part 28

46.4K 2.5K 34
                                    

Kaki Anisa melangkah dengan teratur, tidak perlu cepat, pelan-pelan saja yang penting tidak sampai terjatuh. Nasihat dari Dila memenuhi otaknya.

Sampailah ia di salah satu restoran yang berada di kawasan Marientplatz.

Setelah masuk ke dalam restoran, ia mengedarkan pandangan ke segala penjuru ruangan dan bertemulah dengan sosok lelaki dan perempuan yang sedang mengobrol bersama.

Anisa kembali melangkahkan kakinya dengan anggun ke arah meja di pojok dekat jendela.

"Lama amat!" gerutu Niki saat Anisa meletakkan tas tangannya di meja.

"Kalo cepet-cepet ntar jatuh, ntar keseleo. Kakak juga yang bingung." cerocos Anisa.

Dila hanya tersenyum melihat interaksi yang terjadi kedua kakak beradik, kadang-kadang akur, kadang-kadang bertengkar.

Anisa duduk dan memanggil seorang pelayan. Ia memesan beef steak dan pickert—sejenis kue kentang manis dengan kismis khas dari daerah Wesfalen— sebagai dessertnya. Tak lupa cola sebagai minumnya.

Anisa merapatkan lagi coat berwarna pink yang menutupi skeater dress berwarna putih tanpa lengan dengan panjang beberapa centi diatas lututnya. Tak lupa ia menggunakan legging putih dan flatshoes pink senada dengan coatnya.

"Nyaman sama kerjaan barumu, Nis?" tanya Dila dan Anisa mengangguk mantap.

"Mereka sebenernya bisa kok bahasa Jerman. Yaa, cuma kalau diajak ngobrol cepet gitu masih susah, suka mikir-mikir dulu. Kan kelamaan." Anisa bercerita.

Sekarang ia mengajar bahasa Jerman di beberapa organisasi yang memang sedang membutuhkan pengajar bahasa Jerman.

Dengan menunjukkan sederet kejuaraan olimpiade bahasa Jerman yang pernah ia ikuti, beberapa piagam berupa pernyataan jika ia pernah lulus dalam mengikuti kursus bahasa Jerman dan juga serangkaian tes akhirnya sekarang pun Anisa bisa bekerja di tiga tempat dalam waktu yang berbeda.

Salah satunya milik orang Indonesia. Anisa tak sengaja bertemu dengan sepasang suami istri yang ternyata menetap di Munich saat ia berjalan-jalan di kawasan Odeonplatz.

Sepasang suami-istri yang ia kenali bernama Pak Darmawan dan Bu Khasna itu mengajak Anisa bergabung menjadi pengajar khusus bahasa Jerman di organisasi miliknya. Sebenarnya Anisa ingin menolak karena ia sudah bekerja di dua tempat berbeda dengan posisi yang sama, pengajar bahasa Jerman.

Tapi ternyata organisasi itu berisi puluhan orang Indonesia yang entah dengan alasan apa dan bagaimana caranya mereka dapat berada di Munich. Padahal selama ini ia jarang bertemu dengan orang Indonesia.

Organisasi itu susah menemukan guru pengajar karena masih banyak orang-orang yang lebih sering berbicara dengan bahasa Indonesia. Hingga akhirnya sering terjadi miss komunikasi antara si pengajar dan muridnya.

Anisa yang akhirnya mendapat persetujuan dari Niki pun datang untuk mengajar hingga sekarang tanpa mengorbankan dua organisasi tempat ia mengajar sebelumnya karena waktu setiap tempat yang berbeda.

Bayarannya memang tak seberapa, tapi ia senang bisa bertemu saudara-saudara setanah airnya. Mereka saling bercerita tentang indahnya Indonesia, dan sesekali memasak makanan khas Indonesia bersama. Membuat Anisa semakin merindukan rumahnya.

"Jadi guru itu harus sabar. Masih untung kan daripada di apartemen terus gak ngapa-ngapain."

Anisa mengangguk mendengar penuturan Dila, "Daripada bosen, lumutan. Nungguin kakak gak pulang-pulang kencan terus sama kak Dila, kan lama."

ONE MORE TIMEWhere stories live. Discover now