part 32

50.5K 3K 72
                                    

Setelah pulang dari ulang tahun Isya beberapa hari yang lalu, Anisa mencoba bersikap santai. Tak menunjukkan sedikitpun kegusaran hati pada ibunya.

"Ma, Anisa mau pergi dulu yaa." Anisa yang tampak sudah siap dengan blouse berpita berwarna hitam, dan celana tigaperempat warna merah berdiri di depan ibunya.

"Mau kemana, Nis?"

"Sebentar aja, mau pergi dulu ketemu Mahira. Udah lama gak ketemu." Anisa mengecup kedua pipi ibunya dan pergi menuju salah satu mall sesuai yang mereka janjikan.

Mahira-teman sekampus Anisa dulu, bisa dibilang Mahira termasuk sahabat Anisa. Mereka jarang bertemu, berkomunikasi pun hanya seminggu sekali. Tapi sebagai teman, tidak membutuhkan pertemuan yang intens dan obrolan tiap hari kan? Anisa sadar jika sahabat, walaupun seberapa jauh jaraknya ia akan tetap mengingatmu sebagai sahabatnya. Sama seperti Mahira dan dirinya ini.

Mahira yang ternyata sudah duduk di salah satu kedai coffe elite di mall itu menyambut kedatangan Anisa dengan senyum lebarnya.

"Eh, hai Nis!" Mahira memeluk sahabatnya itu erat.

"Lama ya Ra? Sorry banget, Jakarta macet."

Mahira mencebik, "Di Jerman gak ada macet-macetan ya?" tanyanya menggoda.

"Di Jerman mah beda banget. Jalan kaki semua rata-rata. Sekali balik ke Indonesia, jadi bergantung deh pake mobil lagi."

Dan mengalirlah obrolan ringan dan cerita mengenai kepergian Anisa ke Jerman. Mahira memang tau jika Anisa dan Rama sudah mengakhiri hubungan mereka.

Kedua wanita ini akhirnya memutuskan untuk pergi ke toko sepatu langganan Mahira.

Mahira yang memang sudah tau seluk beluk tempat ini segera menyisir segala tempat guna mencari sepatu yang menarik perhatiannya.

Anisa melihat sebuah stiletto berwarna hitam, sederhana memang. Tapi entah mengapa mampu membuat Anisa mengingat Rama. Ia ingat permintaannya saat Anisa masih lumpuh dan sudah bosan duduk di kursi roda.

"Ram..." Anisa menggoyangkan tubuh Rama yang masih fokus menatap laptopnya. Rama bilang pekerjaannya sedang banyak sampai harus dibawa ke rumah sakit.

"Hmm?" Rama hanya menggumam tanpa mengalihkan pandangannya ke arah Anisa.

Anisa yang sebal segera meletakkan tabnya persis di depan wajah Rama. Lelaki itu bingung dan segera meraih tabnya. Detik berikutnya keluarlah tawa dari mulut Rama.

Anisa memukul lengan Rama pelan dan mendelik, "Ngapain ketawa?"

"Lah, aneh banget. Buka olshop, trus nyari gambar heels."

"Biarin, lagi pengen." jawab Anisa tanpa sungkan menutupi kebohongannya.

"Pengen?" tanya Rama mengulang perkataan Anisa.

Anisa mengangguk, "Aku selalu beli yang semacam wedgess, gak punya modelan stiletto gini. Gara-gara tadi sih ada acara fashion gitu di tv yang bahas masalah sepatu."

Rama diam saja mendengar penuturan Anisa.

"Aku mau beli, Ram. Nomernya digedein aja, biar nanti bisa aku pake kalau aku sembuh?" tawar Anisa.

"Ram? Boleh ya beli? Aku pengen pake sepatu itu."

Rama menggeleng, "Jangan sekarang ya, Nis. Sepatu model kayak gini bisa beli langsung di toko-toko. Ngapain kamu nyimpen sepatu dari sekarang."

Anisa mengerucutkan bibirnya kesal karena Rama yang menolak permintaannya.

"Aku pengen naruh sepatu itu disini. Nanti kalau aku gak semangat terapi, aku bisa lihat sepatu itu biar semangat lagi buat terapi, biar lebih cepet sembuh gitu."

ONE MORE TIMEWhere stories live. Discover now