Yang Peduli dan Yang tak Dipedulikan

8.9K 369 10
                                    

Jalanan tidak terlalu macet jadi Azhari dan Citra bisa sampai kerumah Azhari dengan cepat. Azhari membuka pintu disebelahnya namun saat dia melirik Citra, dia baru sadar kalau Citra sedang tidur dengan sudut mata yang masih belum kering karena menangis tadi.

"Dia sangat menderita, apa aku bisa bertahan hidup jika mengalaminya? Disia-siakan orang tua, hidup sendirian, sakit sendirian, makan sendirian, sedangkan aku, aku punya keluarga, rumah, dan pekerjaan, tapi masih mengeluh dan tidak bisa tidur setenang dirinya. Aku memang tidak bersyukur." Fikir Azhari.

Azhari mengguncang pelan bahu Citra untuk membangunkannya. Kepala Citra bergerak sedikit, dan perlahan-lahan membukakan matanya. Saat kesadarannya sudah penuh, Citra baru tau kalau dia sudah sampai di garasi rumah yang belum pernah didatanginya.

"Maaf, aku ketiduran mas!"

"Sudahlah. Ayo turun dan keluarkan semua barangmu dari bagasi!"

Citra mengangguk lalu keluar menyusul Azhari. Kopernya dan 2 tas pakaian sudah diturunkan Azhari kelantai. Citra meraih kopernya dan mengambil satu tasnya yang berukuran besar tapi Azhari segera menahan tangan Citra untuk kemudian mengambil tas itu dari Citra.

"Kau lagi sakit, biar aku yang mengangkatnya!" Ujar Azhari.

"Tapi, aku bisa..."

"Aku tau kau biasa melakukan semuanya sendirian, tapi jangan buat aku menjadi tidak berguna saat bersama denganmu. Kau harus meminta bantuan orang lain jika kau memang perlu bantuan. Ayo masuk!"

Citra hanya diam dan mengikuti Azhari dibelakang tanpa membantahnya. Perkataan Azhari membuatnya tersinggung, tapi dia sadar Azhari tidak salah sama sekali.

"Aku rasa, aku bisa menyusunnya sendiri." Ucap Citra pelan saat mereka sudah sampai dikamar yang akan ditempati Citra untuk sementara.

"Baiklah, aku akan kekamarku. Kalau kau butuh apa-apa, ketuk saja! Ok!"

"Iya mas!"

Azhari pergi dari kamar itu dan segera masuk kekamarnya untuk mandi.

Citra belum membongkar isi tasnya, dia masih merenung dipinggir kasur. Semua hal yang terjadi membuatnya sangat lelah. Dia masih belum habis fikir, mengapa semua orang meninggalkannya? Ibunya meninggal, Ayahnya yang lebih memilih istri barunya dan menelantarkan anaknya, dan satu lagi. Lelaki yang sudah menikahinya saat dia masih berumur 19 tahun dan meninggalkannya karena orang tuanya memaksa suaminya menceraikan Citra serta membawa buah hatinya bersamanya lalu menikah dengan wanita pilihan ibunya, meninggalkannya sendirian dikontrakan. Mereka memang kawin lari karena sejak awal hubungan mereka tak direstui, tapi Citra tidak lagi meratapi laki-laki itu, dia hanya merindukan anaknya yang direbut darinya.

Air mata Citra menetes, namun dia buru-buru menyekanya karena seseorang mengetuk pintu kamarnya.

"Ya, sebentar!"

Citra membukakan pintu, dan Azhari sudah berdiri didepannya.

"Kau cepatlah berkemas, kita makan malam diluar saja. Aku ada janji, dan tidak mungkin meninggalkanmu sendirian disini."

"Kemana?"

"Ke studio foto, di lantai 10 gedung Brittain Mart, tau kan?"

"Brittain Mart? Mall besar itu?"

Azhari mengangguk. "Cepat yah, takutnya macet."

***

Azhari sudah menunggu Citra dihalaman rumah sambil mengeluarkan mobil dari garasi. Tidak lama, Citra keluar dengan pakaian yang lain. Wajahnya sudah terlihat lebih segar setelah mandi dan sedikit dipoles bedak dan lipstik berwarna peach. Dia tampak lebih muda jika tampil natural dan gaya kasual seperti ini. Sangat enak dipandang mata.

My Bride (Finished)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang