0.8 [REVISI]

4.4K 279 5
                                    

-Revisi Done-

Serius, bikin konflik keluarga itu susah yee.

Enjoy!

***

"Ve?" tanya seseorang dari balik pintu kamar Venus. Venus mengalihkan pandangannya dari laptop dan melihat siapa yang memanggilnya. Venus tidak perduli dengan orang itu dan melanjutkan kegiatannya.

"Kok dicuekin sih gua? Jahat banget. Gak tau apa kakak lu tersayang ini baru diputusin." Galih melangkah masuk ke kamar Venus dan berbaring disamping Venus yang masih fokus dengan laptopnya.

"Ngapain sih? Gua dicuekin mulu." Gerutu Galih sembari melihat laptop Venus. " Ck! Si Edward lagi. Gak bosen apa lu sama makhluk penghisap darah itu?"

"Gak lah! Orang dia ganteng. Mau nonton berapa puluh kali juga gak bakal bosen." Jawab Venus yang akhirnya bersuara.

"Ve."

"Hm."

"Ve."

"Hm."

"Jawab kek! Jangan Hm-hman doang, serasa ngomong sama orang bisu tau gak?" gerutu Galih.

"Apaan sih. Ganggu orang tau."

"Gua abis diputusin. Masa si Kanya bilang, gua ini terlalu baik, gua ini terlalu sayang sama dia. Alah bullshit!. Selama gua pacaran ama dia, siapa yang sering banget ketauan selingkuh? Dia Ve! Dan gua? Gua tetep setia dan terima semua penjelasannya. Tapi dia mutusin gua dengan alasan gak berlogika seperti itu? Hell!" curhat Galih. Galih menghembuskan napasnya, melampiaskan semua kekesalannya pada bantal yang sudah ia tinju dari tadi.

"Sekali jalang tetep jalang." Lanjutnya.

"Lunya aja yang bego, udah diselingkuhin masih sabra, goblok namanya!"

"Apa lu bilang? Jalang? Alhamdulillah,akhirnya kakakku sadar. Hahaha."

Galih yang mendengar itu hanya menghembuskan napas frustasinya. Mereka berdua kini tidak ada yang bersuara, kamar itu hanya diisi oleh suara percakapan Edward dan Bella dari laptop Venus.

Cukup lama keadaan hening seperti ini, hingga Galih teringat sesuatu. "Ve, lu masih gak mau maafin kak Rina?"

Venus tidak menggapi dan tetap fokus dengan laptopnya.

"Ini kenapa adegannya dibuat dramatis sih anjir! Si Bela lari-larian itu buat ngejar Edward biar gak bunuh diri aja dibuat dramatis kek gitu," Venus sepertinya sedang mengalihkan pembicaraan.

"Ve, emang gak cukup waktu lima tahun buat lu maafin dia? Gitu-gitu juga dia kakak lu, kakak gua, kakak kita."

"Kakak? Kakak kok bisa-bisanya rebut pacar adeknya sendiri, lucu." Venus tertawa miris. Galih lagi-lagi menghela napas menghadapi adik satu-satunya itu.

"Keluarga yang paling bener emang cuman keluarga Cullen doang ya," lanjutnya lagi.

"Gua juga gak mau kita gini. Keluarga kita yang bahagia tiba-tiba harus jadi kaya neraka gini. Ck! Persetan sama semua kesalahan kak Rina, seenggaknya gua mohon, jangan selalu ngelawan sama Papah."

"Gua gak benci ama Papah. Cuman kesel sama sikap dia yang otoriter dan selalu menyamakan gua dengan anak kesayangannya yang udah rusak itu." Jawab Venus.

"Papah enggak gitu Ve. Dia cuman kecewa sama kak Rina, dia cuman--

"Gua bukan kak Rina." Ucap Venus dengan segala penekanan disetiap katanya.

"Dan selamanya gua gak akan mau dijadiin boneka Papah buat berubah seperti anak kesayangannya itu."

Hawa tengang memenuhi kamar bernuansa orange itu, sampai ketukan di pintu terdengar.

"Ve, Galih, makan dulu." Ajak Mamah-Dewi- mereka.

Venus dan Galih mengangguk, mereka turun ke bawah dengan perasaan yang sulit diterjemahkan.

Di meja makan, keadaannya selalu seperti ini. Tengang, dan sepi.

"Ve, kamu masih—

"Mau Papah sebenernya itu apa? Kalau Papah minta aku berubah jadi kak Rina, maaf aku gak bisa. Ini Venus dengan semua kekurangannya. Kalau dulu aku pernah bilang mau kaya kak Rina itu cuman angan-angan anak kecil, enggak sebelum kak Rina ngerusak semuanya." Ucap Venus dengan lirih. Menahan semua tangis yang ada.

Venus menghela napas, lagi dan lagi. "Kalau Papah mau aku jadi anak penurut kaya kak Rina, pinter, kebanggan, dan lain-lain, maaf pah, aku gak bisa. Jadi, aku mohon jangan menyamakan aku dengan kak Rina lagi, kita beda, benar-benar beda. Aku gak sudi kalau harus disamakan apalagi harus berubah jadi perempuan sekotor kak Rina." Kini Venus tidak bisa menahan tangisnya. Papahnya pun terlihat sedang mengontrol emosinya karena dadanya yang naik turun.

"Jangan pernah sebut kakak kamu itu kotor, Venus!" bentak Adrian.

"Bahkan setelah semua ini, Papah masih menganggap hal yang dia lakukan itu benar bukan? Hamil di luar nikah? Seriously? Gak kotor? Papah doang emang yang beda."

"Venus! Kamu gak ngerti—

"Apa yang aku gak ngerti, pah? Saat kak Rina hamil diluar nikah? Aku masih ngertiin, masih mencoba maafin kesalahan dia, tapi apa saat aku harus terima kenyataan kalau cowok yang ngehamilin kak Rina itu Satria? Pacar aku sendiri? Aku ngerti semua itu! Walaupun aku masih kelas dua SMP. Kurang kotor apalagi kak Rina? Menikah dengan orang yang tiga tahun lebih muda dari dia? Dengan anak yang diluar nikah? Aku gak mau jadi kak Rina, aku mau jadi diriku sendiri."

Venus yang tidak tahan itupun memilih pergi dari rumah dan menelepon Silvi. "Vi, jemput gua dong ditaman deket rumah, gua mau nginep dirumah lu." Ucap Venus yang sedang berjalan menuju taman depan komplek.

"Eh? Yaudah bentar, sabar yaa." Sambungan terputus. Venus yang sudah berada di taman komplek pun memilih diam memperhatikan anak-anak kecil bermain. Biasanya, saat sore seperti ini banyak anak-anak kecil bermain ayunan atau orang pacaran, apalagi sekarang malam minggu.

Tak lama, ada seseorang yang duduk disebelahnya. Saat Venus menengok, dia melihat sosok makhluk astral yang mengesalkan. "Tadi kata Silvi lu minta dijemput? Ayo buruan, gua masih laper."

Venus diam, dia tidak mengerti dengan ini, entahlah otaknya kini sedang lama memproses sesuatu. "Kok lu?"

"Tadi gua ama Kejora lagi maen dirumah Silvi, terus lu nelpon, dan gua yang disuruh jemput—

Mars melihat Venus. Gadis itu habis menangis. "Lu kenapa?" tanyanya.

Venus menggeleng. "Ayo, katanya lo laper tadi," Venus melangkahkan kakinya terlebih dahulu.

Mars menangkap tangan Venus mencegah gaids itu untuk pergi lebih dulu. "Siapa yang bikin lu nangis?" tanyanya dengan nada datar.

Ini aneh. Mereka baru kenal dan tidak pernah akur. Tapi kenapa Mars gak suka lihat mata Venus basah seperti itu?

Venus menghela napasnya. "Ini masalah keluarga, Mars. Jadi ayo, keburu malem banget."

Keluarga?

Tidak ada cara lain bukan? Keluarga bukan hal yang bisa Mars lewati, setidaknya belum. Lagipula, siapa dirinya?

Tidak melanjutkan percakapan, Mars dan Venus memilih pergi ke rumah Silvi yang hanya beda satu komplek dengannya.

***

Aku gak ngerti bikin tanda tanda orang jatuh cinta itu gimana...

0.8 Mars and Venus

Revision Done 04 Jan 2020

Thak u! -p-

Mars & Venus [REVISI]Where stories live. Discover now