Terkuak

24.6K 1K 2
                                    

Iqbal POV

"Iqbal, mama sudah punya calon untukmu." aku kaget dengan pernyataan mama barusan.

"Calon? Mama.. Iqbal bisa cari calon istri sendiri. Mama gak perlu repot-repot!" Aku menyeruput secangkir kopi yang mulai dingin karena suhu AC.

"Mama dan papamu sudah terlalu lama menunggu, Iqbal! Kondisi papamu juga semakin memburuk. Papamu ingin sekali melihatmu punya istri dan anak sebelum dia.... Hiks!" Mama tidak sanggup lagi melanjutkan kata-katanya. Airmatanya mulai menetes.

"Mama, kali ini Iqbal janji sama mama. Karena Iqbal sudah punya calon." Tangis mama mulai mereda saat mendengar ucapanku.

"Jangan berbohong lagi, Iqbal"

"Aku serius ma! Tapi...."

"Tapi apa?"

"Bagaimana kalau dia itu, bukan orang kaya, pendek, tidak secantik pacar-pacar Iqbal yang dulu. Apa mama mengizinkanku untuk menikahinya?"

"Astagfirullah, Iqbal. Apa selama ini kamu menilai mama serendah itu? Jika mama menghinanya itu berarti mama menghina diri mama sendiri."

"Bukan begitu mama.. Tapi aku hanya.."

"Dengarkan mama Iqbal." Mama memotong perkataanku.

"Dulu ketika mama bertemu ayahmu pertama kali saat itu pekerjaan mama adalah pemetik teh di kebun milik pabrik kakekmu. Mama berasal dari keluarga miskin. Dan tubuh mama juga tidak sebagus perempuan-perempuan yang mengerubungi ayahmu seperti lalat. Tapi, entah mengapa papamu setelah pertemuan itu selalu memperhatikan mama. Dia sengaja berkunjung ke kebun untuk mengajak mama ngobrol. Padahal dulu dia sudah punya tunangan. Mama juga pernah minder karena kami sangat berbeda. Warna mata kami juga berbeda. Mama merasa tidak pantas. Tapi papamu itu laki-laki sejati. Dia melamar mama tepat didepan seluruh ibu-ibu pemetik teh dan kebetulan disitu ada kakekmu. Mama fikir, kakekmu akan marah besar. Ternyata dia orang yang baik. Papamu menjelaskan kalau sehari sebelumnya dia sudah mengatakan hal ini dengan Pak William, kakekmu. Mama bahagia sekali saat itu dan merasa menjadi wanita yang sangat beruntung." Aku mendengar cerita mama sambil membayangkan wajah Nina yang baru saja kutemui. Apa dia juga akan bahagia jika menikah denganku?

"Jadi, Iqbal. Mama serahkan pilihan itu untuk yang terakhir kali. Kalau yang satu ini gagal juga. Maka mama yang berhak menentukan calon istrimu. Kau tak bisa membantah"

"Aku yakin, kali ini aku tidak akan gagal."

***
Author POV

Hari sudah pagi tapi Nina belum mau beranjak dari kamarnya bahkan semalaman dia tidak bisa tidur memikirkan lamaran Iqbal kemarin. Dia sedikit khawatir, jika saja ucapan Iqbal benar. Bagaimana kalau dia hamil? Apalagi Nina belum haid sampai sekarang.

"Test pack, bagaimana kalau aku membelinya?" Ide itu tiba-tiba muncul difikiran Nina.

Setelah makan siang, Nina pergi ke apotik untuk membeli test pack itu. Tapi, sesampainya disana dia malu.

"Ada yang bisa dibantu dek?" Tanya karyawan apotik itu.

Nina POV

"Aku... Aku mau ......" Duh, aku gak bisa menyebutkannya. "Aku mau beli obat diare. "

"Oh, diare. Ok, sebentar yah saya ambilkan."

Payah payah payah.... Sia-sia aku datang kesini.

Aku berjalan pulang kerumah dengan lunglai. Aku frustasi, apa yang harus aku lakukan untuk membuktikannya?

My Bride (Finished)Место, где живут истории. Откройте их для себя