Is This Fate?

1.7K 139 19
                                    

Semuanya telah berakhir. Benar-benar berakhir. Kufikir seiring berjalannya waktu, kenangan itu dengan sendirinya akan terlupakan olehku. Namun ternyata tidak. Kenangan itu masih melekat dalam memori otakku. Sangat-sangat melekat. Bahkan setiap detail dari kenangan itu, aku masih mengingatnya. Kurasa, terlalu banyak waktu yang kulalui bersamanya. Sehingga membutuhkan waktu yang banyak juga untuk melupakan hari-hari bersamanya.

Sembilan tahun bukanlah waktu yang sebentar. Aku hampir gila karena tak bisa melupakan kenangan itu. Bahkan, rasa itu masih tertata rapi di dalam hati. Rasa yang hanya aku simpan untuknya.

Bodoh.

Mungkin itu satu kata yang tepat untuk menggambarkan diriku sembilan tahun terakhir ini. Aku masih mencintainya. Kenangan itu selalu saja hadir setiap malam dalam mimpiku. Wajahnya selalu tergambar dengan jelas dalam fikiranku.

Bagaimana bisa aku masih mencintainya? Sedangkan dia telah meninggalkan luka yang sangat dalam.

Aku bahkan tidak tahu. Apakah dia masih ada rasa untukku atau tidak. Dan apakah dia masih mengingat kenangan itu dengan jelas seperti diriku atau tidak.

Terkadang aku lupa dengan kenyataan. Chanyeol pasti telah bertunangan dengan Nara. Cepat atau lambat, mereka pasti akan menikah dan memiliki anak.

Aku melalui hari-hariku seperti manusia normal lainnya. Setiap pagi aku akan bekerja di Perusahaan Tekstil milik keluargaku.

Menjadi seorang direktur perusahaan memang tidak mudah. Aku bahkan berusaha sangat keras untuk menjadi seorang direktur. Sampai-sampai aku melanjutkan pendidikan di luar negeri. Tepatnya, di negeri Paman Sam. Universitas Harvard.

Aku berjalan dengan tergesa-gesa kearah sebuah lift yang akan segera tertutup.

Siang ini aku akan pergi ke ruang
Presdir yang berada di lantai 5. Karena ada sesuatu yang ingin dibicarakannya denganku.

Setelah mengetuk pintu dan diizinkan masuk, aku segera membuka pintu bercat hitam itu.

"Apa yang ingin kau bicarakan denganku, Presdir Lee?" Tanyaku setelah duduk di sebuah kursi empuk yang beroda.

"Aigoo.. aku bicara denganmu sebagai ayah. Bukan sebagai Presdir."

Aku tertawa kecil. Kemudian akupun menjatuhkan bokongku di atas sofa berwarna putih tulang yang berada di dalam ruangan ini.

"Baiklah, apa yang ingin kau bicarakan denganku Presdir Lee? Maksudku, appa?"

"Begini, nanti malam ada tamu spesial yang akan mengunjungi rumah kita. Jadi, kau harus tampil cantik dan juga anggun. Appa harap, kau tidak ada acara hari ini."

"Sebenarnya nanti malam aku ingin bertemu dengan temanku. Tapi tidak apa-apa. Aku bisa menundanya sampai besok. Memangnya, siapa tamu yang akan datang?"

"Sahabat appa saat SMP. Kebetulan dia mengirim pesan kalau keluarganya baru saja tiba di Korea setelah lama tinggal di negeri orang."

Aku mengangguk paham mendengarnya. Setelah lama menjadi ayah tiriku, baru kali ini aku akan bertemu dengan sahabatnya. Pasti menyenangkan bisa bertemu dengan sahabat yang sudah lama sekali tidak bertemu.

Yah, aku memutuskan untuk berdamai dengan ayah tiriku setelah aku lulus SMA. Ternyata semakin lama aku mengenalnya, aku jadi semakin tahu seperti apa dirinya. Ahjussi sangat baik, perhatian, bertanggung jawab, dan juga sayang padaku dan eomma. Setiap bertemu dengannya, aku merasa seperti anak durhaka. Karena selama ini aku tidak pernah menghormati ataupun menghargai dirinya sebagai seorang ayah.

"Baiklah appa, aku akan bersiap-siap sekarang. Appa jangan terlalu fokus pada pekerjaan. Bersantailah sebentar agar tidak merasa lelah. Kalau begitu, aku pergi. Appa, annyeong." Ucapku. Kemudian aku melangkah keluar dari ruangan ini.

Beautiful Days [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang