part 19

50.4K 3.3K 174
                                    

Gadis terdiam menatap langit yang berubah warna menjadi gelap. Ia menyeka lagi air matanya. Dongeng indah yang baru selesai didengar tadi sangat melukai hatinya.

Gadis tak menyangka ada kisah cinta yang membuat nyeri hatinya. Bukan karena ceritanya sangat menyentuh hati. Tapi karena pemeran dalam cerita itu adalah lelaki yang begitu dipujanya. Lelaki yang selalu menjadi dambaan hatinya.

Terlalu banyak yang kamu sembunyikan, Ram? Batin Gadis.

"Jadi aku pemeran jahat dalam cerita ini?" tanya Gadis setelah menghela napas panjang.

"Bukan, karena saya yakin dari ekspresi yang kamu tunjukkan, kamu tak mengerti tentang semua ini. Benarkan?"

Gadis mengangguk membenarkan ucapan suster Martha.

"Aku mengenal Rama beberapa minggu yang lalu saat tak sengaja bertemu di acara amal yang ada di Bandung. Rama sosok lelaki dewasa, pengertian. Aku menyukainya. Tapi aku bersumpah aku sama sekali tak tau jika dia sudah memiliki wanita yang akan dijadikan istri."

"Apa aku berdosa?" Gadis menutup wajah dengan kedua tangannya.

Suster Martha menepuk pundak Gadis dan mengelusnya, mencoba menyalurkan simpati yang tulus dari hati terdalamnya.

"Jika Tuhan meletakkan kamu, Rama, dan Anisa pada posisi ini. Yakinlah tidak ada yang kebetulan di dunia ini."

"Seperti tidak kebetulan meletakkanku sebagai penghancur hubungan orang lain?" tanya Gadis menatap suster Martha.

Suster Martha tersenyum. Betapa banyak orang-orang yang meragukan Tuhan hidup disekelilingnya saat ini.

"Tidak ada yang jahat disini. Semua kesalahpahaman."

Terjadi hening sesaat, hanya terdengar debur ombak yang kian tenang saat malam datang. Gadis memutuskan untuk tidak mengejar Rama atau kembali ke tokonya. Hal itu dikarenakan suster Martha yang tiba-tiba duduk beralaskan pasir pantai dan menceritakan kisah Anisa dan Rama yang ia ketahui.

Bukan cerita yang mendalam, hanya sekedar bercerita jika Rama dan Anisa adalah sepasang kekasih yang harus menunda pernikahannya karena Anisa mengalami kecelakaan, dan bagaimana Rama selalu menyemangati Anisa. Kisah yang sudah sering lewat di telinga suster Martha, karena kerap kali orang-orang di rumah sakit membicarakannya.

"Aku ingin bertemu Anisa."

Suster Martha berdiri dari duduknya, "Silahkan datang ke rumah sakit persada. Anisa berada di paviliun empat, kamar anggrek nomer dua."

Gadis terus merapalkan dalam hati, paviliun empat, kamar anggrek nomer dua.

"Hari semakin malam, saya harus pulang. Segeralah pulang, tidak baik terus terpuruk seperti ini."

Gadis mendongak dan tersenyum. Ia ikut berdiri dan memeluk suster Martha, "Terima kasih." ucap Gadis penuh ketulusan.

*****

Anisa masih berdiri dengan punggung bersandar pada pintu kamar yang terus diketuk dari luar. Setelah Anisa mengunci pintu itu, ia merasakan tubuhnya lemas dan dengan perlahan menggapai ranjang yang jaraknya sudah dekat.

Segera ia naik dan dengan cepat mengambil ponsel di nakas meja sebelah ranjangnya.

Dengan tangan yang masih gemetar dan air mata yang terus menetes ia mengetik pesan untuk kakaknya.

Kak, cepat datang ke rumah sakit. Aku takut.

Sekiranya Rama akan sungkan dan pergi membiarkan Anisa sendiri saat nanti kakaknya datang. Anisa sudah tak ingin lagi melihat Rama. Bahkan sampai saat ini ia masih mendengar Rama memanggil namanya.

ONE MORE TIMEΌπου ζουν οι ιστορίες. Ανακάλυψε τώρα