memory*19

55 8 0
                                    

"Kenina?"
Panggilan itu membuat Kenina langsung mendongakkan wajahnya yang sedari tadi terus menunduk.

Ia kini tengah berada di rumah sakit, duduk termenung sendirian. Menunggu dokter yang menangani Satria keluar dari ruangan itu dengan tidak sabar dan risau.
Sungguh jika diakui Kenina sangat benci rumah sakit, karena bau obat yang sangat dia tidak suka.

"Opa.."
Kenina memangil opa-nya dengan sangat lirih, ia terus menahan air matanya sejak tadi.
"Sayang apa yang terjadi? Ada apa ini?"
Rama segera duduk pada bangku yang ada disebelah kenina.

Kenina menatap wajah Rama sejenak, lalu ia segera menceritakan semua yang terjadi.
Mulai dari awal ia bertemu Satria, dan mencurigai Satria bahwa Satria itu memang lah teman kecil kesayangannya dulu, yaitu Satya.

Rama di tempatnya pun mendengar cerita cucunya dengan rasa tidak percaya, bagaimana seorang anak kecil yang dulu hilang kini datang kembali, seperti sinetron.
Tapi Rama juga tidak menepis kemungkinan kecil itu terjadi, jadi Rama mendengarkan cerita tanpa niatan memotong sebelum selesai.

Kenina terus menagis walau ia sudah bercerita dan menumpukkan beban yang akhir-akhir ini terus mengganggu kepada Rama, tapi itu masih belum cukup bagi Kenina.

Selama satria belum sadar, ia akan terus merasa bersalah, karena dia satria seperti itu. Itu yang ada di pikiran Kenina.

"sudah jangan menagis lagi, princess. Semua akan baik-baik saja." rama terus mengulang kalimat itu, sampai Kenina belum bisa mengendalikan tangisnya, Rama akan terus mengulang kalimat itu.

"Kamu sudah menghubungi Alika?"
Setelah beberapa lama mereka terdiam dan kenina yang masih belum bisa mengendalikan tangisnya, hanya pertanyaan itu yang keluar.

"sudah opa, mereka semua akan kesini."

Kenina lelah, ia tidak sanggup lagi untuk menagis. Tapi, entah mengapa tangisannya tidak mau berhenti.

"Nina?"
Pangilan itu, membuat kenina menampakkan wajahnya. Sejak tadi ia terus membenamkan wajahnya di pelukan hangat Rama.

Saat mendongak, kenina dapat melihat orang yang memangilnya tadi. Orang itu sama sepertinya. Wajah sedih dan muram jelas terlihat.

"Friska? Bagaimana mana keadaan Naura? Dan tante Lili?"

Friska terlihat mengeraskan rahangnya setelah mendengar nama Lili disebut, saat ini friska sungguh kecewa pada wanita yang sudah di anggap ibu kandungnya juga.

"Naura sudah mulai tenang, dia terus menyalahkan dirinya dalam masalah ini tadi, aku bingung harus apa dan akhirnya aku beri dia obat tidur dari dokter. Dan tante Lili dia sudah diamankan polisi."

Mendengar itu, kenina menghembuskan nafas lega. Lega karena naura sudah mulai tenang.

Setelah semua kejadian buruk di hutan tadi, naura terus menangis menyalahkan dirinya sendiri, menyalahkan akan segala kelakuan bodohnya.

Jujur Kenina benci akan itu, tapi dia juga tidak bisa membenci Naura begitu saja, alasan Naura untuk itu sudah ia ketahui. Dan itu tidak sepenuhnya salah Naura.

***

"Satya kamu disini dulu ya, kakak mau kesana." kata Alika -kakak Satya- menujuk kearah anak laki-laki yang sedang bermain bersama orang tuanya.

"Hmm, kakak mau main sama Ken yaa?" tanya jahil Satya kepada kakaknya, rona merah tampil pada pipi gembul Alika.

"Enggak kok!! Kakak mau main sama tante Shasya aja kok.!" jawab Alika judes, Alika memang anak yang cuek dan cenderung tidak perduli dengan orang disekitarnya.

"Ya udah kakak kesitu yaa, dan ya jaga tuh Kenina dia lagi main pasir." tunjuk Alika lagi pada Kenina.

"Oke." jawab Satya cuek. sama seperti Alika, Satya orangnya juga cuek kepada orang disekitarnya, tapi jika Satya sudah mengenal akrab orang itu pasti sikapnya tidak akan cuek lagi.

Alika pun pergi meniggalkan Satya sendiri, Satya kecil itu sedang memperhatikan Kenina yang sibuk main dengan istana pasirnya itu.

"Satya kamu kok sendiri aja disitu?" tanya gadis kecil itu pada temannya, yang hanya memandangnya, tanpa niat untuk mendekatinya.

"Kenina, aku lagi bingung."

"Bingung kenapa?"

"Aku bingung, aku sebenarnya suka sama kamu, tapi kakak bilang kalau kita suka sama seseorang kita harus menjaga hatinya, hati kamukan didalam tubuh kamu jadi bagaimana aku bisa jagain hati kamu."

Kenina hanya menganguk dengan perkataan Satya, entah dia menganguk antara mengerti atau tidak.

"Memangnya kakak kamu tau itu dari siapa?"

"Kata kakak dia tau dari mama."

"Ooh, sudah deh daripada kamu bingung lebih baik kamu temanin aku bangun istana pasir ini."
Kata Kenina polos,
Kenina adalah gadis kecil, anak kedua dari Shasya dan Zain, Kenina gadis yang cantik dan agak usil.

Satya mendekati Kenina dan ketika Satya sudah dihadapan Kenina ia melihat istana pasir yang rupa nya sangat tidak bagus itu.

"Hahaaha ini istana pasir kamu?" ejeknya pada Kenina.

"Hmm iya jelek kan?" jawab Kenina sedih.

"Tenang Kenina, nanti besar aku akan buat istana yang bagus untuk kamu."

Kanina yang menunduk sedih akan istana nya yang jelek, sontak langsung mendongak senang.

"Beneran nih Sat??"

"Iya bener."

"Yeeee aku nanti besar tagih janji kamu itu."

"Baiklah kamu boleh tagih janji aku itu."

Mereka berdua bermain ditepi itu, semua bahagia saat itu, sampai badai datang dan mengacaukan kebahagiaan itu.

Ombak dipantai tiba-tiba meninggi dan turun hujan deras.
kenina dan Satya yang sedang berada di pingir pantai itu tertarik ke tengah pantai.

Shasya dan Zain sangat khawatir akan hal itu, mereka bingung harus bicara apa dengan orang tua Alika dan Satya.

Sedangkan Alika terus menagis di pelukan Kennan.

Setelah badai berhenti, tepat saat itu juga sesorang yang berdiri di depan jendela kamar hotel melihat kearah pantai.
Menelusuri pantai yang berantakan, sampai matanya tertuju pada anak kecil yang terkapar lemah.

"Mas!! Sini." orang itu memangil suaminya dan menunjukkan apa yang ia lihat.

Tanpa menunggu lagi mereka langsung turun untuk menghampiri anak itu.
Dan setelah sampai di pantai, langkah mereka terhenti karena dihalangi oleh penjaga pantai itu.

"Maaf pak buk, tapi pantai masih di tutup karena badai tadi, kami takut nanti ada badai susulan."
Penjelasan dari penjaga pantai itu meresahkan hati mereka, entah mengapa setelah melihat anak itu hati mereka seolah-olah menghangat dan tertarik.

"Tapi pak.. "
Belum sempat ia mengatakan itu, tapi tepukan dibahu nya membuat ia menghentikan suaranya.

"Lili sayang, sudahlah lebih baik kita kembali."
Walau dengan kecewa ia mengatakan itu pada istrinya.

"Pak anak saya ada di pantai itu, dan kami mau melihat ke sana, dia sedang tidak berdaya disana tolong izinkan kami ke sana, kami tau kalau kami telah lengah menjaga anak kami. Maka dari itu izinkan kami untuk melihat kondisi anak kami satu-satunya."

Kalimat panjang itu sukses mulus keluar dari mulut Lili dan suaminya itu seakan tidak percaya akan kebohongan istrinya.

Dan penjaga pantai itu melihat tatapan memohon dari Lili, karena tidak tega ia pun mengizinkan mereka.





















Tbc.
Sabtu, 27 agustus 2016

In Memory (On Editing)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang