"Nina!" suara berat itu membuat Nina terperanjat.

"What? Cowok ganteng ini kenal ama lo Nin."

Mendengar ucapan itu senyum Iqbal semakin mengembang. "Dengar itu, Nina!" batinnya girang.

"Ehhhh,, mas Iqbal nga...ngaapain kessiinii?"

"Mas? Dia mas-masmu Nin? Mas tukang bakso? Atau tukang sate? Kok ganteng banget." Gita masih terus dengan celotehannya. Nina menyentil kening Gita agar mulutnya diam.

"Kenalin, gue Iqbal. Suaminya Nina..!"

"Prangggg!" Gita sudah tidak sadarkan diri dan terjatuh ke lantai.

°°°

"Lain kali jangan bikin aku cemas." Ujar Iqbal saat mereka sudah tiba dirumah.

"Kenapa mas Iqbal harus cemas? Aku cuma pergi ke swalayan."

"Tapi kamu gak bilang-bilang dulu, aku cari kesekeliling rumah, kamunya gak ada. Mas fikir kamu kabur tadi."

"Mas juga gitu sebelum pergi ke Manado. Mendadak banget, padahal kan....!"

"Itu karena urusan penting Nina." potong Iqbal. Nina masih tetap cemberut.

"Aku juga ke swalayan karna urusan penting. Kita gak punya apa-apa untuk dimakan, jadi aku harus belanja. Emangnya itu salah?"

"Baiklah, lain kali kalo mau pergi izin dulu. Seorang Istri tidak boleh keluar rumah tanpa izin suami, ngerti!"

"Iyah-iyah!" akhirnya Nina mengaku salah. Tapi dia tetap saja kesal.

***

"Masak apa?"

"Nasi goreng!" jawab Nina sambil terus mengiris bawang merah hingga matanya perih.

"Huek, huek!" sepertinya ada yang ingin muntah, tapi itu bukan Nina karena Iqbal yang langsung berlari kekamar mandi dan memuntahkan isi dari perutnya.

Nina berhenti mengiris bawang dan menyusul Iqbal.

"Mas sakit yah?" Nina langsung menyentuh dahi Iqbal. "Nggak panas kok. Mungkin masuk angin. Aku ambilin minyak angin yah mas."

Iqbal menahan tangan Nina dan ingin mengatakan sesuatu.

"Aku gak masuk angin Nina. Ini namanya morning sickness. Kamu kan lagi hamil, jadi wajar saja aku juga mengalami mual-mual."

Nina tekekeh geli mendengar penuturan Iqbal.

"Kenapa tertawa?"

"Haha, ternyata Tuhan itu maha adil yah mas.." Nina tertawa sambil melangkah mundur hingga tanpa sengaja Nina menyenggol kran shower. Akibatnya air deras mengguyur Nina.

"Hahaha... Makanya jangan durhaka pada suami. Inikan akibatmya. "Iqbal berbalik menertawainya. Tapi Nina tidak mau kalah, dia mengarahkan selang shower yang lain kearah Iqbal dan menyiraminya tanpa ampun. Mereka berdua saling berbalas seperti anak kecil dan lupa pada umurnya, lupa pada rasa laparnya juga lupa dengan mual-mual yang baru saja dialaminya.

***
"Huaachhhimm!" Iqbal berulang kali bersin-bersin sejak tadi. Mereka sedang duduk di meja makan dengan Nasi goreng buatan Nina yang sudah tersaji didepannya. Tampilannya memang biasa saja tapi melihat Iqbal yang sangat menikmati masakannya itu membuktikan bahwa nasi gorengnya memang cukup enak.

"Huekk..hueekkk!" lagi-lagi ada yang mau muntah tapi ini giliran Nina.

Iqbal menepuk-nepuk punggung Nina saat dia muntah di kloset. Gak ada rasa jijiknya sama sekali.

Keduanya terkapar di sofa dekat tv seperti orang penyakitan. Tapi Nina senang karena Iqbal tidak akan pergi ke kantor hari ini jadi mereka bisa berduaan seharian ini. Akhir-akhir ini Nina memang ingin semakin lengket dengan suaminya. Makanya saat Iqbal tidak disini Nina sangat menderita. Yah anggap saja seperti itu.

Dari tadi Nina berbaring membelakanginya dan lebih suka menghadap sandaran sofa daripada dirinya. Iqbal tidak terima, dia berpindah dari sofa yang ditidurinya ke tempat Nina hingga sofa yang besar itu menjadi lebih sempit. Dipeluknya Nina dari belakang lalu diciumnya rambut Nina dengan sayang.

"Mas, jangan seperti ini. Gimana kalau ada yang datang? Kan malu." ucap Nina sangat pelan.

"Aku mau seperti ini. Gak ada yang datang Nina. Gak usah khawatir."

Nina tidak melawan lagi, karena dia tidak bisa menahan jantungnya yang sedang menari-nari saat dia berdekatan dengan suaminya.

"Tidak usah grogi." ucap Iqbal. "Aku bisa merasakan detak jantungmu sekarang."

Mendengar itu Nina tersipu malu dia ingin bangun tapi Iqbal semakin mengeratkan pelukannya. Disentuhnya perut Nina yang belum membuncit untuk merasakan kehadiran anaknya didalam perut Nina.

"Dia masih sangat kecil yah" bisik Iqbal. "Yang kuat yah sayang.. Papa dan mama ingin bertemu denganmu, jadi kau harus bertahan." Iqbal mengelus perut Nina dengan sayang tanpa ia sadari Nina sedang menangis. Dia terharu dengan perlakuan Iqbal. Dari awal dia bersyujur karena mau mengakui dan bertanggung jawab dengan anak yang dikandungnya meski waktu itu mereka menikah karena terdesak oleh kondisi almarhum ayah mertuanya.

"Ya Allah, aku semakin menyayangi suamiku. Semoga kami tetap bersama seperti ini. Aamiin."

"Ayo kita liburan?" tawaran Iqbal membuyarkan lamunan Nina.

"Liburan? Kemana? Kapan mas? Bukannya mas harus kerja?"

"Besok, kita ke Raja Ampat. Aku belum pernah mengambil cuti untuk liburan. Apalagi itu bukan masalah. Kan aku bosnya?"

"Hmmmmm... Lagaknya! Tapi ini beneran mas?"

"Iyah sayang. Kamu gak suka?"

"Aku suka banget. Tapi badanku pegel kalo kita terus seperti ini. Mas bangkit dong aku mau istirahat dikamar." Iqbal menuruti ucapan Nina, dan dia segera berdiri dari sofa.

"Aku ikut ke kamar yah..!" rayu Iqbal. Refleks Nina melempar bantal sofa ke wajah Iqbal.

"JANGAN HARAP! KAMARNYA KUKUNCI!" ucap Nina dengan tegas.

"Aku punya kunci cadangan."

Nina menepuk jidat. Dasar tua-tua keladi. Iqbal sangat genit hari ini. Heran.

"Jangan mulai deh. Aku mau istirahat." Nina melangkah kekamar. Lalu tanpa dia duga Iqbal meraih tangannya dan menggendong tubuhnya sambil berjalan kekamar. Nina tidak bisa melepaskan diri karena Iqbal sangat kuat. Sampai dikanar Iqbal segera menutup pintu, dan selanjutnya itu terserah mereka.

Tidak usah berfikiran aneh, mereka hanya tidur hingga siang hari.

#tbc

Part ini full buat pasangan utama kita. Garing juga sih, gak tahu caranya bikin adegan romantis.. Komentarnya dibutuhkan untuk memperbaiki kualitas tulisan ini. Trims! :)

My Bride (Finished)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora