"Jinjja?"

"Gomawo, sunbae." Ucapku setelah Lay-sunbae selesai mengikat tali sepatuku. Kemudian akupun kembali menuntun sepeda merah mudaku yang lumayan berat. "Ya..aku bertemu mereka disebuah tempat. Tapi aku lupa nama tempatnya. Sekarang mereka sudah punya band yang menurutku, cukup terkenal."

"Rupanya impian mereka sudah terwujud. Syukurlah."

Karena membicarakan kedua seniorku itu, pembicaraan kamipun jadi terus berlanjut. Kali ini sudah tidak ada lagi kata canggung.

Kami membicarakan banyak hal. Membicarakan soal kegiatan apa saja dan pengalaman apa saja yang dialami setelah lulus dari SMP.

Lay-sunbae menceritakan berbagai kegiatannya dan pengalamannya padaku. Begitupun denganku. Aku juga menceritakan hal yang sama kepadanya. Semuanya. Kecuali, kejadian yang hampir membuatku gila.

***

Aku sudah bersiap-siap tepat sejam sebelum waktu janjianku. Sebelumnya Chanyeol pernah menawarkan diri untuk menjemputku di rumah. Tapi aku lebih memilih untuk langsung bertemu saja di pusat perbelanjaan. Tepatnya, di dekat ruang bioskop.

Langkahku sempat terhenti ketika melihat empat orang pria yang meletakkan sebuah piano besar di ruang keluarga.

Akupun berjalan menghampiri eomma yang berdiri tak jauh dari keempat pria itu.

"Eomma, kau membeli piano baru? Kurasa itu bukan piano lamaku."

"Ne. Eomma membelikanmu piano yang baru. Bagaiamana? Kau suka?"

"Tapi eomma,"

"Eomma hanya ingin kau seperti dulu. Putri eomma yang ceria, yang sangat suka bermain piano. Eomma sangat sedih melihat kau seperti ini. Kau tidak boleh membenci piano hanya karena appa-mu. Kau harus bisa merelakan semuanya, sayang." Eomma menangkup kedua pipiku dan mengusapnya lembut.

Keempat pria itu sudah pergi setelah eomma memberikannya sebuah amplop yang menurutku berisi uang.

Aku memegang kedua tangan eomma yang menangkup kedua pipiku. "Aku tidak pernah membenci piano. Aku hanya membenci kenangan yang ada di dalamnya, setiap kali aku melihat ataupun memainkan piano."

Yah, itulah alasanku melepas piano dan tidak pernah ingin memainkannya lagi meski hanya satu nada. Setidaknya, sampai aku memainkannya lagi bersama Baekhyun.

"Jadi, kau ingin bermain piano lagi?" Tanya eomma.

Aku menurunkan tangannya dari pipiku dan mengangguk. "Tentu saja. Piano adalah hal yang kusukai. Jadi aku pasti akan memainkannya lagi. Gomawo, eomma."

Sebuah senyumanpun terpancar dari wajah eomma setelah aku mengatakan bahwa aku akan bermain piano lagi. Melihat eomma yang tersenyum seperti ini, membuatku ikut tersenyum. Sudah lama sekali aku tidak melihat eomma tersenyum semerekah ini.

Keinginanku untuk kembali memainkan piano memang belum sepenuhnya. Aku hanya ingin mencoba untuk merelakan segalanya. Membiarkan kenangan buruk itu mengalir begitu saja tanpa mengingat setiap batu yang menghambat jalannya. Seperti air sungai.

***

Aku berlari kecil setelah keluar dari lift menuju ruang bioskop. Ujung-ujung bibirku tertarik ketika melihat pria jangkung itu berdiri di dekat pintu masuk ruang bioskop. Aku segera menghampirinya sambil tersenyum dan pria itu juga tersenyum ke arahku.

"Kau sudah lama menunggu?" Tanyaku.

"Ani. Hanya sekitar dua puluh menit. Ayo kita masuk. Aku sudah beli tiketnya."

Beautiful Days [Completed]Where stories live. Discover now