memory*14

74 8 0
                                        

Kenina kini tengah menunggu bus, akhir-akhir ini ia memang sering menaiki bus. Karena Opa-nya sedang sibuk dengan.. Entah lah Kenina juga tidak tau tentang apa yang dikerjakan Opa-nya.

Cucu yang durhaka bukan ??

Mengerutu akan bus yang tiak kunjung datang, Kenina berharap ada sebuah mobil yang di bawa oleh lelaki tampan seperti kisah romance yang sering ia baca di novel. Sang lelaki datang dengan gagah nya menawarkan tumpangan.

Tapi sayang itu hanya kisah novel.
Setelah menunggu lagi, akhirnya bus datang.
Segera Kenina naik dan mencari tempat kosong, bus sudah ingin berjalan. Tapi..  Tiba-tiba bus berhenti lagi.
Dan tak lama kemudian ada seseorang yang masuk juga di dalam bus.

Kenina melihat orang itu, kaget? Tidak terlalu sih.
Orang itu duduk di bangku seberang kenina, orang itu masih sibuk dengan ponsel-nya

Mungkin dia gak tau kalau ada gue di sini.

Terlihat sekali orang itu sangat fokus pada ponsel, sesekali ia mengerutkan kening nya lalu setelahnya ia seperti berfikir sejenak.

Orang itu hanya memandang ponsel yang terus berdering sedari tadi, tidak ada niat'an untuk ia mengangkatnya.
Ponsel nya terus menerus berdering, dan mungkin karena merasa muak atau apa lah dia pun akhirnya mengangkat panggilan itu.

"Hallo. "
Nada-nya terdengar sangat ketakutan.

"I-iya pasti akan saya lakukan, anda tenang saja. Semuanya pasti akan berjalan lancar... "
Dia mengucapkan dengan lebih tenang dari sebelumnya, tapi tak lama raut wajahnya berubah lagi menjadi ketakutan yang luar biasa lebih dari sebelumnya.

Kenina terus memperhatikan gerak-gerik  Naura. Ya... Orang itu adalah Naura.  sampai pada akhirnya Naura turun disebuah persimpangan.
Dan saat itu juga Kenina mulai penasaran pada sosok Naura.

Bus mulai melaju lagi, dan beberapa menit kemudian Kenina sampai pada tujuannya, yaitu rumah Opanya, tempat tinggalnya.

Kenina berjalan masuk tanpa suara, yang langsung membuat Rama berserta istri-nya menatap curiga ke arah Kenina.

Sinta menepuk pundak suaminya, dan berkata.
"Lebih baik kamu susul dia, mungkin dia butuh kamu sekarang."    ucapan Sinta langsung disetujui oleh Rama dengan anggukan kepala, dan tanpa menunggu lama lagi. Rama langsung beranjak dari tempat menuju kekamar Kenina.

Rama bisa melihat Kenina yang kini tengah duduk bersender dikepala ranjang-nya.
Kenina terlihat amat sangat berfikir keras saat itu. Sampai-sampai rama sudah duduk disebelah kenina'pun. Kenina tetap tak bergeming.

"Sayang."    Rama menepuk pundak Kenina, dan kenina pun sontak terkejut lalu menatap Opa'nya heran.

"Kamu sedang memikirkan sesuatu hmm?? "
Tanya rama tanpa basa-basi lagi.

"Iya opa, tapi maaf Kenina belum bisa kasih tau opa saat ini tentang apa yang Kenina fikirkan."

"Opa mengerti itu, opa cuma mau bilang. Kalau misalkan, apa yang sedang kamu fikiran itu membuat kamu celaka. Kamu harus segera lapor ke opa."

Rama berbicara dengan mantap mencoba menenagkan cucu kesayangan nya, tapi. Beda dengan apa yang di tangkap oleh pemikiran Kenina. bagi Kenina,  apa yang di bicarakan oleh opa-nya itu adalah sebuah petanda.

"Emangnya Opa berfikir aku akan celaka ya nanti?? "

"Hah!! Maksudnya apa?? "
Rama bingung. Apa sebenarnya yang di sembunyikan oleh cucunya. "Opa cuma bilangkan misalnya, buka berarti kamu memang akan celaka Nina."

"Oohh."
Hanya itu tanggapan Kenina, dan Rama merasa situasi saat ini sangat tidaklah nyaman. Karena semenjak tadi Kenina hanya mengacuhkan nya. Rama pun pergi keluar dari kamar kenina tanpa mengatakan satu kata pun.

In Memory (On Editing)Where stories live. Discover now