Jealous[1]

1.5K 147 12
                                    

Segerombolan murid yang ada di depanku, membuatku menghentikan langkah ketika aku baru saja muncul dari balik dinding perpustakaan.

Mereka saling berbisik satu sama lain yang membuatku mengernyit bingung. Sebenarnya, apa yang tengah mereka lihat?

Aku melangkah maju, mendekat ke arah sekerumunan murid perempuan yang tengah berbisik itu.

"Permisi, kenapa disini ramai sekali?" Tanyaku ramah kepada murid perempuan seusiaku dari kelas 3-1, Jo Eunna.

"Kau tidak tahu? Jaksa Jung datang kemari bersama tiga orang lainnya. Mereka memakai jas dan wajahnya sangat tidak bersahabat." Jawab Eunna. Aku membulatkan mataku ketika mendengar kata 'Jaksa Jung'.

"Pasti ini karena masalah dengan Nam-saem. Kurasa semuanya akan menjadi rumit." Timpal murid perempuan di samping kiri Eunna. Kim Min Jung. Nama yang tertera pada name tag di rompinya.

Tubuhku ikut tergeser ke belakang karena terdorong oleh murid-murid yang hendak menepi sampai diriku terhimpit oleh dinding bercat putih itu.

Saat kujinjitkan kakiku, aku dapat melihat Jaksa Jung Jae Hyun bersama tiga orang lainnya yang tengah berjalan ke arah kami. Kewibawaan yang sangat jelas tergambar hanya dari cara berjalannya saja pun, benar-benar membuat kami yang melihatnya berdecak kagum.

Jika boleh menilai, Jaksa Jung yang kukenal sehari-hari dengan Jaksa Jung yang kulihat saat ini, benar-benar berbeda seratus delapan puluh derajat. Aku seakan tidak mengenalinya saat ia memakai setelan jas mahal itu.

"Samchon!" Seruku dengan spontan saat Jaksa Jung telah berjalan melewati kami. "Ani, maksudku--Jaksa Jung!" Seruku kembali ketika menyadari bahwa aku mendapat tatapan yang mengherankan dari murid-murid ini.

Yah, wajar sajalah. Mereka pasti belum tahu kalau Im Nayeon yang bodoh ini adalah sepupu dari Jung Soojin yang sangat cerdas sekaligus keponakan dari Jaksa Jung yang terkenal itu.

Jaksa Jung dan tiga orang itu pun menghentikan langkahnya saat mendengar seruanku. Kemudian berbalik badan hanya untuk melihat seseorang yang telah memanggilnya.

"Oh, kau Nayeon. Ada apa?"

Aku melirik ke sisi kanan dan kiriku. Well, aku menjadi sorotan mereka semua. Semoga saja mereka tidak membicarakan hal yang tidak-tidak tentangku.

"Kurasa...ini hanya kesalahpahaman." Ucapku dengan keberanian yang kukumpulkan susah payah. "Anda tidak akan...membawa masalah ini kejalur hukum, kan?"

"Kau punya bukti yang menunjukkan bahwa ini hanya kesalahpahaman?"

Aku memutar otak untuk mencari berbagai macam alasan yang tepat agar Jaksa Jung tidak menemui Nam-saem ataupun kepala sekolah. Namun, otakku kali ini tengah buntu.

Jaksa Jung tersenyum ramah padaku. Kemudian melirik ke arah arloji mewah yang melingkar di tangan kirinya.

"Waktuku sudah terbuang sia-sia. Baiklah Im Nayeon, apakah kau mau menunjukkan kepada paman, dimana ruang kepala sekolahnya?"

***

"Aku ingin tahu, apa alasanmu mempercayai Nam-saem? Bukankah seharusnya kau lebih mempercayai Soojin? Selama ini kan, kau selalu mempercayainya." Aku menoleh kearah seorang pria bersurai coklat yang tengah tiduran di samping kananku.

"Molla. Aku hanya mengikuti kata hatiku saja. Entah mengapa, rasanya aku begitu yakin kalau Nam-saem tidak bersalah. Maka dari itu, kita harus segera mencari buktinya." Ucapku. Pria bersurai coklat itu tiba-tiba saja bangkit dan memposisikan dirinya menjadi duduk, yang membuatku sedikit terkejut.

Beautiful Days [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang