"Kenapa harus Dia, Kak?" tanya Anisa. Matanya menerawang, dan terlihat cairan bening sudah menyelimuti bola matanya.

"Aku juga menyimpan pertanyaan yang sama. Kenapa harus Rama yang melakukannya?"

Natania memejamkan mata dan bersandar pada sandaran sofa di belakangnya, "Jika kamu mencintai adikku selama bertahun-tahun. Harusnya kamu tak lupa, aku adalah kakaknya, dan aku lebih mengenalnya daripada kamu, Nis."

"Aku sangat sangat mengenalnya. Aku juga menyesalkan hal yang sama. Aku tidak pernah menyangka adikku akan seperti ini."

"Percayalah Nis, jika kamu hancur, adikku juga hancur. Dia juga sama rapuhnya seperti kamu. Kamu tersakiti, dia juga tersakiti. Aku gak tau mana yang benar dan bagaimana hal yang sesungguhnya. Tapi-"

"Kenapa Rama harus merasa tersakiti?"

Mungkin sekarang sudah menjadi kebiasaan Anisa sedikit dalam berucap dan suka memotong pembicaraan orang lain.

"Karena dia kehilangan kamu."

"Jadi aku yang bersalah? Jadi aku yang menyakitinya? Jika dia hancur karena aku sakiti lalu siapa yang menyakiti aku?"

Natania bersiap membuka suaranya lagi, sebelum akhirnya Anisa melanjutkan perkataannya.

"Siapa yang sudah menghancurkan hatiku?" tanya Anisa lebih kepada dirinya sendiri.

Anisa sungguh tak mengerti. Apa gunanya Natania kemari? Dia hanya ingin menjelaskan hati adiknya yang terluka. Lalu bagaimana dengan hati Anisa yang juga terlukai oleh sikap Rama?

Air mata Anisa tak tertahan lagi, dibiarkan air matanya jatuh untuk kesekian kali.

Suara pintu terbuka menampilkan wajah Niki bersama kedua orang tua Anisa.

"Kakek! Nenek!" seru Isya yang pertama kali mendongak dan berlari ke arah ayah Anisa.

Bukankah sudah pernah dijelaskan jika keluarga mereka dekat? Jika belum lihatlah pemandangan ini, bukan hanya Anisa dan Rama yang saling mengenal keluarga yang lain. Terbukti dari Isya yang sekarang sudah berada digendongan ayah Anisa dan memeluknya erat.

"Isya sudah lama?" tanya ibu Anisa menepuk punggung Isya.

Isya menggeleng, "Balu." Ayah Anisa tersenyum mendengar jawaban Isya. Semua keluarga ini sudah tau jika Isya cadel, hal itu membuat mereka paham dengan sendirinya setiap ucapan Isya.

Ayah Anisa menyerahkan Isya untuk digendong istrinya, "Isya main sama nenek dulu ya."

Ibu Anisa mengangguk paham dan membawa Isya bermain keluar.

"Ngapain disini?" tanya Niki dingin ke arah Natania. Dijauhkan kursi roda adiknya dari wanita itu.

"Halo Om." Natania mengabaikan pertanyaan Niki dan menyalami Ayah Anisa. Memberikan tempat agar lelaki paruh baya itu dapat duduk di sofa sebelahnya.

"Ada apa nak Tania, kok ngobrolnya kaku gini?" ayah Anisa mengeluarkan pertanyaan basa basi untuk sekedar mencairkan suasana.

"Mau jenguk Anisa. Udah lama gak main kesini. Isya kangen. Rama juga rewel." jawab Natania jujur.

"Sudah besar kok rewel ya Nis?" ayah Anisa mengulurkan tangannya dan mengelus lembut tangan anaknya tercinta yang ada tepat di sampingnya.

Anisa yang sadar diajak bicara hanya mengangkat bahu dan tersenyum canggung.

"Ngapain kesini sih, Nat?" tanya Niki terkesan mengusir.

"Emang gak boleh?"

Niki hanya mengangkat bahu tak acuh, "Kalau kita disuruh dengerin cerita yang berbau-bau adikmu itu mending disimpen aja deh Nat. Udah keburu males."

"Udah-udah di dengerin dulu dong Tania mau ngomong apa." ayah Anisa melerai keduanya. Sedangkan Anisa hanya terdiam kaku diatas kursi rodanya.

"Aku kemari bukan karena ingin membela adiku, mengatakan segala kelebihannya. Enggak, aku cuma mau bilang ke Anisa gimana keadaan Rama sekarang. Dia hancur, dia juga tersakiti sama kayak kamu Nis."

"Aku tau ini gak akan merubah apapun, tapi aku cuma mau bilang kalo penjelasan orang lain itu penting. Setidaknya mendengar cerita dari sudut pandang orang lain itu adalah hal yang bijak dalam mengambil keputusan."

Natania menghela napas panjang sebelum kembali melanjutkan kembali perkataannya.

"Maafkan adikku, Nis. Jika dia menyakitimu, percayalah dia lebih menyakiti dirinya sendiri."

*****

Anisa terdiam diatas ranjang saat ia mendengar ketukan pintu dari luar. Anisa mengerutkan keningnya. Siapa yang datang? Bukankah Kak Niki baru akan kembali pukul 7 dari kantornya?

"Masuk." kata Anisa pada akhirnya saat ketukan itu tak kunjung berhenti.

Pintu terbuka dan seorang wanita masuk ke dalam dengan sekeranjang buah-buahan yang digendongnya.

Wanita yang memakai dress berwarna biru tua itu mendongakkan kepalanya menatap Anisa dan tersenyum penuh ketulusan.

Anisa menegang kaku, ia mengingatnya. Masih hafal betul siapa wanita ini. Masih terpatri jelas diingatannya siapa sosok cinderella yang ada di depannya ini.

"Anisa ya? Halo, aku Gadis."

----------

Ciyee Anisa sama Gadis ketemuan tuh hahaha.

Sampai ketemu di part selanjutnya yang pastinya bakal adeeem seadem perang dingin wkwkwk

ONE MORE TIMEWhere stories live. Discover now