1. Hujan

28.5K 1.7K 70
                                    

"BANG GAGA BANGUN!" Teriak Shania, membuat telinga Jingga berdenyut akibat suara khas nya.

"Apaan sih Shan. Ini masih subuh." Jingga menutup telinganya dengan bantal.

"Subuh pala lu. Ini udah jam 7 bang. Mama udah ngomel noh di bawah."

Jingga membelalakkan matanya. Sungguh Jingga benar-benar terlambat. Sekolah sudah masuk dari 15 menit yang lalu.

Ah memang biasanya juga Jingga selalu terlambat.

"Yaudah gue mau mandi. Lu mau ikut gue mandi?" Jingga memang senang sekali meledek adik centilnya ini. Jingga bangun dari tampat tidur nyamannya.

"Najis bang. Jijik banget elah lu." Shania mendorongnya lalu pergi dan membanting pintu kamar Jingga dengan kasar.

Adik yang tidak sopan.

Jingga sudah rapih memakai seragam khas SMA dengan kemeja putih yang dikeluarkan dan dua kancing yang terbuka di atasnya memperlihatkan kaus putih yang dikenakannya. Seragam Jingga tidak ada badge nama ataupun logo sekolah. Di sekolah Jingga sudah kebal dengan ocehan guru-guru.

Jingga memandang dirinya di pantulan cermin. Merasa sudah tampan bin ganteng, Jingga pun langsung turun ke lantai bawah.

Ini dulunya adalah rumah keluarga Tania, tapi papa Tania memberikannya pada Tania sebagai hadiah. Karena Tania sangat mencintai rumah ini. Ah lebih tepatnya rumah pohon yang ada di taman belakang rumah.

"Pagi Mama. Cantik banget sih elah. Bikin anaknya lupa diri." Jingga merayu Tania seperti biasa.

"Heh siapa suruh godain istri orang?" Sungut Mario. Sirik saja Mario ini.

"Jadi Mama istri orang, bukan istri Papa?"

"Kamu ini anak Papa atau anak om Kemal sih? Nyebelinnya minta disembelih." Mario selalu saja mengatakan Jingga adalah anak Kemal.

"Yo! Jaga bicaranya." Ujar Tania seraya menyiapkan sarapan.

"Gaga cinta Mama. Selamanya." Jingga memeluk Tania dan di sudut sana ada Mario yang sedang mendengus kesal. "Papa cemburu. Oy. Cemburu buta." Jingga bernyanyi sambil meledek Mario. Ah sungguh menyenangkan.

"Cepetan makan. Kamu udah telat tuh. Untung ada Fero jadi Shania gak terlambat gara-gara nunggu kamu." Tukas Tania.

"Fero anaknya om Ghe?" Tanya Jingga.

"Iyalah. Yakali anak gue." Sambung Mario.

Punya Papa yang kebelet gaul ya emang gitu.

"Tuh Ma denger. Papa punya anak lagi."

"Berisik ya kamu." Sungut Mario.

***

Jingga melajukan motornya dengan kecepatan di atas rata-rata. Ini hampir jam 8 dan Jingga masih di jalan. Bisa dicabik-cabik lah Jingga oleh si Bu Reka.

Byurrrr.

Hujan turun sangat deras membuat sekujur tubuh Jingga basah. Iya, basah. Untung saja Jingga memakai jaket kulit, jadi bajunya tidak terlalu basah ya meski celana yang ia kenakan sudah basah. Jingga memilih untuk berteduh di halte dekat supermarket.

Jingga sadar bahwa ia tidak sendiri. Ada gadis di sebelahnya dengan sepedah dan sekantung belanjaan. Gadis itu sedang berdiri sambil bermain dengan rintik hujan yang menetes dari atap halte.

Sesekali gadis itu tertawa. Jingga bingung, padahal tidak ada yang lucu. Gadis itu menengadahkan kepalanya entah menatap apa.

Ia menyadari kehadiran Jingga dan menoleh ke arahnya.

Senja Dan JinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang