Part 13 Never Forget Your Old Friend

Почніть із самого початку
                                    

"Iya," jawab Mahessa sambil memakai helm, lalu menyalakan motornya. "Sampai ketemu."

"Hati-hati ya," kataku sambil melambaikan tangan.

Mahessa membalas lambaian tanganku, lalu menghilang dari pandanganku.

Kai berdeham. "Kamu udah makan malam?" tanya Kai.

"Belum," jawabku sambil mengambil ponsel dari dalam tas. Ternyata, baterainya sudah mau habis. Aku terpaksa mematikannya dan mengurungkan niatku untuk mengirim pesan ke Nandini.

"Makan, yuk!" ajak Kai.

"Aku sudah beli makan. Balik dulu ya," kataku sambil berjalan ke kost.

Besoknya, aku dan Nandini makan malam bersama sepulang kantor. Kami memilih makan di rumah makan dekat kostku.

"Tahu enggak, kemarin aku ketemu siapa?" tanyaku sambil memasukkan sambal ke dalam mangkok berisi yamie pangsit. Yah, sambal adalah salah satu guilty pleasure-ku.

"Siapa?" balas Nandini.

"Mahessa," jawabku.

"Mahessa?"

"Itu lho Mahessa idola kamu jaman kuliah."

"Oh, Mahessa yang itu. Ketemu di mana? Masih cakep? Sudah nikah belum? Apa masih tunangan?" tanya Nandini antusias.

"Ketemu di depan rumah Kai. Masih keren. Soal statusnya enggak tahu."

Waktu kuliah, Mahessa punya tunangan yang tinggal di Sulawesi. Aku tidak tahu tepatnya di mana. Orangtua Mahessa adalah orang Jawa yang merantau di Sulawesi. Aku juga tidak tahu bagaimana dia bisa bertunangan. Entah atas kemauan sendiri entah dijodohin. Jadi selama kuliah, cewek-cewek di kampus hanya bisa ngecengin Mahessa karena dia setia sama tunangannya.

"Kamu kan temenan sama dia di Facebook. Lihat dong profilnya!" kata Nandini.

"Ogah."

"Nanya Kai aja."

"Lebih ogah lagi. Kamu nanya aja sendiri kan kamu penasaran," usulku.

"Gimana teman kantormu?" Nandini mengalihkan pembicaraan.

"Manusia-manusia menyebalkan."

"Kamu kan benci semua orang."

"Enggak semua orang. Buktinya kita temenan."

"Bener juga sih. Emang teman kantormu kenapa? Ada WaO?"

"Mereka tuh kebanyakan anak SMP yang terjebak dalam tubuh orang berusia dua puluhan," kataku.

"Kenapa?"

"Orang-orangnya suka kepo dan usil."

"Emang kamu diapain?"

"Selain digosipin sebagai pacar Kai enggak diapa-apain, sih."

"Hm.......... Kayaknya dia boleh juga tuh."

"Dia itu lady killer, jenis cowok yang memikat hati cewek terus mematahkan hatinya. Cowok yang harus dihindari," terangku.

"Oh, ya?" kata Nandini.

"Masalahnya dia enggak perlu ngapa-ngapain cewek-cewek bakal terpesona," ungkapku.

"Termasuk kamu?" goda Nandini.

"Huek," kataku dengan ekspresi pura-pura mau muntah.

"Ih, jorok, kita kan lagi makan," omel Nandini.

"Ye salah sendiri ngomong kayak gitu."

"Terus kenapa kamu nebeng dia setiap hari?"

"Demi penghematan. Lagian kalau bareng dia kan enggak perlu berangkat lebih pagi. Enggak perlu dempet-dempetan di bus dan kena keringat orang lain." Hal yang paling kubenci dari naik angkutan umum adalah ketika penuh dan kita harus bersentuhan dengan orang yang berkeringat. Ew, itu menjijikan.

Love Me If You DareWhere stories live. Discover now