Aron hanya mengangguk sebagai jawaban.

Keadaan menjadi hening.

Cukup lama tidak ada yang memulai pembicaraan, hingga Tasya akhirnya buka suara.

"Mmmm.. Cha.." dia diam seperti sedang berpikir. "Gue mao minta maaf" uajarnya tulus. "Maaf kalo selama ini gue udah keterlaluan, gue bener-bener nyesel" suara Tasya sekarang mulai serak, dia ingin menangis.

Tasya maju dan memeluk sahabatnya, Icha.

"Gue bener-bener minta maaf, maaf Cha gue udah salah paham sama lo"

Kali ini Tasya sudah menangis dalam pelukan Icha.

Icha mengelus-ngelus punggung Tasya dengan lembut.

"Iyaa.. udah gue maafin kok, lagian gue juga gak pernah marah sama lo kok Sya" Kata Icha yang masih mengelus-ngelus punggung Tasya. Sahabatnya ini masih saja menangis.

Hingga akhirnya Tasya melepaskan pelukannya, tangannya sekarang memegang pundak Icha dan matanya menatap mata Icha.

"Kita... Masih bisa jadi sahabatkan Cha?" Tanya Tasya.

Icha tersenyum mendengarnya, dia menganggukkan kepalanya.

"Bisa dong! Sahabat selamanya!" Icha kembali memeluk sahabatnya Tasya.

"Oke. Karena gue pikir masalah gue udah kelar, dan persahabatan kita bakal kembali seperti semula..." Tasya memotong kalimatnya, dia menatap mata Icha, menyiratkan permohonan, setelahnya menolehkan kepalanya ke arah Aron yang sedang duduk di kursi meja belajar Icha, menampilkan senyumannya "Sekarang giliran kalian yang ngomong dan ngelurusin masalah kalian, gue harap semuanya gak ada yang berubah dan bakal baik-baik aja..." masih dengan tersenyum. "Kalo gitu gue balik duluan yaa... sampe ketemu besok di sekolah"

Tasya pamit kepada Icha dan Aron, setelahnya dia keluar dari kamar Icha.

"Ar..." Panggil Icha.

Aron sekarang memfokuskan pandangannya ke arah Icha, dia berjalan mendekati kasur Icha dan duduk di tepiannya.

"Sejak kapan perasaan itu ada?" Tanya Icha.

Sebelum menjawab Aron membuang nafasanya dalam, mungkin untuk menenangkan dirinya.

"Gue gak tau tepatnya kapan, tapi yang jelas setiap hari gue ngerasa perasaan itu semakin menguat dan sampai pada akhirnya ada kejadian kaya gini... sumpah Cha gue gak maksud nyembunyiin ini, tapi gue mau nunggu waktu yang tepat buat ngungkapin ini..." jelas Aron.

Icha masih saja syok mendengar pengakuan Aron, padahal dia sudah tau dari kejadian menguping yang dia lakukan bahwa Aron menaruh rasa padanya.

"Ar.. gue gak tau harus gimana sekarang, gue gak tau perasaan gue sendiri, yang gue tau gue sayang sama lo, gue nyaman ada di deket lo, tapi gue gak tau apa ini perasaan yang sama seperti yang lo rasa ke gue atau hanya sekedar sayang kepada sahabat" ucap Icha. Suaranya menyiratkan kesedihan. Dia bingung juga takut.

"Gue ngerti Cha... gue gak maksa lo buat nentuin sekarang apa persaan lo ke gue saat ini, gue bisa nunggu sampai lo bisa nentuin hati lo, bahkan gue akan rela seandainya hati lo bakal berlabuh ke orang lain selama lo bahagia, walau gue berharap besar gue yang bakal mendapatkan hati lo nantinya" Ucap Aron.

Icha menundukkan kepalanya. Dia masih mencerna yang dibicarakan Aron.

Aron memegang pundak Icha, memaksa gadis itu untuk mengangkat kepalanya dan menatapnya.

"Sekarang... yang harus lo lakuin adalah menjalani hari-hari lo seperti biasa Cha.. lo, gue dan Al. Gak akan ada yang berubah. Jangan paksa hati lo" Aron menunjuk bagian dada Icha "Dia.. yang bakal nentuin nantinya, lo bisa ngerasain itu saat waktunya tiba nanti."

LIFEWhere stories live. Discover now