New Problem

Mulai dari awal
                                    

Aku tersenyum seraya memukul-mukul pelan lengannya. Berharap bisa menguatkan dirinya saat ini.

"Gwenchana, Kyungsoo-ya. Aku yakin ibumu akan cepat sembuh. Kau tidak perlu bekerja lagi. Aku masih punya uang tabungan. Kau bisa memakainya untuk biaya perawatan ibumu."

"Aniya. Aku tidak ingin merepotkanmu lagi. Tabunganmu yang waktu itu saja, aku masih belum bisa mengembalikannya. Aku tidak ingin menambah bebanmu lagi."

Aku terkekeh mendengar perkataan Kyungsoo. Bagaimana bisa dia mengaggap dirinya sebagai beban untukku?

"Ya! Kenapa kau berkata seperti itu? Huh? Aku tidak peduli mau kau mengembalikannya atau tidak. Aku tidak pernah menganggap itu sebagai pinjaman ataupun hutang. Uang itu tidak terlalu penting untukku. Yang terpenting adalah dirimu. Kau itu sudah seperti kakakku sendiri. Jadi mana mungkin aku membiarkanmu kesulitan seperti ini."

"Gomawo, karena selama ini kau telah banyak membantuku." Kyungsoo mengacak-ngacak rambutku dengan gemas seraya tersenyum lebar.

"Aniya. Aku hanya sedikit meringankan bebanmu. Ya.. hanya sedikit." Aku tersenyum ke arah pria pendek yang ada dihadapanku ini. Aku senang, akhirnya dia bisa tersenyum lepas tanpa ada keterpaksaan yang terpancar dari senyumannya.

Kyungsoo mengangkat tangan kirinya bermaksud untuk melihat arloji hitam yang terdapat di pergelangan tangannya.

"Sudah larut malam. Sebaiknya kita pulang sekarang. Besok kan kita harus bangun lebih pagi karena besok adalah hari pertama ujian."

"Jadi besok kau akan ikut ujian? Kau tidak absen lagi?" Tanyaku dengan penuh antusias.

"Tentu saja! Aku juga ingin bisa naik ke kelas 3 bersamamu dan juga teman-teman yang lain. Lagipula, kau pasti sudah sangat merindukan kehadiranku di kelas kan?"

Rasa antusiasku seketika menguap begitu saja saat mendengar pernyataan Kyungsoo yang penuh percaya diri.

Hah... lagi-lagi penyakit percaya dirinya itu muncul. Sebenarnya, jika seseorang memiliki kepercayaan diri, itu sangat bagus. Tapi kalau terlalu percaya diri seperti Kyungsoo, itu sangat berbahaya. Karena efek sampingnya bisa membuatmu muntah tujuh turunan!

"Heol... sepertinya penyakit lamamu itu semakin parah. Apa perlu kita melakukan check up di rumah sakit? Siapa tahu kau harus dioperasi."

"Bicaramu sangat tidak sopan! Bicaralah yang baik kepada oppa-mu ini!" Mataku membulat ketika Kyungsoo menyebut dirinya sebagai oppa.

Pria yang penuh dengan percaya diri itu, berjalan mendahuluiku dengan kedua tangan yang dimasukkan ke dalam saku celananya.

"Mwo?! Op-pa? Ya! Oppa pantatku! Aiish...jinjja! Kau membuatku mual saja." Kataku seraya menyajarkan langkahku dengannya.

"Kau yang mengatakan kalau kau sudah menganggapku seperti kakakmu sendiri. Itu berarti, aku ini oppa-mu, kan? Dan sejak kapan kau belajar kata-kata kasar seperti itu? Huh? Aku yakin ibumu yang baik hati dan lembut itu tidak mengajarimu berkata kasar. Dari siapa kau mempelajarinya? Huh?"

Aku menatapnya tidak percaya. Tiba-tiba saja dia bersikap seolah dia adalah kakakku sekarang. Dia terus saja mengoceh sepanjang jalan dengan bahasa formal. Dia jadi bersikap 'sok' tua setelah aku mengatakan kalau aku sudah menganggapnya seperti kakakku sendiri. Seharusnya aku tidak mengatakan hal itu. Hah... aku benar-benar bodoh!

"Woah.. aku jadi merasa menyesal karena telah menunggumu. Dan juga seharusnya aku tidak mengatakan hal itu barusan. Menyebalkan sekali."

"Tapi kau akan lebih menyesal lagi jika tidak menungguku. Mungkin sekarang kita tidak akan bertemu. Dan kau akan terus mencariku, menungguku, mengkhawatirkanku, juga memikirkanku. Benarkan?"

Beautiful Days [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang