LIFE 19

1.2K 157 11
                                    

"Aaal... hiikks...gue harus gimana...gue gak tau...hiikkss..gue bingung...hiks....gue gak kuat..."

"Maaan... tenang yaaa.. lo harus tabah...lo harus kuat...lo harus ikhlas...lo pasti bisa..."

"Tapii guee..."

"Maaann... gue akan selalu ada buat lo... lo bisa mengandalkan gue... sekarang lo tunggu gue yaaa... jangan pernah berpikir untuk mengakhiri hidup lo lagi...lo masih punya gue.. lo masih punya temen-temen lo yang lain man...".

Aldri hanya mendengar suara sesenggukkan Amanda yang menangis.

"Manda... sekarang gue berangkat ke tempat lo... lo tunggu gue yaa... jangan nangis terus... mana manda yang kuat, yang ceria, yang selalu senyum yang gue kenal? Kalo lo nangis terus ayah lo gak akan suka, beliau gak akan pergi dengan tenang man... gue tutup telponnya... lo tunggu gue yaaa"

Aldri akhirnya mengakhiri sambungan telponnya dengan Amanda. Dia bergegas pergi keluar kelas. Dia akan membolos dan pergi menemani Amanda yang sedang berduka.

Amanda baru saja menelponnya dan memberitahunya jika Ayahnya yang dia rawat selama ini meninggal dunia.

Aldri tau bagaimana rasanya kehilangan orang yang penting dalam hidupnya, karena dia pernah merasakannya. Aldri pernah kehilangan Bundanya. Apalagi selama sakit Aldri lah yang merawat sang bunda. Rasa kehilangan yang dirasakan Aldri pasti berkali-kali lipat dibanding orang lain.

Dan saat ini Amanda sedang merasakan hal yang sama yang pernah dirasakan Aldri, makanya Aldri merasa dia harus menemani Amanda disaat-saat keterpurukan gadis itu. Amanda saat ini membutuhkan pegangan, dan dia bersedia menjadi pegangannya.

Saat ini Aldri sedang berjalan di koridor yang mulai sepi, karena jam istirahat akan segera berakhir. Dia menuju ke gerbang belakang sekolah dan mencari taksi di sana untuk menuju bandara.

Tapi di sana, di balik pohon besar di dekat gerbang sekolah belakang dia melihat ada sosok perempuan yang sedang berjongkok, menenggelamkan wajahnya dibalik tangan dan lututnya. Bahunya bergetar hebat. Rambutnya berterbangan terhempas angin yang kencang. Langit saat ini juga terlihat gelap menyeramkan, terkadang juga terdengar suara petir yang menyambar. Sepertinya sebentar lagi hujan akan turun.

Aldri mengenali sosok perempuan itu, bahkan dia sangat mengenalinya. Dia berlari mendekati sosok itu.

"Chaaa... Lo kenapa ada di sini?" Tanya Aldri khawatir. Dia memegang pundak Icha menenangkannya.

Icha mengangkat wajahnya saat dia merasa pundaknya di sentuh.

Aldri bisa melihat jika wajah Icha sudah merah, matanya bengkak, hidungnya pun memerah, pipinya yang mulus terus dialiri air matanya. Wajahnya benar-benar kacau akibat menangis.

Aldri mengarahkan tangannya ke wajah Icha, dia menghapus air mata Icha dengan ibu jarinya. Menatap Icha dengan perasaan yang campur aduk, hatinya begitu sakit melihat kesedihan di mata Icha. Berapa lama Icha menangis hingga terlihat sekacau ini. Pikirnya dalam hati.

"Cha... Lo kenapa? Kenapa lo nangis?" tanya Aldri. Dia benar-benar khawatir melihat keadaan Icha. Suaranya bahkan terdengar berat seperti ikut merasakan kesedihan yang dialami Icha. Tangannya pun masih setia di wajah Icha. Mengelus permukaan pipi Icha dengan lembut.

Icha hanya bisa menatap ke dalam mata Aldri, suaranya tidak bisa keluar, tangisannya bahkan makin menjadi ketika melihat Aldri.

Aldri yang melihatnya langsung menarik Icha ke dalam dekapannya. Dia memeluk Icha, menenggelamkan wajah Icha ke dada bidangnya, mengelus-ngelus punggung Icha menenangkan.

LIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang