part 20

55.5K 3.1K 127
                                    

Terhitung ini adalah hari ketiga sejak pertengkaran Rama-Niki di rumah sakit usai. Dan belum ada kelanjutan dari cerita itu sampai sekarang.

Siang ini Natania berjalan di koridor rumah sakit swasta elit bersama dengan Isya yang menggandeng tangan kirinya. Isya terlihat sangat senang dan terus berceloteh sepanjang perjalanannya.

Natania mengarahkan kakinya ke sebuah pilar bertuliskan paviliun 4 dan langsung menuju kamar rawat inap yang ia hapal diluar kepala.

Natania mengetuk pintu dahulu sebelum membukanya perlahan tanpa perlu jawaban dari orang yang berada di kamar tersebut.

Natania meletakkan buah-buahan di nakas dekat ranjang dan melepas genggaman tangannya pada Isya agar gadis kecil itu dapat berlari ke arah wanita yang sedang menatap pemandangan luar dari jendela kamar.

"Tante Nisa!" sapa Isya riang saat gadis kecil itu sudah sampai di hadapan Anisa dan dengan cepat meraih tangan Anisa untuk salim, seperti biasa.

Anisa yang sedari tadi melamun langsung sadar dan mengerjapkan matanya melihat sesosok gadis cilik yang sedang tersenyum manis di depannya.

"Loh, Isya. Kesini sama siapa?" tanya Anisa lembut sambil berharap-harap cemas menunggu jawaban Isya.

"Sama mama."

Anisa menghela napas lega. Setidaknya bukan lelaki itu yang datang bersama Isya.

"Halo Nis." suara lembut di belakang Anisa membuatnya berbalik.

"Kak Tania apa kabar?" Anisa segera mendorong kursi rodanya maju beberapa langkah ke arah Natania.

"Kamu yang apa kabar?" tanya Natania balik. Anisa membalas dengan senyuman tipis. Ia tau betul apa maksud dari perkataan Natania.

"Sendirian, Nis?" Anisa mengangguk sebagai jawaban.

Tidak ada lagi percakapan. Hanya terdengar rengekan dari Isya yang meminta mengambilkan susu kotak dari kantong belanjaan yang tadi di beli khusus untuk Isya.

Natania menghampiri Anisa dan mendorong kursi roda Anisa menuju sofa.

Belum juga ada yang berbicara walau sekarang Natania sudah duduk tenang di sofa dan Isya bermain tablet di jarak yang jauh dari mereka. Suasana hening seperti ini juga yang membuat Anisa menjadi ikut terdiam. Rasanya bibirnya sudah terbiasa tertutup, menjadi kaku jika digerakkan.

"Dia nginep di rumahku, gak pernah pulang ke rumah." Natania membuka suara dan menekan kata dia di depan kalimat yang membuat Anisa sadar siapa maksudnya.

"Takut kalo mama sama papa nanya yang aneh-aneh. Katanya masih belum nyiapin jawaban jadi sampe sekarang belum pulang ke rumah."

Anisa tetap mempertahankan kebisuannya.

"Rama cerita semuanya, Nis. Semua versi dia. Yang aku yakin pasti beda dengan semua versi kamu."

"Aku tidak menyalahkan Niki yang memukulinya habis-habisan. Aku juga menyebutnya lelaki yang bodoh. Tapi dia bercerita dengan penuh penyesalan. Aku sebagai kakaknya, bukan melihat dia yang menyesal karena sudah berselingkuh. Tapi dia menyesal karena sudah kehilangan kamu. Dia meyakinkanku kalau itu hanya kesalahpahaman. Aku mengenal dia-"

"Aku juga mengenalnya, Kak." ucapan Anisa akhirnya muncul memotong penjelasan Natania.

"Aku juga mengenalnya. Dan Kak Tania juga gak boleh lupa. Aku sangat mengenalnya, aku mencintainya bertahun-tahun."

Anisa menghela napas berat. Natania pun melakukan hal yang sama, niatnya kesini bukan karena Rama yang meminta. Sungguh! Tapi melihat adiknya yang kacau seperti sekarang, ia juga pasti merasakan kasihan. Jangan salahkan brother-power dari Niki jarena sekarang Natania akan menunjukkan sister-power yang ia punya untuk bicara hati-ke-hati dengan Anisa.

ONE MORE TIMEWhere stories live. Discover now