Chapter 1. Crawl-Run-Jump-Fly

Start from the beginning
                                    

Selain panas, banyak orang lalu lalang depan rumahnya. Padahal ga cuma gue, Ardi kalau mengerang sekarang udah ga pakai aturan. Suara kita, gue yakin kedengeran. Minimal di teras lah. Tapi siang ini Ardi seperti ga peduli itu semua. Dia memaksa harus bercinta.

Dia bangkit dari tempat tidur, mengambil rokok dan membagi ke gue.
Kami jadi sama-sama diam.

"Yang....pertanyaanku kenapa ga dijawab?"

"UN!" dijawabnya pelan.

Gue yakin bukan UN, gue udah maksa dia les dan ikut try out. Gue juga maksa supaya selain les, kita belajar bareng.
Gue mikir segala kemungkinan.

"Mmmm bukan itu pasti!"

"Iya kok!"

"Bukan, kamu pasti berpikir setelah lulus SMA. Iya khan?"

Dia diam, menyedot rokok dalaaaaam banget. Berarti benar.

"Kalau aku bekerja, cuma lulusan SMA, pasti ga beda dengan Mas Angga gajinya. Sementara kerja begitu, aku pasti agak......!" Dia tidak melanjutkan kata-katanya.

Ok, gue udah mulai membaca peta. Ga perlu dilanjutkan pembicaraannya pun gue udah punya bayangan.

Tiba-tiba HP Ardi berbunyi.
"Mama kamu kenapa telephone aku?"
Gue angkat bahu.

Ardi keluar dengan sembarangan mengenakan sarung. Gue geleng-geleng. Ini anak di rumahnya udah ga punya malu kali ya, kaya pengumuman..heiii gue habis ngentot nih. Dan dia juga udah kaya ga peduli kalau dia homo.

Tapi gue sayang banget dengan dia. Terserah dia ajalah maunya bagaimana.
Eh, kenapa Mama gue telephone Ardi lama ya? Ebuset, gue aja ga pernah di telephone lama gitu. Kenapa Ardi keluar? Seperti gue ga boleh dengar?
Mending gue tunggu aja.

Dia masuk, senyum dan kelihatan gembira, tapi pake acara berlinang air mata. Dia langsung menubruk gue yang sedang tiduran. Menangis agak lama dipelukan gue.

Ni anak kenapa? Gue nunggu dia tenang, sambil mikir, apa Mama marah dengan dia? Tapi senyum dia bahagia? Atau bener kata Johan, Mama tahu kita pacaran terus merestui?

Kepala gue pijit-pijit pakai tangan kiri.
Semoga ga drama lagi deh. Cape banget, hidup pakai drama gitu.

"Makasih sayang."

Loh, begitu bisa ngomong, malah bilang makasih. Ini anak kenapa lagi?

Dia kemudian mengubah posisi jadi duduk. Dia cerita, kalau Mama gue nanya rencana setelah lulus SMA nanti. Mama ga setuju dia kerja.

Mama menawarkan beasiswa dari kantor Mama, kalau diterima di PTN, Ardi dapat beasiswa plus biaya hidup dan kebutuhan penunjang, selama IP dan IPK tidak boleh dibawah 3.
Kalau IP atau IPK dibawah 3, akan dicabut beasiswanya.

Tetapi kalau diterima di PTS, Ardi cuma dapat beasiswa untuk bayar SPP dan biaya SKS saja, tanpa mendapat fasilitas penunjang. Itupun dengan syarat IP dan IPK ga boleh dibawah 3.

Untuk reward nanti dilihat dari prestasi Ardi, seberapa aktif di kegiatan kampus.

"Reward nya apa?" Gue nanya.
Dia cuma menggelengkan kepala.
"Aku baru ditawari beasiswa Mama kamu aja udah berkah. Aku ga mikir macam-macam."

Gue bete, kenapa gue kaga ditawarin? Padahal kalau nilai, gue spektakuler.

"Yang, nanti pulang ke Kalimalang sendiri boleh? Aku mau cerita ke Mama, tapi aku pengen ga ada kamu."

"Kenapa?"

"Aku malu."

"Malu gimana? Aku barusan juga diceritain kamu khan? Apa ada cerita yang belum kamu sampaikan?"

Bandung - Jogja.....The Hardest ThingWhere stories live. Discover now