part 33

49.1K 2.7K 46
                                    

Anisa membiarkan air matanya terjatuh lagi. Cairan bening yang menetes kala ia keluar dari toko sepatu tadi setelah mengucapkan selamat atas pernikahan Rama yang entah kenapa membuat sesak di hatinya.

Mahira menghentikan langkahnya dan menarik sebelah tangannya yang masih digenggam Anisa, membuat langkah mereka berdua terhenti.

"Anisa?" panggil Mahira pelan.

Dalam hati Mahira meringis mengetahui keadaan mata sabahatnya yang sembab dan jejak aliran air mata yang masih membekas. Tak ada isakan dari Anisa, seolah ia sudah terbiasa meredam kesakitan itu dalam dirinya sendiri. Tak membiarkan orang lain tau, walau nyatanya Anisa tetap gagal menyembunyikan air matanya.

"Kamu gak pernah cerita ke aku kalau Rama sudah menikah?"

Anisa menggeleng, "Karena akupun gak tau, Ra." kata Anisa dengan suaranya yang bergetar.

"Aku ketemu sama Rama di ulang tahun Isya hari Minggu kemarin. Disana aku lihat Rama yang gendong bayi perempuan tadi yang manggil cinderella itu dengan sebutan mama."

Anisa meneruskan langkahnya, merasa tak enak jika karena kegalauan hatinya ia bisa dijadikan pusat perhatian orang-orang disekitarnya.

"Cinderella?" tanya Mahira yang ternyata belum paham.

"Wanita selingkuhan Rama."

Mahira menutup mulutnya tak percaya.

"Bayi tadi anak selingkuhan Rama?"

"Anak mereka berdua."

"Kamu yakin, Nis?"

Anisa membeku, yakinkah ia? Seberapa yakin? Kenapa untuk meyakini itu rasanya hatinya tak mampu?

Anisa hanya mengangguk sebagai jawaban.

"Sudah dua kali aku bertemu mereka, dan pertemuan tadi masih memberi kekuatan opiniku, Ra."

"Sudah coba bicara dengan Rama?"

Anisa menggeleng, "Aku gak akan mau diajak bicara sama Rama."

"Bisa jadi semua yang kamu pikirin itu salah, Nis. Seharusnya kamu dengerin dulu-" Mahira menghentikan ucapannya ketika dirasa tatapan Anisa sudah siap menguliti bibirnya.

"Apa lagi yang harus aku dengar? Karena penjelasan dia sudah berarti kebohongan! Aku akan tetap percaya sama apa yang aku lihat. Dia sudah berani berbohong sama aku, Ra. Aku yakin mulut buayanya itu pasti bisa melakukan itu lagi."

Mahira mengangguk, ada benarnya juga perkataan Anisa itu.

"Besar atau kecil, kebohongan tetaplah kebohongan yang mematahkan semua kepercayaanku baik dulu, sekarang, atau bahkan selamanya."

"Seharusnya Rama berpikir lagi sebelum melakukannya." kata Mahira menanggapi ucapan Anisa.

Anisa tersenyum penuh arti, "Dia sudah berpikir, Ra. Dan dia lebih memilih untuk bersama wanita itu daripada bersamaku."

*****

Pagi ini Anisa terbangun dan menemukan mata sembabnya. Ingin rasanya Anisa mengurung diri dalam kamar, tapi diurungkan niatnya itu karena perutnya yang berbunyi meminta makanan.

Anisa turun dan menutupi kegugupannya dengan langsung mengambil selembar roti dan mengolesnya dengan selai blueberry.

"Nis, besok malam ada acara di hotel Mulia. Acara lelang amal buat anak-anak yatim piatu."

Anisa mengangguk mendengar ucapan ibunya.

"Ayah sama mama maunya kamu ikut juga. Bisa? Undangannya buat sekeluarga ini orang empat."

Anisa tampak berpikir sebentar sebelum akhirnya mengangguk lagi, "Boleh. Besok aku ikut. Gak ada acara juga."

Anisa mengambil beberapa roti selai yang sudah ditangkupkan menuju lantai atas. Beruntung kedua orang tuanya tak curiga sedikitpun.

*****

"Mbak, red velvet tart satu loyang."

"Kecil atau besar?" tawar pegawai toko kue langganannya.

"Besar aja sekalian." jawab Anisa.

"Dua ratus ribu, Mbak." segera Anisa mengeluarkan dua lembar uang seratus ribuan dan memberinya pada petugas kasir itu.

"Ditunggu sebentar ya Mbak di sebelah sini." pegawai itu meminta Anisa bergeser agar dapat melayani pelanggan lain dibelakang Anisa.

Anisa menurut dan menggeser badannya.

Seorang wanita dengan dress selutut berwarna navy keluar dari dapur bakery yang tembus pandang. Wanita itu melepas apron yang ia pakai dan memberikannya pada pegawai yang berada di sebelahnya.

"Tolong, dilihat itu tadi kuenya baru saya panggang. Nanti saya kembali."

"Baik Bu Gadis."

Wanita tadi tersenyum dan menyapa pegawai yang berada di bagian kasir seperti kebiasaan paginya, "Selamat pagi.."

"Selamat pagi, Bu!" jawab semua pegawainya serempak.

Anisa yang masih berada di dekat meja kasir melihat dengan jelas interaksi antara boss dengan pegawainya.

Tak sengaja Anisa menjatuhkan struk nota pembayaran roti yang baru ia beli tadi.

Anisa menunduk berniat mengambil struk itu tapi yang ia temukan adalah sebuah tangan sudah menjulur memberikan struk yang ia cari.

"Terima-" ucapan Anisa terhenti kala melihat wanita yang berdiri di depannya ini.

"Anisa?" tanya Gadis tak percaya.

"Permisi, Mbak ini pesanannya." kata salah seorang pegawai menyela tatapan tajam Anisa ke arah wanita anggun yang ternyata adalah boss dari toko kue langganannya.

"Makasih." jawab Anisa dan dengan cepat menerima kardus berisi roti kesukaannya.

Tanpa harus repot-repot izin undur diri, Anisa melangkah meninggalkan Gadis yang terdiam di depannya.

Saat tangannya sudah mencapai pintu toko kue itu barulah ia merasa tubuhnya tertarik ke belakang.

"Anisa.. Bisa kita bicara?"

——————————



Wow! Udah sampai di part ini rasanya semua yang kalian kira-kira dari dulu bisa terjawab.

But, sadly to say. Aku gak bisa post kelanjutannya dalam waktu dekat. Jadi, jangan nagih dulu ya karena memang aku sedang ada kesibukan sampai 7-9hari kedepan. Maaf, bukannya niat bgt ngilang saat suasana Anisa-Gadis sedang seperti ini.

Yang jelas, aku pasti kembali wkwk.

Oh iya mau ngucapin lagi terima kasih yang banyaaaak buat semua readers yang setia nunggu dan baca cerita ini.

See you soon❤❤❤❤

ONE MORE TIMEWhere stories live. Discover now