32

5.2K 449 52
                                    

"Kemarahan yang membuatku meledak berkeping-keping!"

Jed-

*************

Thomas tidak sabaran menunggu kedatangan Jed. Ini sudah yang ketiga kalinya dia berdiri di jendela bar itu hanya untuk melihat apakah Jed sudah datang. Tapi, halaman parkir bar itu hanya diisi oleh mobilnya. Thomas melihat jam, Jed jelas masih bangun saat dia menelepon tadi. Tak peduli apapun, Thomas tidak bisa menahan ini. Dia mesti bertemu Jed.

Laki-laki itu belum mengganti pakaiannya. Dia diperbolehkan pulang setelah pemeriksaan tujuh jam, dia tidak bisa berpikir apapun. Yang dia tahu, dia harus bertemu Jed. Thomas melihat arlojinya, melihat jarum jam yang berputar-putar. Sialan! Musik lambat dari bar sama sekali tidak membuatnya rileks. Dia mengeluarkan pena dari dalam jasnya. Kemudian, dia mulai menggambar sesuatu di alas gelasnya.

"Tom,"

Thomas mengangkat wajahnya dan menemukan Jed di hadapannya. Dia langsung berdiri dan memeluk Jed. Jed menghela nafas berat, menepuk punggung Thomas. Dia tahu, Thomas pasti mengalami hal yang sama dengannya sekarang. Dia bahkan belum pulang. Jed bahkan bisa menghirup aroma pewangi ruangan biro investigasi itu, saking lamanya Thomas berada di sana. Oh, atau dia saja yang sudah hafal wangi ruangan itu.

"Oke," ujar Jed melepaskan pelukan Thomas.

Pria itu menatap Jed serius. "Apa kau tahu siapa dia selama ini?"

"Kau pikir aku tahu? Tom, yang benar saja!"

Thomas menggaruk kepalanya, lalu duduk di kursi kayu di depannya. "Shit! she is playing us, Jed!" ujar Thomas sepertinya amarahnya kembali naik. "God, how could she do that to us? TO YOU!" dia mempertegas bagian akhirnya.

Jed duduk di depan Thomas. Dia melipat tangan di depan dadanya, melihat jam tangan. "Kau sudah makan?"

"Who the fuck cares, Jed!"

"I do!" Jed mengangkat tangannya pada pelayan dan langsung minta dibawakan menu makan malam. Makan malam yang baiknya masih bisa dicerna baik oleh Thomas. Maklum saja, sekarang jam setengah tiga dini hari.

Thomas meneguk air dalam gelasnya. "Apa yang akan kita lakukan?"

"Pihak Elgori tidak akan dapat apa-apa! Mereka yang akan menyesal sudah mengacaukan kita!" desis Jed. "Dan soal penyelidikan, aku yang akan urus. Tenang saja."

"Maaf aku tak bilang ini, tapi galeri sudah digeledah pagi tadi, Jed." dia meneliti Jed.

"Digeledah?" ulang Jed tak percaya. "Kenapa kau baru bilang?" tatapan Jed tak senang.

"Maaf, mereka datang dengan surat perintah penggeledahan dan aku tak bisa berbuat apa-apa,"

"Mereka memilih waktu yang tepat." Jed menghela nafas. "Tuhan!" serunya berat. "Apa yang mereka dapat? Mereka membawa barang-barang dari galeri?"

Thomas menelan ludah. "Beberapa laptop di ruang arsip,"

"Hanya itu? Kau yakin? Tak ada dari ruangan lain?"

"Tidak ada. Jed, kau baik-baik saja, kan?"

"Ya, kau?"

Thomas mengangguk. "Mereka akan menyeret-nyetret hal lain, kan? Kita tak bisa menutupi ini lagi. Aku lebih suka kita kehilangan beberapa juta dibanding galeri ditutup paksa,"

"Aku tahu,"

Pelayan datang membawakan makan malam untuk Thomas. Sajian klasik pasta, daging asap, dan saus jamur untuknya. Asapnya masih mengepul saat piring itu ditaruh di depan Thomas. Dia berterima kasih pada pelayan yang tampak tidak lelah itu.

Love Or DieWhere stories live. Discover now