39

6.1K 430 46
                                    

"Aku tak akan macam-macam, Sayang!"

Jed-

*********

"Irish kembali masuk rumah sakit!" ujar Optima membuka pembicaraan.

"Kalian menghajarnya lagi?"

Optima mendengus. "Kami sudah melacak keberadaan Daxton dan lukisan yang hilang itu!" terang Henry. "Melibatkan Irish dan memintanya menghubungi Daxton. Sayangnya, kami kehilangan sinyal ponsel Daxton tak lama setelah kami menghubunginya, sampai sekarang!"

"Sebentar-" ujar Jed. "apa kalian berpikir kalau Daxton tak tahu ponselnya disadap?"

"Itu sudah kami antisipasi, tapi Daxton mungkin juga sudah punya rencana yang matang. Sinyal ponselnya terakhir kali terlacak di kota Theran," sesal Henry. "Sudah ada petugas yang berjaga di sana, kami menempatkan petugas di area vital. Kami yakin jika dia keluar dari Theran akan diketahui,"

Jed mengangguk paham.

"Tapi, ada satu kode dan Irish tak tahu mengenai kode ini. Daxton menyebutkan kunci dalam kotak kaca, kami rasa itu merujuk pada sesuatu."

Jed berdiri, berjalan sambil menunduk. "Bisa aku bertemu Irish?" tanyanya kemudian.

"Untuk apa?" tanya Henry.

"Tak mungkin dia tak tahu apa yang dikatakan Daxton! Kalau itu kode, pasti kode yang juga dimengerti Irish!"

"Anak itu tak tahu tentang kode itu. Dia sudah dipukuli dan tetap tidak tahu!"

"Bisa aku bertemu dengannya?" pinta Jed lagi.

Henry menimbang sesaaat permintaan Jed. Lalu dia berdiri. "Ayo,"

Mereka mendatangi rumah sakit yang berada di bagian barat kompleks gedung biro investigasi. Terdiri dari lima lantai, rumah sakit ini memang tidak terlihat sama seperti rumah sakit lain dengan lambang red cross atau banguan berwarna putih.

Henry menyapa resepsionis dan menunjukkan kartu pas yang membuatnya bisa melanjutkan keperluannya. Jed mengikuti Henry sambil memerhatikan bagian dalam rumah sakit ini. Tak banyak perawat yang berpakaian putih, rata-rata seragam mereka berwarna gelap, hanya ada keterangan medis dan lambang-lambang umum kesehatan di lengan baju mereka.

Saat mereka sampai di lantai empat, Henry berhenti di depan pintu bernomor 407. Petugas yang berjaga di depan pintu memberi hormat pada Henry, lalu memberi akses untuk masuk ke dalam.

"Jangan lakukan apapun, aku ingatkan padamu. Kau juga tersangka di sini!"

Jed melengos.

Tangan Henry menarik handel pintu dan menyilakan Jed masuk lebih dulu. Jed menatap ke dalam ruangan itu. Hanya satu bed yang terisi, dari dua bed di sana. Irish di sisi sebelah kanan. Duduk di atas ranjang, menghadap jendela di sebelahnya. Jed menelan ludah. Dia hampir tak mengenali Irish. Kalau saja bukan hanya dia seorang di sini, Jed tak akan percaya pemuda itu adalah Irish. Dia benar-benar babak belur.

"Apa yang kalian lakukan padanya?" desis Jed.

"Kebanyakan hasil karya seseorang, bukan kami!" terang Henry. "Irish,"

Irish seperti tersadar dari lamunan dan menoleh pada suara yang memanggilnya. Jed terkesiap. Saat melihat keseluruhan wajah Irish sekarang, dia begitu menyesal.

"Tuan," ujar Irish pelan. Dia melihat Jed, lalu menunduk.

Jed tidak berniat berjalan mendekat, jadi dia hanya berdiri tak jauh dari pintu. Dia masih ingat dengan jelas penampilan rapi dan modis ala Irish. Tapi, rambut keriting yang selalu tersisir rapi itu kini berganti kepala plontos, wajah menawan Irish kini berganti sejumlah luka-basah dan kering. Thomas melakukan pekerjaannya dengan benar.

Love Or DieDonde viven las historias. Descúbrelo ahora