Suster Martha menggeleng, "Rama.. Suster tau mungkin yang terjadi waktu itu adalah kesalahpahaman semata. Tapi sebagai seorang wanita, hati Anisa pasti tersakiti melihat lelaki yang dicintainya berciuman dengan wanita lain walaupun kamu tidak menaruh rasa cinta sedikit pun pada wanita itu."

"Aku emang yang salah. Aku ke sini mau minta maaf, Sus. Aku bakal nyiapin nyali seribu kalau-kalau nanti Anisa nolak lagi."

Suster Martha merasa tak enak, haruskah ia mengatakannya pada Rama?

"Berilah dia waktu Ram. Dia butuh menenangkan pikirannya. Waktu dan jarak tak akan menghambat rasa cintamu. Kedua hal itu akan menghasilkan rindu, bukankah rindu adalah sebagian dari cinta? Jadi bersabarlah.. Anisa pasti kembali jika dia masih mencintaimu, dia pasti merindukanmu."

Rama tersenyum dan mencoba meresapi kata-kata suster Martha, "Yaudah sus, aku masuk dulu ya!"

Rama berbalik dan merasakan tangannya dicekal.

"Tidak kah kamu paham maksud perkataanku?"

Rama menggeleng dan memasang wajah layaknya orang bodoh sekarang.

"Pulanglah Ram. Kamu tak akan mendapatkan apapun hari ini."

"Maksudnya sus? Menyuruhku menyerah?"

Suster Martha menggeleng lagi, "Pulanglah Ram.."

"Kenapa aku ha—"

"Karena apa yang kau cari tak akan kau temukan disini."

Rama semakin bingung dengan ucapan suster Martha yang memotong ucapannya.

"Anisa sudah pergi, Ram. Apa yang kau cari sudah tidak ada lagi di sini."

Anisanya? Cintanya? Pergi?

*****

Karena marah dan uring-uringan pada jawaban suster Martha di tempat parkir tadi yang mengatakan tidak tahu-menahu dimana keberadaan Anisa saat ini membuat Rama dengan brutal melajukan mobilnya ke arah rumah besar bergaya minimalis dengan cat krem di beberapa sisinya.

Seorang satpam membuka sedikit pagar agar mempunyai celah untuk dia keluar dan melihat siaoa yang datang.

"Mas Rama?" tanya satpam itu memastikan.

"Buka pintunya cepat!" perintah Rama dengan nada suara yang lebih tinggi dari biasanya.

Satpam itu hanya tersenyum kikuk dan enggan beranjak dari tempat ia berdiri.

"Saya ingin bertemu Anisa. Kenapa kamu diam saja?" tanya Rama tak sabaran.

"Nona Anisa tidak ada di rumah." jawaban dari satpam itu membuatnya semakin kacau.

"Buka pintunya! Saya ingin masuk! Jika memang tidak ada Anisa, saya mau bertemu siapa pun yang ada di dalam!"

"Maaf Mas, saya gak bisa bukain. Mas Niki sudah berkali-kali mengingatkan agar tidak membukakan pagar untuk Mas Rama."

Rama memukul stir kemudinya keras-keras hingga tak sadar tangannya menyentuh klakson dan membuatnya berbunyi.

"Tolong Mas Rama, jangan membuat keributan." pinta satpam itu.

"Kalau begitu dimana Anisa sekarang?"

"Saya tidak tahu." jawab satpam itu jujur.

Rama menghela napas kasar dan mengepalkan tangannya kuat-kuat.

"Apa saya benar-benar tidak boleh masuk?"

"Dan Mas Rama menginginkan saya di pecat?" tanya satpam itu balik bertanya dengan ketenangan yang masih sama.

Rama jelas tidak bodoh! Sama saja sia-sia jika dia memohon pada satpam yang ia kenal ini.

Rama menutup pintu kaca mobilnya lagi dan tanpa repot-repot mengucapkan terimakasih, Rama segera melajukan mobilnya dan dengan cepat meninggalkan rumah berpagar rendah itu.

Rama terus mencoba menelpon nomor Anisa dan selalu saja dijawab oleh saluran yang menandakan nomor Anisa berada di luar jangkauan. Rama yakin Anisa pasti mengganti nomor telponnya. Anisa bukan wanita bodoh, remember?

————————

ONE MORE TIMEHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin