"Tak ada lagi yang tersisa darimu, I!" ujar Jed. "Jadi sekarang, menyerah saja. Apa maksud kode yang diberikan Daxton padamu?"

"Aku tidak tahu, Tuan!"

"Coba-kau-ingat-lagi!" Jed mengeja kalimatnya. "Aku menahan diriku sekarang, Irish. Aku tahu siapa kau, tapi aku tak tahu monster seperti apa yang hidup dalam dirimu hingga kau bisa melakukan ini!"

"Maaf, Tuan!" dia sudah terisak dalam tangisnya.

"Kau tak akan pernah dapat maaf dariku, I. Buat saja ini mudah untukmu. Selamatkan dirimu selagi kau bisa!" Jed menghela nafasnya. "Lihat siapa yang bebas sekarang. Lihat siapa yang paling menderita!"

"Maafkan aku, Tuan. Aku sungguh bodoh!"

"Katakan!" perintah Jed. Dia maju selangkah, diikuti Henry yang selalu waspada.

"Aku tidak tahu, Tuan. Maaf!"

"Ingat lagi, I!" ujar Jed memaksa. "Ingat kotak kaca yang ada hubungannya dengan Daxton, apa saja yang terbuat dari kaca!" bentaknya. "Apa kau ingat? Apa yang ada di rumahnya, kantornya, mobilnya, apapun!" amarah Jed memuncak.

Irish menggeleng, tidak tahu harus menjawab apa.

"Try to remember, Asshole!" Jed maju lagi dan mencengkram besi ranjang Irish. "Try to remember!" bentaknya.

"Jed!" seru Henry.

"Apapun, mobil, brankas, lukisan! Demi Tuhan, Irish!"

"Jed, dia tidak tahu kode itu. Kami sudah menanyainya."

"Apa kau tahu apa yang kualami, I?" bentak Jed. "Sialan! Katakan pada mereka semua hal yang kau tahu! Apa saja! Kau tak akan bebas dari semua ini, I! Kupastikan kau tak akan hidup dengan tenang!"

"Jed!" Henry menarik bahu Jed untuk mundur.

"Maafkan aku Tuan Jed, maaf. Aku sungguh menyesal!"

"Aku akan membunuhmu dengan tanganku sendiri!"

Oke, Henry menganggap ini adalah batasnya. Tak bisa lagi dia biarkan Jed berada di sini sekarang. Dia segera membawa Jed pergi dari sana dan meminta penjagaan diperketat untuk Irish. Jed masih susah menormalkan emosinya bahkan setelah dia keluar dari rumah sakit itu.

"Dia pasti tahu, Henry! Dia pasti tahu kode itu!"

Henry mengangguk "Kami sedang mencobanya, Jed."

"Aku tak mungkin menunggu lama, Henry!" Jed mengusap wajahnya.

"Jed," Henry berdiri di depannya, menunjuk Jed dengan jarinya. "Kau tahu peraturannya. Jangan berjudi dengan ini, dengan anggota terbaikku!"

Jed menelan ludah. Dia harus menahannya lagi di sini. Semuanya.

*

Trevin menghidupkan lampu sign dan menepi. Dia membenarkan letak ponsel di telinganya dan menghela nafas. "Aku bisa menjemput kalian berdua. Kalian dimana?" tanyanya sambil menurunkan kaca mobil.

"Kau mau kita kemana?" tanya Jed. "Thomas masih belum ingin keluar rumah," dia tertawa tak lama kemudian.

"Ke rumah Thomas juga tak masalah," kata Trevin. "Ayolah, aku kangen kalian!" katanya. "Tom?"

Trevin yakin yang mendengus barusan adalah Jed. Pria itu pasti sedang mengernyit setelah mendengar pengakuan cengengnya. Namun, dia tidak berbohong soal itu. Dia merindukan Jed dan Thomas. Sulit sekali untuk bertemu keduanya dalam satu paket sekarang. Trevin begitu rindu ngobrol dengan keduanya, membahas hal ngawur tanpa ujung, atau membicarakan proyek dengan nilai milyaran. Trevin dan Thomas itu pengusaha, wajar saja jika obrolan investasi nyelip satu dua kali.

Love Or DieUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum