Chapter 9. Small Part of Missing Puzzle

2.9K 211 14
                                    


"It's all bullshit Ki....!"

"What?"

"Soal lo bilang jatuh cinta ma gue! Gue ga ngerti rencana lo ke gue. Please, tell me honestly! "

Begitu kita sampai kos, setelah pulang dari Bali gue udah ga bisa bendung kesal gue. Gue ngerasa Rizki sedang merencanakan sesuatu. Entah apa itu.
Gue ga mungkin marah-marah begini selama di Bali. Gue harus bisa memendam semua.

"Gue harus mulai darimana?"

"Terserah lo mulai darimana."

"Radit sayang.....lo ga inget sama sekali jaman kita TK atau SD dulu? Padahal gue sering main ke rumah lo?"

Gue menggeleng...

"Sekarang lihat baik-baik, itu foto anak kecil yang lo pajang di meja, itu foto siapa?"

"Gue...."

"Gue suruh lo lihat baik-baik, itu foto anak usia 5 tahun mau 6 tahun loh!"

Gue khan kesel, gue tanya apa, dia jawab apa. Gue ambil foto, gue lihat baik-baik. Ini emang gue khan?"

Rizki mengeluarkan foto dari album foto dia. Sebuah foto dengan pose yang sama, baju sama, sepatu sama dan background layar yang sama.

"Siapa ini?"

Yang dipegang Rizki lebih mirip gue, daripada yang gue pajang ya?

"Coba balik fotonya, tulisan siapa itu?"

Gue balik tulisan, tertulis Raditya buat Rizki.
Dia duduk bersila diatas tempat tidur berhadapan muka dengan gue.Dia tempelkan mukanya dengan muka gue.
Dia lingkarkan tangan dibahu gue, dan dia minta lakukan yang sama.

"Radit...fokus...Ini adalah yang dilakukan kita terakhir 12 tahun lalu, saat gue pamit pindah ke Bali. Persis sama dengan ini. Kalau ingat katakan."

Gue tatap mata dia, gue coba ingat. Entah keajaiban apa dari matanya. Seakan dia menuntun gue ke masa kecil gue. Dia gumamkan beberapa kata...."aku ga akan lama, jangan kuatir. Aku nanti lari, kembali kesini".

Gue seperti terlempar ke masa lalu. Seperti sebuah memori yang terbuka. Gue dan Rizki sama-sama bersila diatas karpet dan berpelukan sama seperti yang gue lakukan sekarang.

Waktu itu Rizki bilang, "aku ga akan lama, jangan kuatir. Aku nanti lari, kembali kesini".
Dan gue bilang, "aku janji ga akan mukulin Rizki lagi kalau kembali dan selama Rizki pergi aku ga akan nangis lagi."

Terbayang kita saling bertukar foto, biar bisa saling ingat janji kita.
Gue kasih buku mewarnai yang udah aku corat coret dengan pensil warna.

Disitu gue tulis janji gue ke Rizki.
Setelah itu seperti sebuah adegan berpindah. Saat Rizki dan Tante Sofia dijemput Papanya naik Vespa.
Gue lari ngikutin mereka, gue teriak jangan lupa janjinya, sambil melambai. Gue terakhir lihat Tante Sofia melambai.

"Kenapa nangis Radit, gue udah kembali,"

Gue mencoba senyum saat dia mengusap buliran air mata gue dengan telapak tangannya. Gue ga nangis kok, cuma air mata netes aja.

"Lo udah inget Radit?"
Rizki mengeluarkan buku mewarnai dari tasnya.

Gue mengangguk
"Gue inget semua janji lo dan janji gue Ki. Gue lari ngejar Vespa Papa lo, pas lo dijemput. Gue pedih Ki, bukan saat lo pergi. Tapi..."

"Tapi apa?"

"Entah diwaktu apa, gue serasa nagih janji lo. Tapi lo ga ada. Dan itu pedih banget Ki. Padahal seinget gue, gue pegang janji ga nangis lagi."

Bandung - Jogja.....The Hardest ThingDär berättelser lever. Upptäck nu