15. Terlalu Rumit

10.4K 770 23
                                    

Nata membuka pintu mobil depan, tepatnya di samping pengemudi, itu adalah kursi favorit Senja dan Senja yang selalu duduk di sana. Saat ini Nata akan mengantarkan putri-putrinya ke sekolah. Iya, hari ini Senja memulai aktivitasnya kembali. Namun ketika Nata mempersilahkan Senja untuk duduk di depan, Senja menggeleng. "Tidak, Pa. Aku sedang ingin duduk di kursi penumpang... " dustanya, ia sengaja berbohong agar kakaknya itu bisa duduk di samping Papanya. Agar Gaea tau, bahwa Nata menyayangi mereka, bukan hanya Senja.

Nata mengernyit bingung, namun ia tidak ingin ambil pusing.

Setelah sampai mengantarkan kedua putrinya dengan selamat hingga sekolah, Nata melanjutkan perjalanannya menuju kantor miliknya, yang sebenarnya adalah milik Ayahnya. Nata dinyatakan sebagai penerus Ayahnya, karena ia anak lelaki satu-satunya.

Dan sejak sarapan pagi hingga sekarang menginjak lapangan sekolah, Senja dan Gaea masih terdiam. Entah Senja yang bingung ingin membuka obrolan singkat, atau Gaea yang masih marah dengan Senja? Semua terasa memusingkan bagi Senja, tentang Jingga, tentang wanita yang mencium pacarnya, dan tentang amarah kakaknya. Baru kali ini ia merasakan indahnya jatuh cinta, dan di saat yang bersamaan ia pun merasakan sakitnya.

Gaea dan Senja berpisah di koridor pertama, Senja menuju kelasnya seorang diri. Biasanya, Jingga dengan senang hati akan mengantarkannya dan melakukan hal bodoh saat di jalan seperti ini. Duh, lagi-lagi Jingga. Kapan sih otaknya tidak memproyeksi gambaran tentang Jingga? Senja lelah bila seharian selalu memikirkan Jingga yang sebenarnya tidak tau memikirkannya juga atau tidak.

Senja terkejut ketika mendapati Jingga berdiri di depan kelasnya. Ia harus bagaiman? Memarahi Jingga atau bersikap seperti tidak tau apa-apa? Meskipun polos, namun Senja tidak bodoh.

Akhirnya, Senja memutuskan untuk tetap berjalan seperti biasa, pura-pura tidak menyadari kehadiran Jingga di sana. Namun saat melewati Jingga, Jingga menahan pergelangan tangannya hingga Senja terpaksa harus berhenti. Sial. Padahal malas sekali harus bertatap muka dengan Jingga.

Bak menemukan harta karun yang selama ini dicarinya, mata Jingga berbinar sempurna. "Senja... " ucapnya dengan suara pelan.

Mau tidak mau, Senja terpaksa menatapnya. Masalahnya, setiap kali menatap wajah Jingga, yang ada malah membuat perasaannya berbunga-bunga. "Ada apa?" Mengingat kejadian kemarin, membuat Senja ingin sekali menampar pipi mulus Jingga.

Sedangkan Jingga terkejut. Menghilang selama hampir 4 hari dan setelah baru bertemu hanya bilang 'ada apa?' Memang jika rindu harus ada alasan apa-apa? Ampun deh Senja ini, paling sukses bikin Jingga uring-uringan nggak jelas.

"Kamu kemana aja? Saya hampir mati kelaparan nunggu kabar dari kamu."

"..."

"Saya rindu. Empat hari kamu menghilang nggak ada kabar sama sekali."

"..."

"Saya tanya Gaea, dia nggak pernah jawab dengan jelas."

Kakak nggak akan jawab pertanyaanmu, karena kakak suka kamu. Batin Senja.

"..."

"Kamu baik-baik aja?"

Aku nggak baik-baik aja, Kak Jingga. Semua terasa begitu memusingkan. Kemarin cinta terasa sesederhana aku jatuh hati, namun sekarang cinta terasa begitu rumit. Senja mendesah frustrasi. "Aku baik-baik aja." Ya, Senja berbohong. Habisnya, harus apa lagi?

Senja berusaha menatap Jingga biasa saja, "aku harus masuk, mau tanya tugas." Diam-diam Senja mengutuk mulutnya, mengapa kata-kata itu yang keluar? Senja tersadar bahwa ia harus menjauhi Jingga. Sejauh-jauhnya.

Senja Dan JinggaWhere stories live. Discover now