4. Suatu Tempat

14.8K 865 5
                                    

Ujian Kenaikan Kelas saat ini sedang berlangsung. Ruang 17 menjadi sangat sunyi ketika pengawas mengedarkan pandangannya.

"Ga, jangan pelit nih sama yang belakang." Karel berbisik dan mencolek punggung Jingga dengan ujung pensil miliknya.

"HAH? NOMER BERAPA REL?" Jingga sengaja melantangkan suaranya. Karel menggertakkan giginya. "Anjir lu, Ga." Umpatnya.

"Ada apa, Jingga?" Tanya pengawas ujian.

"Ah itu Bu, biasa. Bisnis para remaja." Ucap Jingga ngelantur. Bu Intan, selaku pengawas ruang itu hanya menggelengkan kepala melihat anak satu ini.

Bel berbunyi, mau tidak mau peserta ujian kenaikan kelas harus menyerahkan hasil kerjanya pada pengawas dan meninggalkan ruangan.

Jingga, Juna dan Karel berjalan dengan santai menuju ruang Didi. Hanya Didi yang ada di ruang berbeda. Ah ternyata panjang umur, itu Didi yang sedang berjalan dengan jus mangga yang diminumnya. Itu adalah jus hasil palak adik kelas, berhubung gang mereka sangat populer di sekolah, tidak ada yang membantah perkataannya. Apalagi jika mereka menghadapi Jingga, tanpa Jingga meminta pasti mereka sudah memberikannya tanpa berkata 'tapi'.

Memang ada untungnya menjadi anak populer di lingkungan sekolah. Semua terasa mudah. Berbeda jika kau menjadi rakyat jelata di sekolah, mereka bukan hanya menindasmu, bahkan tak jarang mereka merasa baru pertama kali bertemu denganmu. Karena terlalu invisible.

"Anjrit. Tadi LJK gue hampir di robek si tua bangka! Asli gue kesel sama si Bambang." Didi melampiaskan kekesalannya pada teman-temannya itu.

"Kenapa lagi? Ribut lagi lu? Pamali. Dia udah tua, Di." Karel menepuk bahu Didi.

"Asal lo tau ya, dari jaman bokap gue sekolah di sini, tuh guru emang paling di takutin. Lah coba itu dia udah ada selama dua generasi." Sungut Didi sambil merangkul Karel. Mereka sambil berjalan ke kantin.

"Bener tuh kata setan sekolah, konon Pak Bambang itu udah ada sejak nyokap bokap gue sekolah di sini. Gila gak tuh." Jingga membenarkan perkataan Didi.

Mereka duduk di tempat yang biasa mereka tempati. Di sekolahnya, hanya ada satu kantin untuk seluruh siswa.

"Liat tuh, si Adriana lagi jalan ke sini." Juna seperti melakukan siaga satu. Adriana adalah wakil ketua OSIS SMA TG dan mantan teman sekelas Jane. Ia di karuniai paras cantik dengan kemolekan tubuhnya.

"Paling mau cari perhatian lo, Ga." Tanggap Karel dengan masa bodo. Dan satu lagi, Adriana adalah penggemar berat Jingga. "Suka gak inget umur. Naksir sama brondong." Karel menggidikkan bahunya.

"Lo mah gak bersyukur Ga, disuguhin yang cantik dan montok gitu gak mau. Kalo gue sih, udah gue keceng Ga!" Didi memperhatikan Adriana dengan mata berbinar.

"Ambil Di, ikhlas gua ridho lillahi ta'ala." Jawab Jingga sekenanya.

"Hai Gaga. Makin hari makin unyu aja sih. Bingung gue, lo dikasih makan apaan sama nyokap lo?" Adriana mencubit pipi Jingga dengan gemas, Jingga muak sekali mendapat perlakuan seperti itu. Memang boleh di akui, Adriana itu cantik. Tetapi dandanannya lebih mirip tante girang. Hih. Sampai merinding Jingga dibuatnya.

"Alhamdulillah dikasih makanan bergizi dan imunisasi." Celetuk Jingga. Tawa Karel, Juna dan Didi meledak. Jingga melihat Gaea yang sedang memperhatikannya sedari tadi. Gaea memang diam-diam selalu memperhatikannya. "Gaea, sini!!!" Jingga menyuruh Gaea untuk bergabung, Adriana menatapnya heran.

"Ada apa, Ga?" Gaea gugup sekali karena ada Adriana di samping Jingga yang sedang menggelendotinya.

"Gak apa-apa kok. Sini aja duduk. Keliatannya lo lagi kebingungan." Karel dan yang lainnya menatap Jingga dengan heran. Bahwasanya ini semua di luar nalar teman-temannya.

Senja Dan JinggaWhere stories live. Discover now