"Isya?" tanya Anisa memastikan.

Gadis kecik yang dikenali Anisa bernama Isya mengangguk. Sudah berapa lama sih Anisa tidak pulang? Hampir semua orang terlihat berubah di matanya, bahkan Isya.

Isya yang sekarang sudah tumbuh lebih besar dan tinggi daripada sebelumnya. Rambut gadis cilik ini bertambah panjang hingga menjuntai sampai ke punggungnya.

Yang dapat Anisa kenali dan ingat adalah bola mata Isya yang berwarna coklat, mirip sekali dengan milik Rama. Lelaki itu lagi..

Bagaimana keadaannya ya? Apakah ia masih sama seperti yang dulu? Jika semua orang terlihat berubah di mata Anisa apakah lelaki itu juga ikut berubah? Dan jawabannya pastilah iya! Mengingat sudah empat tahun ia tak pernah kembali.

"Tante Nisa kok bengong?" tanya Isya menyadarkan Anisa.

Anisa tersenyum dan menunduk untuk memeluk Isya, "Tante kangeen. Isya sama siapa?"

"Anisaa!" suara lain memanggilnya.

Anisa segera melepas pelukannya pada Isya dan berbalik menatap seorang wanita yang berdiri di depannya menggendong anak laki-laki.

"Kak Tania!" balas Anisa dengan semangat menyapa wanita di depannya ini yang menghadiahi juga dengan pelukan hangat.

"Siapa ini Kak?" tanya Anisa sambil mengelus puncak kepala bocah laki-laki itu.

"Adik aku, Te." kali ini Isya yang menjawab.

Anisa menutup mulutnya yang terbuka tanpa aba-aba.

"Kangen banget Nis. Gak nyangka bisa ketemu lagi, perasaan aku udah sering ke mall ini. Baru kali ini ketemu kamu."

Anisa tersenyum, "Mau beli baju ya? Ngabisin uang ayah?" tanya Anisa pada Isya.

"Mau beli baju pesta. Isya kan mau ulang tahun, Nis."

"Tante Nisa ayo dateng ke ulang tahunku!"

Natania mengangguk setuju, "Minggu depan Isya ulang tahun, mau dirayain kecil-kecilan di rumah mama. Dateng ya Nis kalau gak ada acara."

Anisa mengingat-ingat letak rumah Tante Andin dan jadwalnya di hari Minggu depan.

"Kalau gak sibuk, aku pasti dateng."

"Usahain ya, Nis. Biar bisa silaturahmi lagi." kata Natania dan mereka segera pamit agar dapat memilih baju untuk Isya.

Dan sekarang tinggal Anisa yang terdiam berdiri sambil memegang sepatu yang sejak tadi terus ia bawa.

"Anisa jadi beli sepatunya?" tanya ibunya yang datang entah dari mana.

Segera Anisa meletakkan sepatu itu kembali ke tempat semula, "Kapan-kapan aja Ma. Kita pulang sekarang ya?" tawar Anisa dan beruntung ibunya mengangguk.

Agaknya memang dia harus kembali menyembunyikan dirinya di balik kamar. Agar dapat menghilangkan sedikit kegusaran saat memikirkan apa yang akan terjadi minggu depan.

*****

Rama melihat sekeliling taman hijau di belakang rumah ibunya yang sudah penuh dengan dekorasi bunga-bunga putih yang cantik, tak lupa balon berwarna serupa dengan bunga dan kertas krep beraneka warna yang terpasang melintang dimana saja.

Rama geleng-geleng kepala melihat sekelilingnya. Tak menyangka keponakannya kini sudah tumbuh menjadi gadis cilik yang semakin manis saja.

Tepat hari ini adalah ulang tahun Isya yang ke delapan tahun. Isya yang memang sudah masuk ke bangku sekolah dasar mengundang teman-temannya untuk datang.

"Om Rama!" suara Isya memanggil lelaki itu membuatnya langsung membalikkan badan.

Isya memang masih cadel, tapi semakin besar gadis cilik itu tahu bagaimana harus meletakkan lidahnya agar tidak terlalu ketara.

Rama melihat Isya yang hari ini memakai gaun berwarna putih dengan rok megar sampai ujung kaki berjalan ke arahnya dengan sebelah tangan yang menggandeng seorang balita berumur kira-kira 17 bulan yang juga memakai baju pesta berwarna putih senada dengan Isya.

"Ana nangis terus, minta gendong nih. Dari tadi manggil-manggil."

Ketika jaraknya sudah dekat, balita tadi langsung melepas genggaman tangan Isya dan berlari menuju Rama.

Rama yang sudah hapal sekali dengan balita cantik ini segera berjongkok dan merentangkan tangannya.

Dalam hitungan detik, balita itu masuk dalam pelukan Rama.

Rama bangkit, masih menggendong balita bernama Ana ini.

"Kakak Isya ulang tahun An. Bilang apa? Selamat?" Rama berinteraksi dengan balita itu. Sedangkan sang bayi yang memang belum fasih berbicara ini hanya sekedar membuka dan menutup mulutnya.

"Nanti kalau Ana udah bisa ngomong, ucapin ke Isya ya?" pinta Isya menarik tangan Rama yang menggendong Ana hanya untuk merendahkan gendongan lelaki itu. Isya mencium Ana penuh sayang.

Dengan terburu-buru Natania dan Iko yang menggendong bocah laki-laki yang merupakan anak keduanya masuk bersama beberapa teman Isya yang sudah datang.

Tema ulang tahun Isya kali ini adalah broken white. Isya sendiri yang meminta. Jadilah semua anggota keluarga diminta memakai baju berwarna putih.

Isya yang melihat teman-temannya datang segera meninggalkan Rama dan Ana, berlari menyapa teman-temannya.

Natania yang sudah selesai berbincang-bincang dengan orang tua teman Isya yang datang segera berjalan menuju adik laki-lakinya.

"Aduuh, Ana cantik banget sih. Anaknya siapa?" goda Natania jahil sambil melirik ke arah Rama.

Rama yang paham maksud kakaknya itu hanya tersenyum lebar dan mengelus rambut balita itu penuh sayang.

Saat Natania kembali ingin bersuara, Iko memanggil istrinya dan Natania pun segera pergi ke arah dimana Iko memanggil.

Rama melihat potret keluarganya sekarang. Sungguh harmonis.

Dimana ibu dan ayahnya duduk di kursi bersama orang tua keluarga dari Iko, mereka akur. Rama bersyukur Tuhan memberikan hidup yang sempurna sekarang.

Sebelum akhirnya Natania berteriak memanggil Isya, tapi entah kenapa hatinya seolah ikut terpanggil mendengar nama itu.

"Isya, Tante Anisa dateng!"

Dan bagaikan sulap! Rama seolah ditarik ke dunia yang berbeda ketika menatap sepasang mata milik wanita itu. Wanita yang semakin cantik walau Rama sudah lama tak melihatnya.

ONE MORE TIMEWhere stories live. Discover now