Hamil

35.9K 1.1K 5
                                    

Nina POV
"Selamat istri anda hamil!"

Kulihat sebuah senyum tersungging dibibir Iqbal saat dokter Winda datang untuk memeriksaku mengatakan hal itu lalu dia menatapku. Aku tersentuh, baru kali ini tatapannya terasa hangat. Aku akan menjadi ibu, tidak, kami akan menjadi orang tua.

"Usia kandungannya masih sebulan, jadi masih rentan. Jaga istri anda dengan baik, dan dia tidak boleh banyak bergerak."

"Iya dok. Saya mengerti." Tuturnya.

Setelah dokter pulang, tinggal kami berdua dikamar ini. Sedangkan mama mengantarkan dokter itu yang ternyata temannya hingga kedepan pagar. Aku turun dari ranjang lalu meraba perutku. Tanganku belum bisa merasakannya karena dia masih terlalu kecil. Tanpa kusadari airmataku menetes. Ini adalah kebahagiaan yang sangat luar biasa.

Iqbal mendekatiku, lalu menarikku kedalam pelukannya. Aku tak menolak malah kubalas pelukannya dengan sangat erat. Untuk pertama kalinya setelah menikah aku sedekat ini dengannya. Ya tuhan, aku tidak ingin melepas pelukan ini. Dia merenggangkan pelukannya lalu mencium ubun-ubunku dengan lembut.

"Terima kasih, sayang!" Ucapnya setengah berbisik.

Aku menatap ke manik matanya, tidak ada kebohongan. Dia sangat bahagia dengan kehamilanku.

"Iqbal!" Kehadiran ibu membuat kami jadi salah tingkah dan sama-sama menjauh.

"Kenapa Ma?"

"Bukannya kamu mau ke kantor? Ini sudah jam 9 nak."

Iqbal melirik jam tangannya, dia sepertinya sedang memikirkan sesuatu lalu dia melirikku kembali dan menghela nafas.

"Baiklah." Dia meraih kedua tanganku. "Istirahat ya sayang." Aku tersenyum, ini kedua kalinya dia memanggilku seperti itu. "Jujur, kakak mau dirumah seharian ini untuk menemanimu. Tapi, sudah lama kakak tidak ke kantor. Bisa kacau perusahaan kalau tidak dikontrol."

"Iyah kak. Lagian aku gak minta ditemani kok. Kan ada mama." Aku melirik mama yang sedang berjalan ke dapur.

Kami berjalan beriringan ke pintu utama. Ternyata mobilnya sudah dikeluarkan supir dari bagasi dan menunggu Iqbal didepan. Dia pamit lalu mengecup keningku. Begitu banyak kehangatannya yang kurasakan hari ini. Apakah besok dia juga seperti itu? Aku melambaikan tangan secara refleks saat dia sudah meninggalkan rumah dan berdoa semoga bisnisnya lancar. Sekarang aku jadi tersadarkan kalau aku ini istri seorang CEO yang sibuk, dia pasti sering keluar kota. Apa besoknya dia punya waktu luang denganku seperti pasangan-pasangan biasa lainnya?

***

"Halo!" Sekarang sudah larut malam, tapi mama belum tidur. Dia mendapat telepon dari siapa?"

"Iqbal? Kenapa belum pulang? Istrimu masih menunggu kau pulang nak." Ternyata ibu tau aku menunggu disini.

"Keluar kota?" Aku terus menguping pembicaraan mama. Siapa yang keluar kota. "Baiklah, nanti mama bilang sama Nina. Tapi, kamu gak mau bicara langsung? Kamu sudah dibandara? Kok mendadak nak? Baiklah, tutuplah teleponnya. Jaga dirimu Iqbal, jangan lupa kasih kabar, terutama kepada istrimu. Kalian baru saja menikah, sudah ditinggal. Dia pasti sedih apalagi sekarang dia hamil." Mama tau perasaanku. Aku sedih sekali saat ini. Dia memang peka.

Mama keluar dari kamarnya, lalu menghampiriku yang sudah kembali keruang tamu setelah menguping tadi.

"Kenapa Ma? Kak Iqbal mau kemana?"

"Manado Nina."

"Manado? Tapi, kok mendadak banget ma?" Jujur, aku kecewa sekali.

"Ada sedikit masalah disana. Sudahlah nak." Mama merangkul bahuku lalu menggiringku kekamar.." Tidurlah, gak baik tidur terlalu larut, ingat kau sedang hamil. Gak boleh stress." Ucap mama diujung pintu.

"Iya ma!" Aku menjawabnya pelan. Aku menatap nanar ranjang yang kosong. Baru semalam kami tidur disini, dia sudah pergi sekarang.

Aku berjalan lunglai ke kasur lalu meraih ponselku kemudian menghubunginya. Tidak aktif. Mungkin dia sudah berada dalam pesawat. Aku meringkuk memeluk guling disampingku. Semoga saja dia cepat pulang karena 5 hari lagi aku ulang tahun. Apa dia tahu?

***
Aisyah POV

Kukemasi pakaian Nina yang ada dibekas kamarnya kedalam koper karena hari ini aku dan mas Fauzi akan mengunjungi Nina sekalian melihat kondisinya. Iqbal sangat cemas setelah tahu Nina hamil dan sekarang Iqbal sedang keluar kota 3 hari yang lalu. Dia pasti kesepian. Syukurlah hari ini hari sabtu jadi mas Fauzi tidak bekerja.

"Aisyah, masih lama mengepak barangnya?" Sepertinya dia sudah bersiap-siap.

"Bantuin aku dong mas, masih ada satu rak lagi. " Pintaku lembut. Dia menurut saja. Dia sudah mulai berubah. Saat baru saja menikah, Fauzi adalah orang yang sangat cuek. Aku masih ingat saat bulan madu kami ke Langkawi.

Flashback

Kami sudah sampai didepan hotel tempat kami menginap selama 3 hari untuk berbulan madu karena permintaan ayah. Ayah memang orang yang pemaksa. Mas Fauzi sangat berat untuk melakukan ini karena sampai di Langkawi wajahnya masih dingin. Dia bukan pria romantis karena setelah kami berada dikamar dia hanya sibuk dengan laptopnya tanpa memperdulikanku yang bosan sendiri menatapi tv ini tanpa minat. Seharusnya dia mengajakku jalan-jalan keluar atau makan. Kenapa malah aku dicuekin seperti ini?

"Mas, aku mau keluar!" Akhirnya kuutarakan keinginanku setelah lebih dari 3 jam seperti ini.

Hening, tak ada respon. Dia menatapku dalam diam lalu mematikan laptopnya. "Mau kemana?"

***

Kami memilih menghabiskan sore untuk menunggu sunset ditepi pantai. Ternyata angan-anganku tidak sesuai dengan kenyataan. Dia masih sedingin tadi, sama sekali tak mau berbicara. Aku sudah kesal setengah mati. Aku bangkit dari kursi lalu berjalan kedalam air. Daritadi aku sudah menahan hasrat untuk mandi didalam gelombang air laut ini. Aku menceburkan diriku untuk menyelam sebentar lalu mengambil nafas. Setelah itu kulirik Fauzi, dia masih tetap terdiam." Apa dia itu patung?" Rutukku dalam hati. Oh ayah, beginikah suami pilihanmu.

Tak sadar aku sudah berada di kedalaman. Dasar ceroboh, aku kan tidak bisa berenang. Dengan panik aku berusaha melompat keatas untuk memanggilnya tapi tidak bisa, kakiku tidak terlalu tinggi untuk bisa menjulurkan kepalaku sampai kepermukaan. Hanya tanganku yang masih melambai-lambai. Aku akan mati disini. Fauzi, selamatkan aku.

Aku lemas, arus semakin menyeret tubuhku ketengah-tengah laut. Lalu kurasakan seseorang menarik tanganku lalu mengangkatku hingga aku bisa bernafas lagi.

"Fauzi?" Ternyata dia yang menolongku. Fauzi menggenggam kedua bahuku lalu membawaku kedaratan sambil berenang. Kami sudah sampai ditempat yang rendah. Badan kami sama-sama terhempas menengadah kelangit. Jantungku berdetak kencang, kufikir aku akan berakhir tadi. Sekarang aku berutang nyawa pada suamiku sendiri. Apa dia akan memarahiku setelah ini?"

"Maaf!" Ucapnya disela-sela tarikan nafasnya yang sama-sama berlomba denganku. Aku tak percaya dengan apa yang kudengar. Refleks aku langsung memeluknya karena rasa takutku masih belum hilang. Ombak bermain-main hingga leher kami. Sunset yang kami tunggu pun sudah muncul.

Kami kembali kekamar dengan perasaan asing. Aku jadi salah tingkah karena hal tadi. Saat ingin kekamar mandi dia menghalangi jalanku. Apa yang dia inginkan?

Flashback off

Aku masih ingat malam pertama yang telah kami lalui. Sangat mengecewakan jika dibayangkan. Setelah malam yang indah, dia bersikap seperti tidak terjadi apa-apa dihari esoknya.

"Mas sepertinya bunyi bel deh!" Ujarku. Benar. Seseorang sedang menekan bel rumah. Siapa yang datang? Tidak mungkin Nina.

Kami keluar bersama-sama untuk melihat siapa yang datang. Seorang laki-laki. Tapi siapa? Mas Fauzi membukakan pintu lalu menanyakan identitas laki-laki itu.

"Siapa?"

"Maaf kak, Nina ada?"

"Kamu siapa?" Tanya mas Fauzi lagi.

"Saya Rama, pacar Nina.!"

#tbc

My Bride (Finished)Where stories live. Discover now