Chapter 19. Zhang Yong, The Other Man

Start from the beginning
                                    

Tante Shery nyalain infocus, kemudian muncul tabel keuangan dalam format Power Point.

"Hasil dari pameran, transaksi langsung yang berlangsung semalam melebihi ekspektasi. Ini bukan BEP yaaa!
Terutama untuk condotel di Bandung dan Jogja, melihat animo semalam, proyek dapat selesai sesuai jadwal. Untuk proyek Phnom Penh dapat diselesaikan maksimum dua tahun kedepan."

Mama melihat detail rincian transaksi langsung.

"Abang nemu orang-orang itu dimana? 80% tamu undangan Abang, mereka transaksi langsung semalam!" kata Tante Shery.

Gue kaget, popularitas gue cuma 80%.
Hmm...siapa yang 20% itu?
Berarti 300 tamu gue gak ngapa-ngapain?

"Tante boleh minta daftar tamu yang transaksi?"

Tante Shery kasih daftar pelaku transaksi, yang di beri mark berwarna berarti tamu gue. Kertas gue lipat, gue masukin jas.

"Abang jadi Sales Manager aja disini! Habis sales manager disini bertahun-tahun gak tembus-tembus. Giliran tiap Abang turun tangan, langsung banyak transaksi dan pamerannya BEP. Ya nggak Mba?" kata Tante Shery

Mama masih sibuk pantengin transaksi dan nama customer. Jadi gak tanggepin pembicaraan Tante Shery.

"Abang kenal orang-orang ini darimana Abang?" tanya Mama.

"Kadang kita punya link khan Ma? Dan itu rahasia Abang doong!"

"Iiih sekarang Abang sombong ya Mba?" kata Tante Shery nyubit lengan gue.

"Mba itu takut sekarang sama Abang. Dia itu suka diluar pikiran Mba. Abang itu selama ini kuliah di Jogja, bisa kenal orang-orang ini darimana? Dalam semalam Abang bisa goal 80%? Mba gak habis pikir. Jujur malah Mba takut sama anak sendiri."

"Lah khan bagus Mba. Kenapa takut?"

"Gak masuk akal dan nalar Mba. Kalau misal tiga bulan itu masih OK. Ini semalam?"

"Yaaa, kemarin Abang ngasih daftar potential customer Mba. Mungkin saja Abang udah announce tanpa sepengatahuan kita?"

Mama menghela nafas

"OK, sekarang berapa hasil penjualan buku, Sher?"

"Habis Mba!"

"Haaah habis? Itu total buku berapa?"

"Lima set buku, masing-masing berisi dua buku. Satu set cetak 5000. Sekarang Widya sedang atur pengiriman buku. Dan buku-buku yang lain juga sudah habis. Tinggal Mba mau cetak lagi atau engga?"

Mama cuma ketuk-ketuk pena ke meja.

"There's no free lunch, Sher! "

Kita semua terdiam.

"Abang kalau mau pulang gak pa pa, kita udahan kok!" kata Mama.

Gue kemudian pamit dengan keduanya. Tapi gue sengaja kembali buat nguping. Sengaja tadi gue gak tutup pintu rapat-rapat.

Gue mendengar Mama nangis

Bandung - Jogja.....The Hardest ThingWhere stories live. Discover now