***
Arum tak henti-hentinya menatap wajah Aslan terutama potongan rambutnya yang sudah berubah. Arum jadi geer dan mengira Aslan sengaja melakukan itu demi dirinya.

"Trima kasih ya Aslan untuk novelnya." ucap Arum pelan.

"Anything for you, Arum. Itu novel buatanmu yah?"

"Kok Aslan tau?"

"Pasti taulah, kan aku bisa ngebaca. Dicovernya tertulis namamu dengan huruf yang gede.

"Kamu gak baca kan?" tanya Arum cemas.

"Tenang aja, aku gak suka baca novel." ujar Aslan berbohong. Padahal dia sudah membeli satu novel itu untuk dirinya sendiri. Aslan sangat penasaran dengan ceritanya.

"As, aku bosan dikamar terus.. Bawa aku keluar yahhh." pinta Arum kepada Aslan.

"Kamu kan baru sadar Arum, dokter tidak mungkin mengizinkan."

"Cuma sebentar kok Aslan.. Please. Aku uda lama gak meliat langit."

"Belum juga seminggu. Kan langitnta bisa diliat dari jendela."

Wajah Arum merengut dan terlihat sedih, dia tampak sangat ingin keluar malam ini.

Aslan menghela nafas berat. Mau tak mau dia harus menuruti permintaan Arum.

Sebelum keluar, Aslan meminta izin dulu kepada dokter untuk membawa Arum keluar. Setelah itu, dia membawakan kursi roda untuk Arum agar dia tidak lelah berjalan.

"Mama kok belum datang yah? Apa dia gak tau kalo aku sudah siuman?" tanya Arum saat mereka baru saja keluar dari kamar.

"Udah, gak usah fikirin itu dulu. Yang penting sekarang adalah apa yang membuatmu senang. Jangan banyak fikiran dulu sayang..."

"Sayang?" Arum mengernyitkan keningnya mendengar Aslan memanggilnya dengan kata "Sayang". "Kok kamu jadi banyak berubah?"

"Gak papakan sekali-kali jadi orang baik, apalagi jadi orang romantis. " ledek Aslan hingga Arum tersenyum malu dibuatnya.

***

"Aku pengen banget ketemu sama mama. Daddy gak pernah cerita sama sekali tentang mama. Apa Daddy segitu bencinya sama mama??"

"Bukan. Yang gue denger tuh, Paman dan Bibi masih saling mencintai. Karena terlanjur bercerai, kedua orang tuamu tidak bisa bersatu lagi kecuali salah satu dari mereka menikah lagi lalu bercerai. Lo yang sabar aja Arumi, gue berdoa semoga kedua orang tua lo bisa balikan. "

"Thanks, Rifki. Tapi, kamu tau ini semua dari siapa?"

"Mama yang cerita."

"Aku mau ketemu Arum." ujar Arumi.

"Jangan sekarang. dia bisa kaget kalo lo datang tiba-tiba. Gue saranin, lo ngeliat dia pas dia uda operasi."

"Berapa lama lagi aku menunggu?"

"Gue juga gak tau. Karna sampai sekarang Arum masih belum bersedia di operasi."

"Loh? Kenapa?"

"Rifki!" terdengar seseorang memanggil Rifki dari belakang mereka. Rifki dan Arumi langsung menoleh ke sumber suara itu, dan apa yang mereka takutkan malah terjadi.

"A..Arum???"

Mereka berempat sama-sama terkejut dengan pertemuan tak terduga ini. Arum merasa jantungnya mulai beraksi.

Dilain tempat, Nenek Arumi sedang mengerang kesakitan, sesuatu seperti menyerang lambungnya hingga terasa perih. Nenek berusaha menekan tombol Aiphone disampingnya untuk memanggil suster namun dia susah bergerak. Setelah beberapa kali mencoba akhirnya nenek berhasil menekan tombol itu. Namun tak lama, dia kehilangan kesadaran.

***

Iqbal masih menunggui Nina yang belum sadar dikursi sofa, masih dirumah Nina. Hasan yang dari tadi menangis sekarang sudah tertidur pulas di sofa yang satunya lagi. Iqbal tidak bisa menghubungi siapapun karena ponselnya tertinggal di mobil dan dia tidak bisa memakai ponsel Nina karena tidak tahu kata sandinya.

Disini masih hujan, dan Iqbal berfikir jalanan menuju rumah sakit pasti masih macet, jadi dia harus tetap menjaga Nina dirumah.

Iqbal mondar mandir menunggu hujan reda karena dia cemas dengan Nina yang tak kunjung sadar. Samar-samar Iqbal mendengar suara Nina yang sedang mengigau. Tangannya terjulur kedepan seolah ingin menangkap sesuatu. Iqbal segera menangkup tangan Nina dengan kedua tangannya dan berharap Nina tidak mengigau lagi. Tapi, keringat Nina mulaj membanjiri keningnya, lebih banyak dari sebelumnya. Kerutan di keningnya menandakan kalau Nina saat ini sedang kesakitan tapi Iqbal hanya bisa bingung, tidak tau apa yang harus dia lakukan.

Nina tersadar dari pingsannya setelah tak lama mengigau. Iqbal merasa sangat lega dan langsung memeluk Nina tanpa memikirkan apa-apa lagi. Keduanya sama-sama berlinang airmata saat berpelukan tapi dengan sebab yang berbeda. Nina menangis karena mimpi buruknya, dan Iqbal menangis karena kerinduannya kepada Nina.

Disela-sela tangisnya, Nina seakan teringat sesuatu. Dimimpi-mimpinya, Nina sepertinya pernah melihat laki-laki ini. Pernah bersandar dibahunya dan bahu laki-laki ini terasa sama dengan yang ada didalam mimpinya.

"Mas Iqbal?"

#tbc

Jangan lupa tinggalin voment nya yah, tmen2

My Bride (Finished)Where stories live. Discover now