hidup Jingga, Jingga masih perhatian sama gue. Sampai gue ngerasa kalau gue udah jatuh cinta sama Jingga. Tapi, setelah lo datang ke hidup Jingga, semuanya berubah. Sekarang setiap ketemu gue, jangankan perhatian, dia malah nanya lo terus dan itu bikin gue muak, Sen. Lo nggak tau seberapa sakitnya hati gue saat adik gue sendiri ngerebut orang yang gue bener-bener suka." Lanjut Gaea. Senja kehabisan kata-kata untuk menyangkal ucapan kakaknya. Hati kecilnya terluka mendengar perkataan kakaknya, bahkan yang lebih sakitnya lagi, kakaknya punya perasaan pada Jingga sejak sebelum ia merasakannya. Senja merasa dirinya adalah adik terburuk di dunia. Pantas saja selama ini kakaknya membenci dirinya, Senja tau bahwa Gaea pasti sangat terluka.

Perlahan, air mata mulai membasahi pelupuk mata Senja dan mulai mengalir ke pipi hingga jatuh ke lantai. "Aku nggak tau kakak suka sama Kak Jingga. Aku kira tindakanku ini nggak berdampak buruk bagi orang terdekatku, dan ternyata aku salah. Aku tau kakak pasti terluka... " lirihnya di sela-sela tangisannya, Senja menunduk tidak kuat untuk menatap kakaknya. "Jika semua yang kulakukan salah, aku janji akan menebus kesalahanku, aku rela memberi kasih sayang Papa ke Kak Dita. Aku ikhlas jika pada akhirnya Kak Jingga sama Kak Dita. Tapi aku nggak bisa bikin Mama balik lagi ke dunia ini." Lanjut Senja.

***

Jingga sangat gusar ketika teleponnya berkali-kali ditolak mentah-mentah oleh Senja. Sebenarnya apa yang terjadi pada Senja? Ia merasa bahwa dirinya tidak bersalah, terakhir bertemu pun tidak berakhir dengan pertengkaran. Di tambah lagi pikirannya berkecamuk atas kedatangan Jane kembali ke hidupnya. Jika terlanjur pergi, mengapa harus kembali? Atau ini adalah salah satu kehendak Tuhan? Atau Tuhan ingin memberitahukan bahwa Senja bukan orang yang tepat, oleh karena itu Tuhan datangkan kembali Jane ke hidupnya. Padahal, jika di pikir kembali, sangat mustahil mengingat Jane tadi benar-benar ada di depannya. Jika saja situasi tadi terjadi saat Jingga belum bertemu Senja, sudah di pastikan ia senang dan memeluk Jane sama eratnya. Hanya saja, situasi sudah sangat berbeda.

Jingga mengetuk-ngetukkan jarinya di kusen jendela kamarnya, lalu ia melihat langit malam yang gelap gulita, bulan pun tak terlihat. Angin malam membelai kulitnya, terasa dingin, sepertinya akan hadirnya hujan lebat malam ini. Bulan saja tertutup oleh awan gelap dan bintang bersembunyi di antara benda-benda langit lainnya.

Dan benar saja, tak lama hujan turun, namun tidak lebat. Jika kau pernah membaca bahwa hujan mampu mengilas kenangan yang telah terjadi, maka itu benar. Jingga jadi teringat akan gadis yang sedang berteduh dengan sepedahnya, gadis itu bermain-main dengan rintik hujan yang menetes dari atap halte. Terlihat jelas bahwa gadis itu terlihat senang, sedangkan Jingga hanya bisa memperhatikannya dengan senyum sumringah. Dan ia tidak menyangka bahwa gadis itu sekarang adalah kekasihnya. Ah iya, memang kekasihnya. Kekasih yang sampai sekarang tak kunjung ada kabar.

Lain halnya dengan Senja, ia menangis sambil memeluk bantal agar suara tangisnya tidak terdengar. Air hujan yang terjatuh di atap menghasilkan suara yang lumayan keras. Baguslah, Senja tidak perlu repot-repot menyembunyikan suara tangisnya.

Jika mengingat ini semua, ingin sekali rasanya bercerita pada Mamanya. Mamanya memang tidak ada di sampingnya, namun ia percaya bahwa Mamanya bisa mendengar seluruh curahannya, dan mungkin Mamanya yang sudah tenang di pangkuan Tuhan bisa memohon langsung pada Tuhan agar Senja di beri petunjuk.

. . . . .

Badai tidak ada apa-apanya di banding ucapan kekesalan seseorang yang sempat terpendam. Dan mengikhlaskan sesuatu yang terlanjur dimiliki itu lebih susah daripada belum memilikinya sama sekali.

- Senja .R

***

Hwaaaa maap atuh apdetnya selalu malem mwehehehehehehehe pengen aja gitu lagi mood nulis Senja dan Jingga. Tapi ini belum mendekati akhir kok, masih di pertengahan lah kira-kira hehehehehe

Meskipun ngetiknya sambil sempet ketiduran, tapi ini bener-bener niat kok hahahahaha jangan lupa vommentnya yaaaaaa xoxo

Senja Dan JinggaTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon