part 23

51.1K 3.3K 78
                                    

Anisa memandang Niki yang berdiri menjulang di depannya.  Matanya terus menunduk, menyembunyikan air mata yang ingin mencuat keluar saat ini juga.

Niki memeluk ibu dan ayahnya sebelum tangannya bersiap untuk mendorong kursi roda Anisa.

Ibu Anisa menunduk dan mengusap bahu Anisa lembut. Hal yang dengan sendirinya membuat Anisa mendongak dan menatap ke dalam manik mata ibu yang sedari kecil menemaninya.

Sang ibu pun memeluk anak perempuan satu-satunya yang ia punya. Mereka berdua menangis bersama. Rasanya sangat berat untuk melepas keluarganya.

Masih teringat dalam benak Anisa bagaimana kedua orang tuanya yang melarang anak perempuan mereka kuliah di luar kota. Dan bayangkan sekarang bagaimana sepasang suami-istri itu harus rela melepas anak yang mereka sayangi untuk menuju benua yang berbeda?

"Dimana pun Anisa nanti berdiri, jangan pernah lupa sama mama, sama ayah, apalagi Kak Niki yang selalu mau direpotin ngurusin semua keinginan Nisa."

Ibunya menyebut nama itu lagi, nama masa kecilnya yang akan sangat Anisa rindukan.

Anisa mengangguk, "Maafin Nisa kalau selalu ngerepotin mama ya. Anisa gak bakal lupa sama mama."

"Jangan lupa sama Tuhan. Jangan lupa buat berdoa. Setiap orang punya harapan, dan cita-cita, tapi tidak semua orang mau berdoa. Kamu paham?" ayahnya kali ini bersuara, dengan suara tegas dan berat, lelaki yang sudah menua itu menepuk punggung Anisa yang masih dipeluk oleh tangan istrinya.

"Nisa boleh kembali kapan saja jika sudah kuat. Kuat berjalan, kuat untuk menghadapi semuanya. Mama sama ayah menuruti kamu bukan karena kami ingin kamu lari dari masalah. Tapi kami memberimu waktu supaya bisa menyelesaikan masalahmu." ibu Anisa merangkum wajah anaknya dan bergaya menasehati.

Anisa mengangguk. "Kita semua di sini pasti nungguin Anisa pulang. Jangan lama-lama ya Nis di sana. Inget! Hanya keluarga tempat kamu pulang?"

Anisa mengulang kata-kata terakhir ayahnya dalam hati, hanya keluarga tempat aku pulang.

"Niki dijaga adeknya. Jangan sembrono."

"Mama udah bilang gitu berkali-kali dari kemarin siang sampe sekarang udah siang lagi." Niki mencoba mencairkan suasana. Dan Anisa menyunggingkan senyumnya.

"Aku yakin ma, Kak Niki pasti jagain aku. Mama gak usah khawatir. Kalau semua udah beres, Nisa siap. Nisa pasti pulang." kali ini ganti Anisa yang meyakinkan ibunya.

Niki melirik jam di tangannya dan berkata, "Udah mau jam sebelas, Niki sama Anisa masuk dulu. Kita nunggu di dalam aja ya? Kita berdua pamit."

Ibu dan ayah dari kedua anak itu segera mencium mereka bertubi-tubi. Sambil merapalkan doa bagi keselamatan keduanya dan mencoba menegarkan hatinya agar dapat mengikhlaskan kepergian kedua anak yang mereka punya.

*****

Rama keluar dari parkiran mobil dan bertemu suster Martha yang sedang menuju motor yang terparkir di dekat mobilnya.

"Sus!" sapa Rama, suster Martha mendongak dan menatap Rama kikuk.

"Eh, Rama." suster Martha lalu berjabat tangan dengan lelaki yang pernah menjadi tuannya itu.

"Mau pulang? Kan masih siang? Masih jam dua belas?" tanya Rama dan suster Martha balas tersenyum.

"Anisa masih marah sus, makanya aku dateng jam segini biasanya dia tidur. Suster gak jagain?"

ONE MORE TIMEWhere stories live. Discover now