Rama hapal betul saat Anisa mengatakan hal itu sambil memejamkan matanya. Anisa, wanita yang sama-sama menyukai pantai ini, sekarang mungkin sedang menunggunya. Entah kenapa hatinya gelisah memikirkan itu. Ingin sekali ia mengajak Gadis pulang dan segera ke rumah sakit bertemu dengan Anisa.

Tapi pesona Gadis dan pantai ini mengalahkan segala firasat buruknya. Ia ingin tetap tinggal, melihat Gadis tersenyum dan bercerita lebih banyak tentang segala kesukaannya.

Rama menarik napas panjang, "Yang paling aku suka itu waktu sunset, suasana di pantai sama langit mendukung banget."

"Seolah-olah hal itu memang sudah tercipta dari Tuhan Ram, saat sunset melambangkan keromantisan."

"Bukan Dis, tapi jingga yang menawarkan keindahan. Langit yang berubah warna itu ciptaan paling mengagumkan. Saat pagi bisa terlihat berwarna biru, sore menjelang malam berubah menjadi jingga, dan saat malam menjadi hitam gelap."

Gadis tersenyum, Rama adalah sosok lelaki yang terlihat sangat menarik daripada lelaki lainnya. Tak jarang Gadis bertemu lelaki kaya dan tampan. Tapi Gadis merasa nyaman, Rama seolah menyuguhkan keindahan disetiap perkataan dan perbuatannya yang selalu Gadis dambakan.

Iya! Katakan benar jika Gadis menginginkan lelaki ini, lelaki yang berada di hadapannya. Lelaki yang menjadi daya tarik dari kedua bola matanya untuk tak terpejam menatap keindahan ciptaan Tuhan satu ini.

Berlatarkan pantai dan langit yang berwarna jingga, matahari yang mengintip malu-malu dari ujung pantai dan hampir tenggelam ke belahan bumi lainnya. Gadis memberanikan dirinya untuk mengucapkan kata-kata yang sudah ditahannya sedari dulu saat pertama kali ia bertemu Rama.

Gadis maju beberapa langkah menutup jarak antara dirinya dengan lelaki itu. Menggenggam jari-jari tangan lelaki di hadapannya.

"Maaf kalo kamu berpikir aku wanita seperti apa, Ram. Aku memang harus mengatakan ini, entah berarti apa untukmu, tapi ini kejujuran hatiku."

Gadis menghela napas sebelum melanjutkan perkataannya.

"I love you, Ram"

Dan yang terjadi berikutnya adalah sebuah ciuman malu-malu dari Gadis yang berada tepat di bibir Rama. Jangan katakan Rama bodoh karena hanya diam. Karena sungguh Rama tidak siap dengan semua ini.

Saat dirasakan tubuh wanita yang mulai melemas di hadapannya, segera Rama melingkarkan tangannya membungkus bagian pinggang wanita itu tanpa sekalipun dari keduanya yang menarik bibir mereka.

*****

Entah sudah berapa kali air mata itu jatuh menetes dari kelopak mata indahnya. Wanita itu juga tak mau repot-repot menghapus air matanya. Dibiarkan mengering dengan sendirinya. Tangannya sudah lemas, andai tidak ada kruk yang ia pegang untuk menyangga tubuhnya. Ia yakin tubuhnya akan limbung dalam sekejap.

Celaka! Sungguh Tuhan begitu baiknya memberikan sebuah pemandangan romantis yang menyentuh hatinya hari ini.

Mulutnya terkunci rapat, terlalu banyak kata-kata yang ingin tumpah menyumbat bibir pucatnya. Andai langit dan laut tau apa yang ia inginkan sekarang. Yakinlah akan ada badai tsunami yang menghanyutkannya kali ini.

Biarlah ia mati! Ia tak peduli. Setidaknya kesakitan itu dirasakannya sekali, bukan bertubi-tubi seperti ini.

Ya Tuhan, tolong katakan kepada siapa lagi ia harus bersandar saat Kau menunjukkan bahwa sandarannya bukanlah tempat yang tepat.

ONE MORE TIMEWhere stories live. Discover now