Aldri mengangguk dan berjalan menuju pintu. Ketika Aldri sudah berada di luar dia melihat keadaan lorong rumah sakit terasa sangat sepi karena memang sudah sangat malam, dan tiba-tiba dia melihat ada orang yang juga keluar dari kamar di ruang sebelah, ketika Aldri menyadari jika Aronlah orangnya dia langsung menghampiri Aron.

"Lo ngapain di sini?" Tanya Aldri.

Aron kaget melihat Aldri yang tiba-tiba berada di sampingnya. "Al." Gumamnya kecil namun tetap dapat di dengar oleh Aldri. "Lo juga ngapain di sini?"

Entah kenapa sekarang dengan melihat Aron saja emosi Aldri jadi memuncak, mungkin karena dia tidak rela jika Aron bisa membuat Icha menangis dalam pelukannya dan mengambil ciuman dari Icha, Aldri jadi cemburu, ditambah pertanyaannya bukan mendapat jawaban malah balik mendapatkan pertanyaan.

"Gue duluan yang nanya, kenapa lo balik nanya?" Tanya Aldri geram.

"Gue cuma heran kenapa lo juga bisa ada di sini, siapa yang sakit? Cewe lo?" Jawab Aron dengan sedikit menyindir Aldri, dia juga tidak memedulikan Aldri yang mulai emosi.

Aron sudah merasa jengah dengan sikap Aldri.

Aron merasa jika Aldri sudah sangat jauh dengannya dan Icha, dan lebih memilih berada di samping Amanda, padahal Aldri tahu jika Icha juga membutuhkan sandaran disaat-saat seperti ini tapi Aldri seakan menutup mata dan telinga, begitulah pikiran Aron terhadap sahabatnya sendiri, Aldri.

Aldri yang memang merasakan ucapan Aron yang menyindirnya mengepalkan tangannya menahan emosinya. "Ar, gue nanya ke lo ngapaian lo di sini? Siapa yang sakit?" Ulangnya, suaranya dibuat senormal mungkin, tapi usahanya gagal, karena yang di dengar Aron adalah suara yang sarat akan emosi.

Aron tau Aldri sulit untuk mengontrol emosinya.

"Icha." Jawab Aron singkat sambil melangkahkan kakinya menuju lift karena tidak ingin berlama-lama dengan Aldri, namun tangannya dicekal oleh Aldri.

"Icha? Kenapa lagi sama Icha?" Tanya Aldri khawatir, pasalnya tadi dia melihat Icha sehat-sehat saja. Hanya melihatnya menagis dalam pelukan Aldri dan berciuman di bawah guyuran hujan. Ya, benar hujan. Apa Icha sakit karena kehujanan, pikir Aldri.

"Apa peduli lo?" ucap Aron dengan datar.

"Apa maksud lo?" Ucap Aldri dengan menatap tajam mata Aron dengan tangannya yang masih menahan tangan Aron.

Aron mendengus dan menghempaskan kasar tangan Aldri yang menahannya. "Gak usah sok peduli, urusin aja urusan lo sendiri."

Aldri yang sejak tadi memang sudah geram dengan sikap Aron akhirnya menarik kerah baju Aron dan mendorong tubuhnya hingga membentur tembok, membuat Aron meringis merasakan nyeri di punggungnya akibat berciuman dengan tembok.

"Brengsek. Lepasin tangan lo!" ucap Aron berusaha melepaskan cengkraman tangan Aldri di kerah bajunya.

Aldri tidak mempedulikan Aron. "Apa maksud omongan lo?"

Aron mendengus mendengar pertanyaan itu lagi.

"Sekarang gue tanya, dimana lo saat Icha butuh sandaran? Dimana lo saat Icha butuh orang buat menghibur dia? Dimana lo saat Icha SAHABAT lo butuh lo?!" Ucap Aron dengan sengaja menekankan kata 'sahabat'.

"Icha butuh kita sebagai sahabatnya, bahkan seharusnya lo, orang yang paling dia butuhin karena lo juga tau kalo lo adalah orang yang Icha suka, tapi lo GAK PERNAH ada sekalipun buat dia. Dia butuh lo buat ada di sampingnya, bukan sekedar pesan lo yang nyampe buat nanya kabarnya dia." Lanjut Aron dengan nafasnya yang naik turun menahan emosi.

Kalimat Aron benar-benar menohok Aldri, tangannya yang mencengkram kerah baju Aron terlepas lunglai jatuh menjuntai disamping tubuhnya, kakinya secara reflek memundur satu langkah menjauhi Aron, kepalanya menunduk meresapi semua tindakan bodohnya.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 11, 2016 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

LIFEWhere stories live. Discover now