Langkah mereka pelan, berdansa di bawah awan yang pelan-pelan menghitam. Bulan yang semburatnya mulai muncul, serta bintang yang kerlap-kerlipnya mulai kelihatan di ujung sana. Ata tersenyum, tatapanya terkunci dengan mata Jed. Hanya saling tatap, tanpa kata. Tangannya ada di udara digenggam Jed, sementara yang lainnya di bahu laki-laki itu. Dia lupa dia berada dimana. Ata tidak ingat apa yang tadi dia takutkan berdansa di depan umum seperti ini. Ata tidak tahu kalau sebenarnya, bukan hanya dia yang sedang menikmati itu sekarang.

Aku tidak menyangka hari seperti ini juga datang padaku, pikir Ata.

Jika Jed tidak bisa mendapatkan Ata setelah ini, dia bisa gila! Dia menatap Ata, bagaimana manik mata itu masih selalu memikatnya. Misterius, cantik dan bahaya sekarang ada disana. Tangannya di pinggang Ata menarik tubuh itu untuk lebih dekat, menghadirkan satu tatapan dimata Ata: ancaman! Jed tersenyum tipis. Dia menarik tangannya dari pinggang Ata, kemudian memutar Ata lagi. Ujung mantel Ata seolah bermekaran karena itu. Setelah Ata beputar, Jed tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk memutus jarak dengan Ata. Gumpalan dari hembusan nafas mereka bertabrakan kemudian hilang. Jed bisa merasakan apa yang hilang selama ini. Dia merasa detak jantungnya meningkat.

Ata mendongak menatap Jed. Dia tahu, kalau tangannya tidak digenggam Jed sekarang, tangannya pasti gemetar. Dia dan Jed sekali lagi berada begitu dekat, hanya beberapa senti hingga dia bisa dengan jelas merasakan hembusan nafas Jed di wajahnya. Tangan Jed yang berada di punggung Ata, perlahan menariknya makin dekat. Ata menelan ludah, tak mengalihkan pandangannya.

Now or Never! No, never! No, NOT NOW! seru Ata dalam hati.

Dia mengulum bibirnya membuat Jed menghentikan gerakan lambatnya mengincar sebuah ciuman dari Ata. Meski tatapan Ata masih padanya, dia tahu gerakan bibirnya menandakan hal lain. Laki-laki itu menahannya lagi, menelan ludah.

"Atlanta, one day I'm just gonna go for this!" dia membawa telunjuknya menelusuri bibir Ata.

Ata menahan nafasnya, tanpa sengaja membuka bibirnya kecil. Berapa besar kekuatan yang dimilki Jed? Ata tersenyum, lalu menangkupkan dua tangannya di wajah Jed "Aku menghargai itu." dia berjinjit sedikit dan memberikan ciuman ringan di sebelah pipi Jed.

Jed bergumam namun Ata bisa mendengar umpatan itu. Dia menepuk pipi Jed, begitu menggemaskan. Menarik nafas berkali-kali hingga yakin detak jantungnya tidak akan secepat tadi, Ata melempar dirinya sendiri dalam pelukan Jed.

Jed bergeming. Tidak melakukan apa-apa. Ada beberapa hal yang beputar dibenaknya yang tidak bisa dia cerna semuanya sekarang. Dia baru saja ditolak Ata, lalu gadis itu menciumnya, sekarang memeluk tubuhnya begitu erat. Tangannya melingkari punggung Jed. Tawa pelan Ata mengantar semua kesadaran Jed.

"Fuck it!" Jed membalas pelukan Ata tak kalah eratnya.

"Kau mau tahu apa yang aku pikirkan sekarang?" tanya Ata bergumam di dada Jed.

"Aku tidak tertarik kalau aku tidak ada hubungannya dengan itu." kata Jed.

Ata melepaskan pelukannya, begitu pula Jed. Ata melihat ke arah sungai sebentar, lalu kembali pada Jed "Aku ingin tersesat di Cascara bersamamu!"

Jed mendengus, tesenyum. Senyum yang sekali lagi mengantarkan rasa nyaman dan getaran yang harusnya TIDAK PERNAH ADA dalam hati Ata! Laki-laki itu merangkul bahu Ata, lalu mengajakanya berjalan lagi.

Langit sudah hitam, hari sudah malam saat mereka melanjutkan langkah menelusuri kanal hingga bagian paling jauh yang bisa mereka capai. Saat berada di satu jembatan lainnya, Jed berhenti "Denganmu, kemanapun itu, tak akan pernah tersesat!"

"Uh!" seru Ata "Itu menggelikan Jed!" dia menutup mulutnya menahan tawa.

Dahi Jed berkerut, dia pikir itu akan jadi romantis. Boleh jadi tiket untuk benar-benar memiliki Ata, ah dia salah. Jed mengusap kepalanya, berkacak pinggang membelakangi Ata. Wanita sepintar Ata, mana mungkin bisa dia rayu dengan kata-kata cheesy seperti itu!

Love Or DieWhere stories live. Discover now